Oleh Tobias
Gombert
“Bukankah sosial demokrasi adalah istilah yang
secara otomatis menerangkan maknanya sendiri?
Sebuah istilah yang menyodorkan janji untuk selalu
berada dalam lingkup demokrasi serta membawa manfaat berupa kesetaraan secara sosial
bagi semua warga dalam sebuah sistem kemasyarakatan?
Bukankah halhal tersebut adalah sebuah
keniscayaan?“,
ungkap seseorang. „Sosial demokrasi?
Bukankah kita sudah memiliki sebuah sistem ekonomi
pasar sosial, yang dikembangkan dalam sebuah model Jerman?“, tanya yang lain. „Sosial demokrasi? Itu milik
SPD (Partai Sosial Demokrasi Jerman) dan, karena itu, menjadi kepedulian para
Sosial-demokrat1, baik perempuan maupun lakilaki. Itu adalah teori mereka“,
demikian pendapat orang ketiga. „Mengapa sosial demokrasi, bukan sosialisme
demokratis? Yang terakhir itu adalah istilah yang lazim digunakan“, ungkap
lainnya.
Paling lambat, sampai di sini, diskusi kita telah
menimbulkan kebingungan. Siapa yang benar?
Lagi-lagi sesuatu yang melelahkan dan tidak terlalu
membantu. Mengatasi itu, kita perlu menyepakati sebuah ‘bahasa bersama’
untuk memahami dan menjelaskan perbedaan posisi. Lebih dari itu, untuk
mencapai tujuan perlu dicari sebuah posisi bersama. Kembali ke
empat pertanyaan di atas terkait pengertian sosial demokrasi.
Semuanya mengacu pada hal penting terkait
diskusi tentang sosial demokrasi. Yang satu berbicara tentang landasan
dan persyaratan yang diharapkan atau yang seharusnya diberikan oleh
sosial demokrasi. Sementara yang lain berkutat lebih pada pertanyaan apa
yang sudah dilakukan, dibuktikan lewat uji empiris dalam masyarakat.
Sebaliknya yang ketiga bertanya siapa yang bisa
menjadi penyangga aspirasi sosial demokrasi dari masyarakat. Pertanyaan
ini pun sangat patut diajukan. Pihak keempat bertanya, apa keuntungannya
memakai istilah yang berbeda (sosial demokrasi) dari apa yang lazim
(sosialisme demokratis).
Pertanyaan ini juga mengacu pada apa yang
menjadi inti-sari sosial demokrasi dan apa yang membedakannya dari
konsep-konsep lain.
Siapapun yang ingin berbicara tentang sosial demokrasi,
harus terlebih dahulu memperjelas apa yang dimaksud, dan dengan siapa ia
berbicara.
Sosial demokrasi bukanlah sebuah istilah yang jelas
– orang mencitrakannya melalui berbagai anggapan dan pandangan yang berbeda.
Istilah ini tergantung pada pandangan masyarakat karena memang mempengaruhi
masyarakat dan oleh berbagai kelompok kepentingan dimanfaatkan atau
ditolak.
Empat pertanyaan di atas mensyaratkan keharusan
memperjelas defenisi tentang sosial demokrasi sebelum digunakan. Lebih
dari itu, kita juga harus memahami bentuk masyarakat yang pas dengan
istilah tersebut. Istilah „sosial demokrasi“ dalam berbagai diskusi
teori diformulasikan secara berbeda.
Tidak ada sebuah defenisi yang seragam, baku dan
mengikat. Lalu, apa dampak dari defenisi yang berbeda-beda itu?
Bila hal tersebut terkait diskusi ilmiah,
harus diperbandingkan antara landasan dan penjelasannya. Begitu pula,
perlu diuji alasan-alasan apa saja yang dipakai untuk menetapkan sebuah
defenisi serta membandingkannya dengan temuan lapangan.
Harus pula diuji apakah berbagai defenisi
itu saling bertolak-belakang satu dengan lainnya, begitu pula apakah
data-data lapangan sudah pas serta apakah sumber-sumber informasi
dianalisa secara tepat.
Secara ilmiah, pertanyaan tersebut penting. Namun,
bagi mereka yang secara profesional tidak berkecimpung dalam bidang
ilmiah, melainkan (dalam waktu waktu senggang) aktif mengikuti persoalan
sosial-politik, biasanya tidak terlalu memiliki waktu untuk secara
intensif mengulas persoalan teoretis. Bila demikian, apa yang harus
dilakukan tanpa harus mengesampingkan defenisi ilmiah serta
penjelasannya?
Anda akan menemukan berbagai pendekatan
politis dan ilmiah yang, secara sadar, dibeberkan dalam buku ini.
Karena orientasi hanya bisa dilakukan oleh diri
kita masing-masing – buku ini tidak bisa mengambil peran tersebut, ia
hanya bisa menjadi pemicu. Karena itu, selanjutnya kita akan coba
mengulas berbagai pendekatan yang berbeda.
Setiap dari kita akan menentukan, mana yang
menurutnya paling pas. Dari pertanyaan awal di atas, terdapat beberapa
hal yang bersifat normatif, karena mengajukan pertanyaan terkait
landasan dan nilai-nilai dasarsosial demokrasi; teoretis karena
mencermati teori sosial demokrasi; dan empiris karena membahas penerapan
sosial demokrasi di beberapa negara.
Berikan Komentar Anda