Jangan terlalu sibuk mengurus dunia hingga lupa bahwa hidup punya batas waktu. Hidup harus seimbang, menabunglah sekarang demi akhiratmu.
Home » » Fatwa Yang Berbahaya

Fatwa Yang Berbahaya

Oleh : O hasem

Seminar seperti ini sangat berbahaya karena sebagaimana biasa, fatwa pengkufuran Syi'ahakan disusul dengan fatwa yang menghalalkan darah kaum Syi'i. Dan mengarah pada ethniccleansing (pembersihan etnis) seperti yang terjadi di zaman Mu'awiyah dan masa-masasesudahnya.

Saya juga heran tatkala melihat istilah Ahlussunah wal Jama'ah. Apakah PERSIS, yang mengharamkan semua mazhab kecuali mazhabnya, dan Al-Irsyad yang Wahabi itu, juga termasuk Ahlussunah wal Jamaah? Lalu kaum NU, nahdhiyin, bermazhab apa? Apakah KH. Irfan Zidny MA dan KH. Moh.

Dawam Anwar merupakan wakil resmi NU? Kenapa saudara berdua membiarkan definisi Ahlussunah wal Jamaah dimanipulasi orang? Seharusnya saudara-saudara sudah tahu bahwa kaum Wahabi menolak tawassul, ziarah kubur, qunut, talqin, tahlil dan lain-lain, yang menjadi akidah Ahlussunah wal Jamaah.

Tahukah saudara-saudara, kalau tidak ada kaum nahdhiyin yang didukung oleh HOS. Cokroaminoto dan H. Agus Salim, maka kuburan Rasulullah SAWW sudah dibongkar? Tahukah saudara-saudara bahwa tempat kelahiran Rasulullah SAWW dijadikan kandang unta dan sekarang dijadikan pasar malam? Tahukah saudara-saudara berapa banyak tempattempat bersejarah Islam yang dimusnahkan oleh kaum Wahabi? Tahukah saudara-saudara apa motif pengkafiran terhadap Ustadz Husain Al-Habsyi dari Pesantren YAPI Bangil? Bukankah ini disebabkan karena Ustadz Husain menulis buku Lahirnya Mazhab Yang Mengharamkan Mazhab-mazhab untuk menjawab fatwa Hasan Bandung, pendiri PERSIS, yang mengharamkan taqlid? Kalau tidak dicegah M. Natsir, anggota PERSIS yang saya hormati, akan terjadi perdebatan hebat antara Ustadz Husain yang istiqomah dengan Hasan Bandung yang akan membuahkan hasil yang lebih jelas, yang membela pengikut mazhab Syafi'i dan mazhab Ahlussunah lain yang tentu saja melegakan Ahlussunah wal Jamaah, termasuk kaum nahdhiyin? Tahukah saudara, bahwa tatkala fitnah dijatuhkan pada Ustadz Husain, KH. Abdurrahman Wahid menangis?

Tahukah saudara-saudara bahwa orang-orang seperti saudara-saudaralah yang telah menyebabkan para pengikut keempat mazhab saling mengkafirkan sejak awal mazhabmazhab itu lahir? Tahukah saudara-saudara bahwa sejarahwan muslim paling terkenal, Thabari, telah dituduh kafir oleh orang-orang seperti saudara-saudara karena dituduh Syi'ah? Dan oleh karena itu beliau terpaksa dikuburkan didalam rumahnya? Karena saya tidak yakin saudara berdua mewakili NU, maka kata Ahlussunah atau Sunni dalam tulisan ini harus dibaca kaum Khawarij atau kaum Wahabi. Dan apakah saudara Drs. Nabhan Husein mewakili DDII? Lalu apa pekerjaan DDII sekarang?

Apakah saudara beranggapan DDII tidak konsisten lagi pada tugas dakwah yang menjadi tugas pokoknya? Dan saudara memilih untuk berkeliaran membuat fitnah yang mengatasnamakan DDII ini? Dan mendesak DDII agar memerangi sesama muslim, menyebar kebencian justru disaat-saat menjelang sidang MPR? Bukankah Mentri Agama berkali-kali mengingatkan kita agar membuka diri? Apakah mingguan Panji Masyarakat ingin menjadikan dirinya alat propaganda kaum Wahabi semata dan menyakiti golongan lain? Apakah saudara-saudara ingin mengaburkan pemikiran orang besar seperti HAMKA, perintis Panji Masyarakat, yang berkata tentang Syi'ah dan Sunnah: "Dalam beberapa ranting yang mengenai kepercayaan, terdapat perbedaan sedikitsedikit"? (HAMKA, Tafsir Al-Azhar I, Panji Mas, 1983, hal. 161).

Kebencian, hate, adalah alat pemersatu. Orang mudah dipersatukan dan dikerahkan untuk menghancurkan apa saja. Sedangkan cinta kasih punya faktor cemburu, dan orang tidak mau mencari teman untuk mencintai. Maka menyebarkan kebencian jelas bertentangan dengan demokrasi, Pancasila dan UUD '45.

Saya tidak percaya bahwa Drs. Nabhan Husein mewakili DDII karena saya tahu DDII sekarang dipimpin orang-orang muda yang berpikiran maju. Saya teringat pengalaman saya dengan seorang tokoh DDII. Sejak tahun 70-an saya bekerja di Puskesmas terpencil di Lampung. Selama itu Muhammad Natsir sering menyurati saya untuk membicarakan beberapa masalah. Saya mencintainya dan dia mencintai saya. Saudara Amien Rais dan Endang Syaifuddin menyurati saya untuk membuat artikel pada hari ulang tahun M. Natsir yang ke 70. Sayang saya terlalu sibuk di klinik masa itu sampai-sampai membaca koran saja rasanya sudah tidak ada waktu.

