Jangan terlalu sibuk mengurus dunia hingga lupa bahwa hidup punya batas waktu. Hidup harus seimbang, menabunglah sekarang demi akhiratmu.
Home » » Memahami Pluralisme Agama

Memahami Pluralisme Agama

Pengertian dan Perkembangan Pluralisme

Pluralisme  Agama  merupakan  pemikiran yang menganggap  bahwa  semua agama  adalah  jalan  yang  sama­sama  sah  menuju  Tuhan  yang  sama.  Jadi,  menurut  penganut  paham  ini,  semua  agama  adalah  jalan  yang  berbeda­beda  menuju  Tuhan  yang  sama.  Atau,  mereka  menyatakan,  bahwa  agama  adalah  persepsi  manusia yang relatif terhadap Tuhan yang mutlak, sehingga karena kerelativannya  maka setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim atau meyakini, bahwa agamanya lebih benar atau  lebih  baik dari agama  lain, atau  mengklaim  bahwa hanya agamanya sendiri  yang benar. Charles Kimball menjelaskan, salah satu ciri agama jahat (evil) adalah agama yang memiliki klaim kebenaran mutlak (absolute truth claim) atas agamanya sendiri.

Sudah sangat jelas bahwa faham Pluralisme agama  menganggap kebenaran  agama­agama  sebagai  kebenaran  relatif  dan  menempatkan  agama­agama  pada  posisi  ”setara”,  apapun  jenis  agama  itu.  Bahkan,  sebagian pemeluk Pluralisme mendukung paham sikretisasi agama. 

Salah  satu  teolog  Kristen  yang  terkenal  sebagai  pengusung  paham  Pluralisme,  yaitu Ernst  Troeltsch, dia  mengemukakan  tiga  sikap  populer  terhadap  agama­agama,  yaitu  (1)  semua  agama  adalah  relatif.  (2)  Semua  agama,  secara  esensial  adalah  sama.  (3)  Semua  agama  memiliki asal­usul psikologis yang umum. Yang dimaksud dengan “relatif”, ialah bahwa  semua  agama  adalah  relatif,  terbatas,  tidak  sempurna,  dan  merupakan  satu  proses  pencarian.  Karena  itu,  kekristenan  adalah  agama  terbaik  untuk  orang  Kristen, Islam  adalah  agama  terbaik  untuk  orang  Islam,  Hindu  adalah  terbaik  untuk  orang  Hindu.  Motto  kaum  Pluralis  ialah:  “pada  intinya,  semua  agama  adalah  sama,  jalan­jalan  yang  berbeda  yang  membawa  ke  tujuan  yang  sama. 

Tokoh lain penganut paham Pluralisme Agama terkemuka di kalangan Kristen,  yakni  Prof. John Hick,  menyatakan bahwa terminologi “religious pluralism” itu  merujuk pada suatu teori dari hubungan antara agama­agama dengan segala perbedaan  dan pertentangan klaim­klaim mereka. Pluralisme, secara ekplisit menerima posisi yang lebih radikal yang diaplikasikan oleh inklusivisme: yaitu satu pandangan bahwa agama­  agama besar mewujudkan persepsi, konsepsi, dan respon  yang berbeda­beda  tentang  “The Real” atau “The Ultimate”. Juga, bahwa tiap­tiap agama menjadi jalan untuk  menemukan keselamatan dan pembebasan. 

Dalam  tradisi  Kristen,  dikenal  tiga  cara  pendekatan  terhadap  agama  lain.  Pertama,  eksklusivisme,  yang  memandang  hanya  orang­ orang yang mendengar dan menerima Bibel Kristen yang akan diselamatkan. Di luar itu  tidak  selamat.  Kedua,  inklusivisme,  yang  berpandangan,  meskipun  Kristen  merupakan agama  yang  benar,  tetapi  keselamatan  juga  mungkin  terdapat  pada  agama  lain.  Ketiga, pluralisme, yang memandang semua agama adalah jalan yang sama­sama sah menuju inti dari  realitas  agama.  Dalam  pandangan  Pluralisme  Agama,  tidak  ada  agama  yang dipandang  lebih  superior  dari  agama  lainnya.  Semuanya  dianggap  sebagai  jalan  yang sama­sama sah menuju Tuhan.

