Jangan terlalu sibuk mengurus dunia hingga lupa bahwa hidup punya batas waktu. Hidup harus seimbang, menabunglah sekarang demi akhiratmu.
Home » » Sejarah Kehidupan Imam Jafar Shadiq

Sejarah Kehidupan Imam Jafar Shadiq

Nama : Ja’far
Gelar : Ash-Shadiq
Jlillikan : Abu Abdillah
Ayah : Muhammad al-Baqir
lbu : Fatimah
Tcmpat/Tgl Lahir : Madinah, Senin 17 Rabiul Awal 83 H.
Hari/Tgl Wafat : 25 Syawal 148 H.
Umur : 65 Tahun
Sebab Kematian : Diracun Manshur al-Dawaliki
Makam : Baqi’, Madinah
Jumlah Anak : 10 orang; 7 laki-laki, 3 perempuan
Anak Laki-laki : Ismail, Abdullah, al-Afthah, Musa al-Kadzim, Ishaq, Muhammad al-Dhibbaja, Abbas, Ali
Anak Perempuan : Fatimah, Asma, Ummu Farwah


Kelahiran Imam Ja‘far Ash-Shadiq

Imam Ja‘far Ash-Shadiq as lahir pada 17 Rabiul Awal 80 Hijriah di Madinah Al-Munawwarah. Ayah beliau adalah Imam Muhammad Al-Baqir as dan ibunya bernama Ummu Farrah, putri Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar.

Bercerita tentang sang ibu, beliau menuturkan, “Ibundaku adalah wanita beriman, bertakwa, dan senantiasa berbuat baik, karena sesungguhnya Allah SWT mencintai orang yang senantiasa berbuat baik.”

Imam Ja‘far Ash-Shadiq as hidup sezaman dengan datuknya, Imam Ali Zainal Abidin as selama 15 tahun dan dengan ayahnya, Imam Muhammad Al-Baqir as selama 34 tahun.

Beliau memiliki beberapa gelar terhormat, di antaranya Ash-Shabir (sang penyabar), Al-Fadhl (sang utama), dan At-Thahir (sang suci). Gelar beliau yang paling masyhur adalah Ash-Shadiq (sang jujur). Seluruh gelar tersebut menunjukkan kemuliaan dan keutamaan akhlak beliau.

Beliau sempat menyaksikan datuknya Imam Husain as. Beliau juga menyaksikan kezaliman Bani Umayyah yang justru meruntuhkan kekuasaan mereka sendiri, sekaligus membukakan jalan bagi Bani Abbasiyah yang mengatasnamakan Ahlulbait untuk mengajak masyarakat bangkit melawan Bani Umayyah. Namun, ketika berhasil meruntuhkan kekuasaan Bani Umayyah, mereka malah lebih menumpahkan kebenciannya kepada Ahlulbait as.

Imam Ja‘far as hidup di bawah pemerintahan zalim Bani Umayyah selama kurang-lebih 40 tahun, dan hidup pada masa permerintahan Abbasiyah selama sekitar 20 tahun. Selama itu, beliau menghindar dari kehidupan politik. Sementara pemikiran syirik dan penyelewengan berkembang pesat, beliau lebih banyak menghabiskan waktunya pada pengajaran agama, pendidikan akhlak, dan akidah di tengah masyarakat.

Kondisi yang berkembang waktu itu telah menuntut Imam Ja‘far as untuk berjuang melawan pemikiran syirik, sehingga pada masa beliaulah mazhab Ahlulbait sesungguhnya mengalami perkembangan pesat.

Revolusi Kultural Ja‘far Ash-Shadiq

Era Imam Shadiq as merupakan masa yang penuh dengan peristiwa penting dalam sejarah Islam. Sebab proses peralihan kekuasaan dari dinasti Umayah ke dinasti Abbasiyah di masa itu menyisakan beragam dampak sosial dan politik. Di sisi lain, masyarakat muslim di zaman itu berhadapan langsung dengan perkembangan pelbagai bentuk ideologi dan aliran teologi dan filsafat. Atmosfer kebangkitan ilmiah terasa sangat kental sekali yang dibarengi dengan maraknya penyebaran dan penerjemahan pemikiran filsafat dan teologi dari dunia luar, seperti Yunani dan Persia.

Tentu saja, kebangkitan ilmiah yang demikian pesat itu juga memunculkan beragam penyimpangan pemikiran dan akidah. Kondisi tersebut niscaya membuat misi dakwah Imam Shadiq memikul tanggung jawab yang besar. Dari satu sisi, masyarakat di masa itu mulai condong kepada pemikiran ateisme dan materialisme. Sementara di sisi lain, Imam Shadiq as harus mempertahankan Islam dari pelbagai penyimpangan dan kesalahan interpretasi.

