Jangan terlalu sibuk mengurus dunia hingga lupa bahwa hidup punya batas waktu. Hidup harus seimbang, menabunglah sekarang demi akhiratmu.
Home » » KONSTITUSI DAN PIAGAM MADINAH

KONSTITUSI DAN PIAGAM MADINAH

Oleh: Jimly Asshiddiqie

Piagam tertulis pertama dalam sejarah umat manusia yang dapat dibandingkan dengan pengertian konstitusi dalam arti modern adalah Piagam Madinah. Piagam ini dibuat atas persetujuan bersama antara Nabi Muhammad saw dengan wakil-wakil penduduk kota Madinah tak lama setelah beliau hijrah dari Mekkah ke Yasrib, nama kota Madinah sebelumnya, pada tahun 622M. Banyak buku yang menggambarkan mengenai Piagam Madinah, kadang-kadang disebut juga Konstitusi Madinah.

Salah satunya adalah disertasi Ahmad Sukardja yang kemudian diterbitkan menjadi buku oleh UI-Press dengan judul Piagam Madinah dan Undang­Undang Dasar 1945: Kajian Perbandingan tentang Dasar Hidup Bersama dalam Masyarakat yang Majemuk. Para ahli menyebut Piagam Madinah ini dengan istilah yang ber- macam-macam. Montgomery Watt menyebutnya "The Constitution of Medina"; Nicholson menyebutnya "Charter"; Majid Khadduri menggunakan perkataan "Treaty"; Phillips K.Hitti menyebutnya "Agreement"; dan Zainal Abidin Ahmad memakai perkataan 'Pia- gam' sebagai terjemahan kata "al­shahifah".

Nama 'al-shahifah' merupakan nama yang disebut dalam naskah piagam itu sendiri. Kata ini bahkan disebut sebanyak delapan kali dalam teks piagam. Perkataan 'charter' sesungguhnya identik dengan piagam dalam bahasa Indonesia, sedangkan perkataan 'treaty' dan 'agreement' lebih berkenaan dengan isi piagam atau 'charter' itu.

Namun, fungsinya sebagai dokumen resmi yang berisi pokok-pokok pedoman kenegaraan menyebabkan piagam itu tepat juga disebut sebagai konstitusi, seperti yang dilakukan oleh Montgomery Watt ataupun seperti yang dilakukan oleh Zainal Abidin Ahmad seperti tersebut di atas. Para pihak yang diikat dalam Piagam yang berisi perjanjian ini ada tiga belas, yaitu komunitas-komunitas yang secara eksplisit disebut dalam teks Piagam. Ketiga belas komunitas itu adalah: (i) kaum Mukminin dan Muslimin Muhajirin dari suku Quraisy Mekkah, (ii) Kaum Mukminin dan Muslimin dari Yatsrib, (iii) Kaum Yahudi dari Banu 'Awf, (iv) Kaum Yahudi dari Banu Sa'idah, (v) Kaum Yahudi dari Banu al-Hars, (vi) Banu Jusyam, (vii) Kaum Yahudi dari Banu Al-Najjar, (viii) Kaum Yahudi dari Banu 'Amr ibn 'Awf, (ix) Banu al- Nabit, (x) Banu al-'Aws, (xi) Kaum Yahudi dari Banu Sa'labah, (xii) Suku Jafnah dari Banu Sa'labah, dan (xiii) Banu Syuthaybah. Secara keseluruhan, Piagam Madinah itu berisi pasal keten- tuan.

Pasal, misalnya, menegaskan prinsip persatuan dengan menya- takan: "Innahum ummatan wahidatan min duuni al­naas" (Sesungguhnya mereka adalah umat yang satu, lain dari (komunitas) manusia yang lain). Dalam Pasal 44 ditegaskan bahwa "Mereka (para pendukung piagam) bahu membahu dalam menghadapi penyerang atas kota Yatsrib (Madinah)". Dalam Pasal 24 dinyatakan: "Kaum Yahudi me- mikul biaya bersama kamu mukminin selama dalam peperangan". Pasal 25 menegaskan bahwa: "Kaum Yahudi dari Bani 'Awf adalah satu umat dengan kaum mukminin". Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum mukminin agama mereka. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan yang jahat.

Hal demikian akan merusak diri dan keluar- ganya sendiri. Jaminan persamaan dan persatuan dalam keragaman itu demikian indah dirumuskan dalam Piagam ini, sehingga dalam menghadapi musuh yang mungkin akan menyerang kota Madinah, setiap warga kota ditentukan harus saling bahu membahu. Dalam hubungannya dengan perbedaan keimanan dan amalan keagamaan, jelas ditentukan adanya kebebasan beragama.

Bagi orang Yahudi agama mereka, dan bagi kaum mukminin agama mereka pula. Prinsip kebersamaan ini bahkan lebih tegas dari rumusan al-Quran mengenai prinsip "lakum diinukum walya diin" (bagimu agamamu, dan bagiku agamaku) yang menggunakan perkataan 'aku' atau 'kami' versus 'kamu'. Dalam piagam digunakan perkataan mereka, baik bagi orang Yahudi maupun bagi kalangan mukminin dalam jarak yang sama dengan Nabi. Selanjutnya, pasal terakhir, yaitu Pasal 47 berisi ketentuan penutup yang dalam bahasa Indonesianya adalah: "Sesungguhnya piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat. Orang yang keluar (bepergian) aman, dan orang berada di Madinah aman, kecuali orang yang zalim dan khianat. Allah adalah penjamin orang yang berbuat baik dan takwa. (tertanda Muhammad Rasulullah saw).

Previous
« Prev Post

Berikan Komentar Anda

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.