Jangan terlalu sibuk mengurus dunia hingga lupa bahwa hidup punya batas waktu. Hidup harus seimbang, menabunglah sekarang demi akhiratmu.
Home » » Anak dan Serangan Media

Anak dan Serangan Media

Asal mula peringatan Hari Anak Sedunia muncul dari Turki yang mayoritas berpenduduk Muslim. Ide Hari Anak ini lahir pada 23 April 1920. Ide ini lantas dibahas dalam konferensi dunia di Swiss pada tahun 1925. Salah satu misinya adalah melindungi hak hidup anak-anak pada masa perang dunia. Kemudian pada Oktober 1953, Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) menyelenggarakan peringatan Hari Anak Sedunia untuk pertama kalinya. Namun sidang PBB akhirnya menyepakati tanggal 20 November sebagai Hari Anak Sedunia yang diperingati setiap tahunnya. Peringatan Hari Anak Sedunia ditujukan untuk memberi perhatian khusus terhadap kondisi hak anak-anak dan problema yang melilit kelompok usia ini. Menurut pandangan UNICEF, pemerintah dan masyarakat dunia harus memprioritaskan kepentingan anak-anak, dan kehidupan yang layak bagi mereka harus menjadi parameter dalam membuat setiap keputusan. Beberapa waktu lalu, UNICEF meminta negara-negara di dunia untuk memasukkan perihal hak-hak anak dalam undang-undang dasar setiap negara. Tahun ini peringatan hari ini membawa motto "Hak Prioritas Bagi Anak-Anak."

Berdasarkan data UNICEF, sekitar 2,2 juta anak hidup di berbagai belahan dunia dan setiap harinya, jutaan anak-anak terampas hak-haknya. Kendala utama anak-anak adalah tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar mereka seperti, makanan, air bersih, bantuan medis, pendidikan, dan perlindungan. Tingkat kriminalitas yang tinggi di tengah anak-anak juga termasuk ancaman serius yang mendapat perhatian para pakar dan lembaga internasional urusan anak.

Selama beberapa tahun terakhir, mayoritas peneliti, pemikir dan aktivis sosial rajin mengkaji pengaruh media audio-visual seperti televisi, bioskop, parabola, dan internet dalam merusak masyarakat. Mereka menyimpulkan bahwa film dan game di samping faktor-faktor lain, berperan dominan dalam menciptakan penyimpangan atau penyakit mental masyarakat baik pada masa remaja atau di usia dewasa. Hasil riset ini memaksa para pakar pendidikan untuk meninjau kembali program-program yang disajikan media dan menyadarkan keluarga dalam memanfaatkan media.

Dalam sebuah riset, para peneliti melakukan uji komparatif terhadap perilaku sejumlah anak setelah mereka menonton acara televisi. Para peneliti ini membagi anak-anak ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama disuguhkan film animasi yang berbau kekerasan dan kelompok kedua diajak untuk menonton film animasi tanpa adegan kekerasan. Setelah itu, para peneliti ini menyaksikan bahwa anak-anak dari kelompok pertama lebih cenderung agresif melakukan pemukulan terhadap teman-teman sepermainan atau bahkan merusak alat permainan mereka.

Seorang psikolog Kanada bernama Albert Bandura melakukan studi komparatif terhadap dampak melihat kekerasan di alam nyata dengan menonton sebuah film animasi yang berbau kekerasan. Hasil studi Bandura memperlihatkan bahwa orang-orang yang melihat kekerasan secara langsung atau mereka yang menyaksikannya lewat televisi sama-sama bersikap emosional dan kasar. Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa setengah dari orang tua mengaku anak-anak mereka yang berusia antara 4-6 tahun meniru perilaku kasar yang mereka tonton lewat layar televisi. Berbagai laporan tentang anak-anak dan remaja yang gemar bermain game komputer juga membenarkan masalah ini.

Dalam riset yang dilakukan oleh Garrick Anderson di AS menyebutkan bahwa permainan singkat anak-anak dengan game komputer yang memperagakan aksi kekerasan juga berdampak negatif bagi mereka. Setelah menikmati permainan di dunia cyber, anak-anak tersebut biasanya akan tertarik untuk menggunakan kekerasan dalam keseharian mereka. Anderson bahkan berkesimpulan bahwa mendengar musik-musik rock dan keras juga memperkuat pola pikir emosional dan tempramen sebagaimana hasil riset yang ia lakukan terhadap 500 mahasiswa di AS.

Pakar kriminalitas dari Swedia, Berg Kin meyakini bahwa hubungan sosial dan media massa memiliki pengaruh yang sama dalam mendorong orang-orang untuk berbuat kriminal dan kejahatan. Oleh karena itu, media massa khususnya media audio-visual berdampak merusak terhadap anak-anak dan remaja sama halnya dengan lingkungan dan teman-teman yang tidak baik. Namun bagaimana semua proses ini terjadi? Anak-anak belum mampu membedakan secara penuh antara realita dengan dunia fantasi dan mungkin saja mereka menganggap semua yang disajikan televisi adalah sebuah realita dan kenyataan.