Dalam kondisi yang sangat sensitif inilah, Imam Shadiq as melancarkan gerakan revolusi kultural Islam. Gerakan ini ditandai dengan keberhasilan mencetak lebih dari 4 ribu ilmuan dan ulama terkemuka dalam pelbagai bidang. Masing-masing memiliki spesialisasi dalam bidang keilmuan tertentu. Mereka pun disebar ke berbagai penjuru negeri-negeri muslim. Ibarat kata, murid-murid Imam Shadiq as laksana kobaran pelita yang menerangi sudut-sudut dunia Islam. Gerakan revolusi kultural dan revitalisasi pemikiran Islam oleh Imam Shadiq ini berhasil membuka ufuk baru kebangkitan ilmiah di kalangan masyarakat muslim.

Lewat gerakan revolusi keilmuannya itu, Imam Shadiq as menghimpun pemikiran orisinal Islam, terutama dalam masalah fiqh dan kalam serta mendidik para ilmuan dan ulama. Beragam khazanah ilmiah di bidang ahlak, fiqh, tafsir, dan kalam serta ilmu-ilmu lainnya yang bisa kita akses hingga kini merupakan hasil dari jerih payah dan perjuangan Imam Shadiq. Di mata para pemikir dan ulama dari berbagai mazhab, madrasah pemikiran Imam Shadiq as berdiri di atas landasan yang kokoh. Ulama terkemuka Ahlusunnah, Ahmad Zaki Saleh, menuturkan, "Mazhab Syiah yang dipelopori Imam Ja'far Shadiq as merupakan mazhab pertama yang membangun persoalan keagamaan di atas landasan rasional. Semangat ilmiah di mazhab ini sangat terasa kental melebihi mazhab-mazhab lainnya".

Salah satu ciri khas gerak dakwah Imam Shadiq as adalah perdebatan ilmiah beliau dengan para pemikir dari berbagai kelompok dan aliran, termasuk kalangan ateis di zaman itu. Penguasaan Imam Shadiq as terhadap pelbagai ilmu pengetahuan, menjadikan beliau sebagai tokoh yang sulit dibantah argumentasi-argumentasi ilmiahnya.

Imam Shadiq as mendidik murid-murid besar di antaranya Hisyam bin Hakam, Muhammad bin Muslim dan Jabir bin Hayan. Sejarah menyebutkan bahwa murid-murid Imam Shadiq as mencapai 4000 orang. Sebagian dari mereka memiliki berbagai karya ilmiah yang tiada tara di zamannya. Misalnya Hisyam bin Hakam, pakar teologi Islam, menulis 31 buku. Jabir bin Hayan yang dikenal sebagai bapak kimia menulis lebih dari 200 buku dan pada abad pertengahan, karya tersebut diterjemahkan ke berbagai bahasa Eropa. Mufadhal juga merupakan salah satu murid terkemuka Imam Shadiq as yang menulis buku "Tauhid Mufadhal".

Abu Hanifah, pemimpin mazhab Hanafi mengungkapkan kalimat indah tentang keagungan Imam Shadiq as. Abu Hanifah sendiri merupakan cendekiawan yang terkenal di masa itu. Suatu hari Khalifah Mansur yang begitu dengki dengan keagungan Imam Shadiq as mengusulkan kepada Abu Hanifah untuk menggelar ajang debat dengan Imam Shadiq. Khalifah meminta Abu Hanifah merancang pertanyaan yang sulit sehingga dengan cara itu pamor Imam Shadiq as diharapkan akan turun ketika tak bisa menjawabnya.

Abu Hanifah mengatakan, "Aku telah siapkan 40 pertanyaan yang sulit kemudian aku menemui Mansur. Saat itu Imam Shadiq as juga berada dalam pertemuan tersebut. Ketika melihatnya aku begitu terpesona hingga aku tidak bisa menjelaskan perasaanku di waktu itu. 40 masalah aku tanyakan kepada Ja'far bin Muhammad. Beliau menjelaskan masalah tersebut tidak hanya dari pandangannya sendiri namun ia mengungkapkan pandangan berbagai mazhab. Di sebagian masalah ada yang sepakat dengan kami dan sebagian bertentangan. Terkadang beliau menjelaskan pula pandangan yang ketiga. Ia menjawab 40 soal yang aku tanyakan dengan baik dan terlihat sangat menguasainya hingga aku sendiri terpesona oleh jawabannya. Harus kuakui, tidak pernah kulihat orang yang lebih faqih dan lebih pandai selain Ja'far bin Muhammad. Selama dua tahun aku berguru padanya. Jika dua tahun ini tidak ada, tentu aku celaka".

Malik bin Anas, pendiri mazhab Maliki juga pernah menjadi murid Imam Shadiq as. Malik berkata, Imam Shadiq selalu senyum lembut. Aku tidak pernah melihat beliau mengatakan sesuatu yang sia-sia. Ketakutan kepada Tuhan menyelimuti jiwanya. Setiap kali aku menemuinya, beliau selalu menghamparkan alas tempat duduknya untukku.