Pluralisme Agama berkembang pesat dalam masyarakat Barat disebabkan  setidaknya oleh tiga hal: yaitu (1) trauma sejarah kekuasaan Gereja di Zaman  Pertengahan dan konflik Katolik­Protestan, (2) Problema teologis Kristen dan (3)  problema Teks Bibel. Ketika Gereja berkuasa di zaman pertengahan, para tokohnya telah  melakukan banyak kekeliruan dan kekerasan yang akhirnya menimbulkan sikap trauma  masyarakat Barat terhadap klaim kebenaran satu agama tertentu. 
Pluralisme Dimata Agama-Agama

Pluralisme Dalam Pandangan Katolik 

Menghadapi  serbuan  paham  Pluralisme  Agama  ini,  maka  para  tokoh  agama­ agama  tidak  tinggal  diam.  Paus  Yohannes  Paulus  II,  tahun  2000, mengeluarkan  Dekrit ‘Dominus  Jesus’. Penjelasan  ini,  selain  menolak  paham  Pluralisme  Agama,  juga  ditegaskan  kembali  bahwa  Yesus  Kristus  adalah  satu­satunya  pengantara  keselamatan  Ilahi  dan  tidak  ada  orang  yang  bisa  ke  Bapa  selain  melalui  Yesus.
Latar belakang dikeluarkannya Dekrit Dominus  Jesus dikarenakan ketidak setujuan Paus kepada para pemikir Pluralisme Agama, salah satu pemikirnya yaitu Frans  Magnis  Suseno yang mengatakan pluralisme  agama  itu  sesuai dengan  “semangat zaman”. Ia merupakan warisan filsafat Pencerahan 300 tahun lalu dan  pada  hakikatnya  kembali  ke  pandangan  Kant  tentang  agama  sebagai  lembaga  moral,  hanya  dalam  bahasa  diperkaya  oleh  aliran­aliran  New  Age  yang,  berlainan  dengan  Pencerahan,  sangat  terbuka  terhadap  segala  macam  dimensi  “metafisik”,  “kosmis”, “holistik”,  “mistik”,  dsb.  Pluralisme  sangat  sesuai  dengan  anggapan  yang  sudah  sangat  meluas  dalam  masyarakat  sekuler  bahwa  agama  adalah  masalah  selera,  yang  termasuk  “budaya  hati”  individual,  mirip  misalnya  dengan  dimensi  estetik,  dan  bukan  masalah kebenaran.  Mengkliam  kebenaran  hanya  bagi  diri  sendiri  dianggap  tidak  toleran.  Kata  “dogma”  menjadi  kata  negatif.  Masih  berpegang  pada  dogma­dogma  dianggap ketinggalan zaman. 

Pluralisme Dalam Pandangan Protestan

Berbeda dengan agama Katolik yang memilik pemimpin tertinggi dalam hirarkis Gereja  (Paus),  dalam  kalangan  Protestan  tidak  bisa  ditemukan  satu  sikap  yang  sama  terhadap  paham  Pluralisme  Agama.  Teolog­teolog  Protestan  banyak  yang  menjadi  polopor paham ini. Meskipun demikian, dari kalangan Protestan, juga muncul tantangan keras  terhadap  paham  Pluralisme  Agama. 

Seperti yang dilakukan oleh pemikir protestan Indonesia Poltak YP Sibarani&Bernard Jody A. Siregar, dalam buku Beriman dan Berilmu:  Panduan Pendidikan Agama Kristen untuk Mahasiswa, menjelaskan: Pluralisme  bukan  sekedar  menghargai  pluralitas  agama  tetapi  sekaligus menganggap  (penganut)  agama  lain  setara  dengan  agamanya.  Ini  adalah  sikap yang  mampu  menerima  dan  menghargai  dan  memandang  agama  lain  sebagai  agama  yang  baik  dan  benar,  serta  mengakui  adanya  jalan  keselamatan  di  dalamnya. Di satu pihak, jika tidak berhati­hati, sikap ketiga ini dapat berbahaya  dan  menciptakan  polarisasi  iman.  Artinya,  keimanannya  atas  agama  yang  diyakininya  pada  akhirnya  bisa  memudar  dengan  sendirinya,  tanpa  intervensi pihak lain. 

