Jangan terlalu sibuk mengurus dunia hingga lupa bahwa hidup punya batas waktu. Hidup harus seimbang, menabunglah sekarang demi akhiratmu.
Home » » Melihat Kembali Nasib Penyandang Cacat

Melihat Kembali Nasib Penyandang Cacat

Tanggal 3 Desember merupakan hari khusus yang ditetapkan PBB sebagai Hari Penyandang Cacat Sedunia. Pencanangan ini merupakan bentuk penghargaan Majelis Umum PBB terhadap jasa, peran dan kemampuan para penyandang cacat. Hari ini merupakan juga momentum bagi masyarakat internasional untuk memperhatikan dan menyelesaikan persoalan yang dihadapi para penderita cacat. Secara umum, mereka yang tidak mampu melakukan seluruh atau sebagian dari aktifitas normal kehidupan pribadi atau sosial lantaran mengalami kelainan tubuh atau mental bisa digolongan sebagai penyandang cacat. Berdasarkan definisi yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), cacat dianggap sebagai kondisi yang menyebabkan gangguan pada hubungan seseorang dengan lingkungan. Menurut WHO, penderita cacat merupakan kelompok minoritas terbesar di dunia. Sebab, dalam setiap masyarakat, rata-rata 10 persen darinya merupakan penyandang cacat.

Laporan WHO juga menyebutkan, jumlah penderita cacat tubuh, mental dan sosial di dunia saat ini sekitar lebih dari 600 juta orang. 80 persen dari jumlah itu berada di kalangan negara-negara berkembang. Perlu diketahui juga, anak-anak mengambil porsi sepertiga dari total penderita cacat dunia. Berdasarkan pelbagai data yang ada, dari setiap sepuluh anak yang lahir di dunia, seorang diantaranya menderita cacat bawaan atau pun mengalami cacat pasca masa kelahiran akibat beragam insiden. Sebagian besar kasus cacat yang terjadi pasca kelahiran disebabkan gizi buruk, kemiskinan, minimnya pengetahuan soal kesehatan, dan kecerobohan dalam menjaga kesehatan serta beragam faktor lainnya yang merupakan dampak dari ketertinggalan masyarakat.

Menurut perkiraan Bank Dunia, 20 persen dari penduduk termiskin di dunia adalah kalangan penyandang cacat. Beragam hasil penelitian menunjukkan, persoalan utama yang banyak dihadapi penderita cacat saat ini ternyata bukan hanya disebabkan oleh faktor kesehatan, tapi lebih banyak dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya. Sebagian besar penderita cacat mengalami persoalan fisik, budaya dan sosial. Hambatan sosial, merupakan salah satu penghalang utama bagi penyandang cacat untuk memperoleh fasilitas publik yang layak. Di sisi lain,tidak adanya pandangan sosial yang obyektif telah meminggirkan penderita cacat dari lingkaran interaksi sosial yang sehat.

Namun yang lebih ironis lagi adalah nasib perempuan penyandang cacat. Adanya diskriminasi terhadap perempuan penyandang cacat untuk memperoleh layanan kesehatan, pendidikan kerja dan keterampilan, serta layanan sosial lainnya membuat persoalan yang dihadapi perempuan cacat semakin berat. Yang jelas baik lelaki ataupun perempuan cacat, sama-sama mengalami keterbatasan dan kesulitan dalam kehidupannya. Dan tanpa bantuan yang lain, tentu persoalan tersebut tidak akan bisa terselesaikan.

Selama dua dekade belakangan, beragam upaya untuk mensosialisasikan persoalan yang dihadapi penderita cacat kepada masyarakat dunia telah diupayakan secara luas. Salah satu tonggak penting dari upaya itu adalah penetapan tahun 1981 sebagai Tahun Penyandang Cacat Sedunia oleh Majelis Umum PBB. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat dunia di tahun tersebut mulai
memberikan perhatian bagi perbaikan kualitas hidup penyandang cacat yang didasarkan pada prinsip persamaan kesempatan dan partisipasi penuh dalam berbagai aspek kehidupan. Setelah itu, tahun 1982 PBB mengesahkan undang-undang program internasional terkait masalah penyandang cacat. Undang-undang ini sejatinya merupakan pedoman untuk merancang beragam program nasional yang terkait dengan persoalan penyandang cacat di setiap negara.

Berikutnya, PBB mencanangkan selang waktu antara tahun 1983 hingga 1992 sebagai Dekade Penyandang Cacat Sedunia. Langkah itu dilakukan untuk meningkatkan peran aktif penyandang cacat dalam kehidupan sosial. Kemudian pada tahun 1993, PBB menyempurnakan undang-undang tahun1982 dengan menambahkan aturan standarisasi bagi persamaan kesempatan penyandang cacat dalam berbagai aspek. Untuk mempertegas komitmen itu, pada Desember 2006 melalui sidang Majelis Umum, PBB mensahkan Konvensi Lengkap Hak-Hak Penyandang Cacat. Seluruh negara-negara yang meratifikasi konvensi tersebut berkewajiban untuk menerapkan beragam kebijakan untuk mendukung hak-hak penderita cacat dan menghapus segala bentuk diskriminasi terhadap mereka.

Di penghujung setiap tahun, saat peringatan Hari Penyandang Cacat Sedunia makin dekat, perhatian terhadap kelompok masyarakat cacat juga meningkat. Momentum ini merupakan kesempatan untuk melihat kembali dan menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi dari pelbagai aspek. Tahun ini tema yang diangkat dalam Hari Penyandang Cacat Sedunia adalah "Memberdayakan Penyandang Cacat". Tema tersebut sengaja dipilih sebagai upaya untuk program internasional PBB yaitu Tujuan Pembangunan Millenium Ketiga atau yang dikenal dengan istilah Millennium Development Goals (MDGs).

Kendati sudah banyak negara yang telah mengadopsi undang-undang internasional penyandang cacat, namun implementasi aturan tersebut masih jauh dari apa yang diharapkan terutama di kalangan negara-negara dunia ketiga. Hingga kini masih banyak penderita cacat di negara-negara berkembang yang tidak bisa berperan aktif secara luas di lingkungan sosialnya. Selama ini meski mereka memiliki kemampuan yang memadai, namun tetap saja dikucilkan. Padahal persoalan yang dihadapi penyandang cacat bukan hanya terkait dengan dengan pribadi mereka sendiri, tapi juga masyarakat. Karena itu, semua kalangan harus mengupayakan terwujudnya situasi yang kondusif sehingga seluruh penyandang cacat bisa memperoleh hak-haknya dan kesempatan yang sama.

Selain itu tetap memberikan penghormatan dan posisi yang layak, masyarakat juga dituntut memberikan kesempatan bagi penyandang cacat untuk mengembangkan kemampuan dan kreatifitas mereka serta memanfaatkannya untuk memberdayakan masyarakat.

Sejatinya, realisasi Tujuan Pembangunan Millenium Ketiga memerlukan peran serta penyandang cacat dan pemanfaatan potensi dan kemampuan mereka. Mewujudkan keadaan yang kondusif dan memperhatikan hak-hak penyandang cacat merupakan sebagian kecil dari tanggung jawab sosial dan moral kita sebagai anggota masyarakat.

sumber : http://indonesian.irib.ir

Previous
« Prev Post

Berikan Komentar Anda

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.