Sebuah kejadian nyata di India menyebutkan bahwa seorang anak laki-laki berusia delapan tahun menyaksikan iklan televisi tentang keampuhan kerja sebuah mesin cuci. Iklan itu memperlihatkan bagaimana sebuah boneka beruang yang kotor dan kusam dimasukkan ke mesin cuci tersebut hingga menjadi putih bersih. Karena ingin meniru iklan tersebut, anak India tadi memasukkan adiknya yang masih berusia satu tahun ke mesin cuci untuk dibersihkan. Jelas bahwa kejadian nyata ini sangat menyedihkan. Oleh karena itu, menyaksikan program-program yang diperuntukkan untuk kalangan dewasa akan berdampak merusak terhadap teladan pemikiran, emosi dan perilaku anak-anak.

Sangat sulit untuk memberi pengertian dan pemahaman kepada anak-anak bahwa apa yang mereka saksikan hanya sebuah cerita yang tidak ada realitanya. Sebagaimana yang kita saksikan bahwa mayoritas anak acap kali salah dalam membedakan antara khayalan dengan realita dan jika program-program fantasi tidak digarap dengan benar, maka akan berdampak merusak pada pola pikir mereka.

Sejumlah penelitian tentang dampak program televisi yang berbau kekerasan terhadap perilaku anak-anak menunjukkan bahwa tontonan semacam ini juga akan berdampak luas dalam lingkungan sekolah dan masyarakat. Anak-anak yang menyaksikan program tersebut akan mempertontonkan perilaku kasar dan mengganggu anggota keluarganya yang lain atau teman-teman sekelasnya. Kekerasan ini akan tampak dalam berbagai bentuk seperti, memukul, berkelahi, mengejek, menghina, mengancam anak-anak lain, dan menyakiti teman-temannya dengan kekerasan.

Perasaan takut dan depresi berlebihan menghantui anak-anak seperti ini dibanding teman-temannya yang lain. Perilaku menyimpang ini akan menghilangkan sensitivitas terhadap luka dan penderitaan orang lain. Komitmen dan kepatuhan mereka terhadap nilai-nilai moral secara perlahan akan memudar dan pada akhirnya ia akan menjelma sebagai orang yang berbahaya dan bahkan penjahat di tengah masyarakat.

Dampak pahit dan memilukan ini hasil dari program-program televisi yang digarap hanya untuk meraup keuntungan dan hiburan. Evaluasi terhadap tiga stasiun televisi di AS memperlihatkan bahwa program chanel-chanel itu dalam setiap pekan menayangkan 92 kasus serangan menggunakan senjata otomatis, 113 kasus tentang pelecehan seksual dan pemerkosaan, 128 kasus perkelahian, dan 179 kasus pelanggaran terhadap undang-undang. Seorang remaja di AS ditangkap atas tuduhan memalsukan empat lembar cek untuk membeli permainan kesukaannya. Kantor polisi setempat menyatakan bahwa remaja itu mengaku ide tersebut muncul setelah menyaksikan sebuah acara televisi.

Namun, penelitian dan kajian ini tidak bermaksud membatasi program televisi atau media audio visual hanya menayangkan sisi positif perilaku masyarakat. Jelas bahwa terkadang acara-acara televisi perlu menayangkan beberapa kasus penyimpangan sosial dan kemudian membahas dan mengkritisinya. Sebab, salah satu tugas media adalah menyampaikan informasi kepada para audien dan menjauhkan mereka dari tindakan kriminal dan penyimpangan sosial. Tapi, diperlukan ketelitian dalam metode penayangan dan jam tayang program-program seperti itu.

Kendala utama mayoritas jaringan televisi dunia adalah ketiadaan pengawasan yang cukup terhadap kualitas program yang berbau kekerasan dan tidak mendidik. Problema ini juga dapat ditemukan dalam produksi film-flm layar lebar, game komputer, dan menu-menu di dunia maya. Masalah ini akan menjadi rintangan besar bagi anak-anak dan generasi masa depan. Seorang penyair Iran dan penulis untuk anak-anak, Mostafa Rahmandust meyakini bahwa di dunia modern, televisi merupakan media yang paling beracun bagi anak-anak dan media cetak tergolong media yang paling sehat bagi mereka.

Mostafa Rahmandust mengatakan, "Anak-anak banyak menghabiskan waktunya untuk menonton televisi dan harus diakui bahwa media ini merupakan ancaman serius bagi mereka. Mungkin saja sebagian program televisi justeru berpotensi menjauhkan mereka dari masa depan yang cerah dan positif."

Anak-anak membutuhkan dunia yang penuh dengan keceriaan, kedamaian, kebahagiaan, dan keamanan. Kita tidak boleh menciptakan dunia yang kotor dan gelap untuk mereka. Seorang filosof ditanya tentang hal yang paling menggembirakan selama hidupnya. Dia menjawab bahwa yang paling membuatnya berkesan adalah ketika ia menyaksikan seorang anak kecil bernyanyi-nyanyi kecil dan meneruskan perjalanannya setelah menanyakan jalan kepadanya. Hadiahkanlah keceriaan ini kepada diri kita dan anak-anak kita dengan tidak memberi teladan yang keliru kepada mereka.

Sumber : Irib

Previous
« Prev Post

Berikan Komentar Anda

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.