Sebuah kajian dan kritik yang serius terhadap paham Pluralisme Agama dilakukan oleh Pendeta Dr. Stevri I. Lumintang, seorang pendeta di Gereja Keesaan Injil Indonesia. Dijelaskan bahwa Pluralisme  adalah  suatu  tantangan  sekaligus  bahaya  yang  sangat  serius  bagi kekristenan.  Karena  pluralisme  bukanlah  sekedar  konsep  sosiologis, anthropologis, melainkan konsep filsafat agama yang bertolak bukan dari Alkitab, melainkan  bertolak dari  fakta kemajemukan  yang diikuti oleh tuntutan toleransi, dan diilhami oleh keadaan sosial­politik yang didukung oleh kemajemukan etnis, budaya  dan  agama ;  serta  disponsori  oleh  semangat  globalisasi  dan  filsafat relativisme  yang  mengiringinya.  Pluralisme  secara  terang­terangan  menolak konsep kefinalitasan,  eksklusivisme  yang  normatif,  dan  keunikan  Yesus  Kristus. Kristus  bukan  lagi  satu­satunya  penyelamat,  melainkan  salah  satu  penyelamat. Inilah  pluralisme,  dan  disinilah  letaknya  kehancuran  kekristenan  masa  kini, sekalipun  pada  hakikatnya  kekristenan  tidak  akan  pernah  hancur. 

Pluralisme Dalam Pandangan Islam

Jika kita membicarakan tentang pluralisme dalam islam, sungguh sangat banyak pendapat baik yang pro ataupun yang kontra kepada pluralisme agama. Saya hanya sedikit menjelaskan apa yang saya pahami saja sebagai seorang muslim mengenai pluralisme agama. Pluralisme agama (semua agama sama) bertentangan dengan ajaran Islam sebab dengan paham tersebut dakwah Islam menjadi terputus, syariah Islam terhapus, bahkan akidah Islam tergerus. 

Mengakui kebenaran semua agama, adalah paham syirik, karena mencampuradukan yang hak dan yang bathil, dan menodai tawhid Islam. Paham seperti ini meremehkan ayat-ayat al-Qur'an yang mengkritik kepercayaan agama lain yang dinilai Islam telah menyimpang, seperti kepercayaan kaum Kristen bahwa "Allah mempunyai anak". Padahal Al-qur'an memandang serius penyimpangan yang dilakukan kaum Nasrani dalam pemahaman konsep Tuhan mereka. Hal yang paling mendasar dan sangat bertentangan antara Islam dengan agama lain adalah Tuhan yang disembah berbeda dan tata cara penyembahannya pun berbeda. hal inipun menafikan ayat Qur'an pada surat Ali Imran yang menjelaskan bahwa Agama yang di ridhai Allah hanyalah Islam.

Saya setuju dengan fatwa MUI tentang sesatnya paham Pluralisme karena sangat masuk akal bahwa dijelaskan ketika orang berpandangan bahwa semua agama adalah sama, maka orang akan bebas untuk keluar masuk agama sesuai dengan keinginan nafsunya tanpa memperhatikan rambu-rambu yang telah diatur dalam syari'at agama Islam seperti kebolehan untuk menjadi murtad. Tentu ketika MUI mengeluarkan fatwa tersebut, merupakan salah satu langkah perpentif guna pembentengan akidah umat dari pengikisan akidah dan telah mempertimbangkan berbagai aspek baik aspek teologis, sosiologis, budaya, politik dan syariat dalam Islam. Dalam lembaga MUI pun berkumpul 300 lebih para pemikir, cendikiawan, umara dan para ulama Islam yang diyakini oleh penulis mempunyai kredibilitas dan wawasan keagaman serta kebangsan yang luas. Lebih-lebih lagi paham ini telah ditolak dalam Konprensi Organisasi Islam Dunia.

Previous
« Prev Post

1 Komentar

  1. Ketika Rasulullah Saw. menantang berbagai keyakinan bathil dan pemikiran rusak kaum musyrikin Mekkah dengan Islam, Beliau dan para Sahabat ra. menghadapi kesukaran dari tangan-tangan kuffar. Tapi Beliau menjalani berbagai kesulitan itu dengan keteguhan dan meneruskan pekerjaannya.

    ReplyDelete

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.