Saya menghormati pak Natsir dan menyesal tidak dapat menghadiri pemakamannya. Orang boleh berbeda mazhab tetapi tidak boleh memutuskan tali silaturrahmi. Karena saya tidak yakin Nabhan Husein sebagai wakil resmi DDII maka kata Ahlussunah atau Sunni dalam tulisan ini, sekali lagi, harus dibaca kaum Khawarij atau kaum Wahabi dan saya tidak menganggapnya mewakili DDII apalagi umat Islam, sampai ada bantahan dari DDII.

Meski pun saya dari keluarga besar NU tetapi sejak tahun 1952 saya aktif di Muhammadiyah sampai tahun 70-an karena harus bertugas di Puskesmas. Terakhir, sebelum ke Puskesmas di Lampung, saya aktif di organisasi Muhammadiyah Jawa Barat dan seringkali menjadi pembawa makalah di seminar-seminar Muhammadiyah. Kadang bersama Ir. Muhammadi, saya tidak tahu dimana beliau sekarang. Prof. Dr. Rudy Syarief serta saudara-saudara lain. Tahun 1952, saya mendirikan dan menjadi direktur SMP Muhammadiyah di Wawonasa, Manado.

Saya berdakwah, tetapi tidak pernah memikirkan untuk berkonfrontasi dengan sesama muslim. Alhamdulillah, Muhammadiyah tidak mengirim wakilnya dalam seminar yang memalukan itu. Tahun 1961 saya dan teman-teman membentuk YAPI (Yayasan Pendidikan Islam) di Surabaya. Saya mengusulkan, yang didukung Hadi A. Hadi, seorang pejuang dan memiliki beberapa bintang penghargaan, agar mengikutsertakan beberapa teman sebagai pengurus YAPI.

Kawan-kawan tersebut antara lain Dr. Muhammad Suherman dan Dr. Masduki Sulaiman dari Muhammadiyah, Sa'ad Nabhan dari Al-Irsyad, Ustadz Husain Al-Habsyi dari Al-Khairiyyah dan beberapa teman lain. Alhamdulillah kami bekerja dengan sangat baik. Saya juga aktif dalam PERSIS, atas ajakan almarhum H. Isa Anshari dan putra beliau Endang Syaifuddin almarhum, yang sangat saya cintai. Mudah-mudahan Allah merahmati mereka berdua. Saya heran mengapa PERSIS tidak pernah maju-maju dari dulu sampai sekarang.

Kalau dari sepuluh masalah, kita berbeda dalam tiga poin, mengapa kita tidak berjalan bersama-sama diatas tujuh poin? Berdakwah harus dilakukan dengan cinta kasih, dengan bijak, bukan dengan berpikir sektarian, mau benar sendiri dan menyebarkan kebencian.

Apakah saudara-saudara sedang belajar berdakwah? Saya pun hendak mengajak bicara saudara-saudara dari Al-Irsyad. Kita semua tahu saudarasaudara memulai pembaharuan dengan taqbil atau cium tangan dan kafa'ah. Saudara-saudara dianggap pembaharu. Bersyukurlah, dan tidak perlu mengungkit-ungkit riwayat organisasi Al-Irsyad yang 'berdarah'. Saudara-saudara adalah para pemuda yang sudah maju.

Mengapa pula harus mempertahankan organisasi sektarian ini sedang zaman telah berubah, zaman internet, tatkala orang sedang membicarakan kerukunan beragama dan menghindari pikiran-pikiran kepentingan kelompok, tribalism, termasuk keturunan Arab di Indonesia. Sekarang bukan zamannya lagi berbicara taqbil dan kafa'ah atau membicarakan bahwa keluarga Hasan tidak punya keturunan dan keluarga Husain semuanya sudah dibunuh di Karbala serta hasutan-hasutan yang mendirikan bulu roma. Indonesia berpenduduk orang-orang toleran. Sudah waktunya saudara-saudara meninggalkan 'darah Arab yang panas'. Dan meninggalkan kesetiaan ganda seperti kaum Zionis.

Mengapa tidak bergabung saja dengan Muhammadiyah, misalnya? Kalau saudara-saudara menolak cium tangan, betul orang Syi'ah mencium tangan ulamaulamanya yang saleh dan berilmu, yang mengajak umatnya mendekat pada Allah SWT. Mengenai kafa'ah, apa masalahnya? Kenapa kaum Syi'ah dianggap melakukan penyimpangan dan perusakan aqidah Ahlussunah? Mengapa Syi'ah dianggap meresahkan masyarakat dan sumber destabilisasi kehidupan bangsa dan negara Indonesia? Apa yang mereka lakukan? Bila saudara-saudara menanyai mahasiswa dan para pemikir Islam, mengapa membaca buku-buku Syi'ah, mereka akan mengatakan bahwa kehadiran buku-buku Syi'ah justru membangkitkan gairah mempelajari Islam.

Orang-orang yang anti Syi'ah sekali pun punya kesempatan mempelajari agama lebih dalam untuk 'menyerang' Syi'ah secara deskriptif dan tentu saja bukan normatif. Mereka tidak akan meminta pemerintah untuk melarang Syi'ah, suatu sifat buruk dari orang-orang yang tidak mau membaca, amat memprihatinkan. Dapatkah kita menyodorkan tulisan-tulisan tokoh PERSIS dan Al-Irsyad, misalnya, yang setingkat Ali Syari'ati atau Muthahhari? Apa yang terjadi, misalnya, jika buku sejenis 'Haji' karya Ali Syari'ati ditarik dari peredaran? Yang marah justru tokoh-tokoh Sunni!

 

Previous
« Prev Post

Berikan Komentar Anda

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.