Kemuliaan akhlak Imam Shadiq as senantiasa menjadi buah bibir umat Islam di masa itu. Sejarawan Islam, Ibnu Khalakan menuturkan, "Imam Shadiq as merupakan salah seorang keturunan Rasulullah dan tokoh utama Ahlul Bait as. Ia dijuluki dengan gelar Al-Shadiq, sebab setiap apa yang diucapkannya adalah kejujuran dan kebenaran. Keutamaan beliau melebihi apa yang bisa dilukiskan oleh lisan".

Imam as juga dikenal sebagai sosok yang sangat penyayang dan dermawan. Kefasihan dan ketrampilan beliau dalam bertutur kata, sangat mengagumkan dan memikat siapapun yang mendengarnya. Meski beliau senantiasa menjadi pihak yang unggul dalam setiap perdebatan ilmiah, namun Imam tetap bersikap rendah hati dan sangat bijaksana kepada lawan-lawan debatnya.

Kadang di tengah teriknya musim panas, Imam Shadiq as tetap bertani di ladangnya. Beliau berkata, "Jika dalam keadaan seperti ini, aku menemui Tuhanku, niscaya aku akan bahagia".

Kendati Imam Shadiq as adalah pemimpin umat dan tokoh yang terpandang, namun kehidupan beliau sangat merakyat. Suatu ketika, kota Madinah dilanda masa kekeringan dan masyarakat mengalami kekurangan gandum. Kepada pembantunya yang bernama Mu'tab, Imam berkata, "Berapa banyak kita punya gandum di rumah?". Mu'tab menjawab, "Cukup untuk kebutuhan beberapa bulan". Beliau pun segera memerintahkannya untuk menjual seluruh gandumnya. Mu'tab pun segera menjual seluruh gandumnya ke pasar Madinah. Setibanya di rumah, Imam Shadiq berkata, "Mulai saat ini, buatlah rotiku dari gandum yang dibeli dari pasar. Roti rumah ini harus seperti roti orang kebanyakan, separuh dari gandum dan separuh lagi dari barli (sejenis gandum kualitas rendah)."

Setiap kali ada kesempatan, Imam Shadiq as selalu melakukan perlawanan terhadap pemimpin zalim dengan senjata ilmu dan penanya. Imam berkata, "Barang siapa yang memuji pemimpin zalim dan tunduk di hadapannya agar mendapatkan keuntungan dari pemimpin tersebut, maka ia akan berada dalam kobaran api neraka bersama pemimpin zalim itu".

Sebagaimana disebutkan dalam sejarah, Imam Shadiq adalah manusia yang paling rendah hati di kalangan masyarakatnya. Kaum papa dengan mudah menyampaikan keperluannya kepada beliau dan beliaupun memenuhi keperluan mereka dengan kasih sayang. Sikap mulia dan merakyat Imam Shadiq ini, makin meningkatkan kesadaran politik dan sosial masyarakat. Tentu saja hal tersebut menyulut kekhawatiran para pemimpin zalim dinasti Abbasiyah. Khalifah Mansur pun merasakan posisinya makin terancam. Lalu, ia meracuni Imam Shadiq as hingga akhirnya beliau pun gugur syahid pada tahun 148 H.

Program-program Ja‘far Ash-Shadiq

(dalam Menyebarkan Islam) Imam Shadiq a.s. telah memusatkan seluruh tenaga dan pikirannya dalam bidang keilmuan, dan hasilnya, ia berhasil membentuk sebuah “hauzah” pemikiran yang telah berhasil mendidik fuqaha` dan para pemikir kaliber dunia. Dengan demikian, ia telah meninggalkan warisan ilmu yang sangat berharga bagi umat manusia. Di antara murid-muridnya yang ternama adalah Hisyam bin Hakam, Mukmin Ath-Thaaq, Muhammad bin Muslim, Zurarah bin A’yan dan lain sebagainya.

Gebrakan ilmiah Imam Shadiq a.s. telah berhasil menguasai seluruh penjuru negeri Islam sehingga keluasan ilmunya dikenal di seluruh penjuru negara dan menjadi buah bibir masyarakat.

Abu Bahar Al-Jaahizh berkata: “Imam Shadiq telah berhasil menyingkap sumber-sumber ilmu di muka bumi ini dan membuka pintu ilmu pengetahuan bagi seluruh umat manusia yang sebelumnya belum pernah terjadi. Dengan ini, ilmu pengetahuannya menguasai seluruh dunia”.

Tujuan utama kegiatan ilmiah dan budaya Imam Shadiq a.s. adalah menyelamatkan umat manusia dari jurang kebodohan, menguatkan keyakinan mereka terhadap Islam, mempersiapkan mereka untuk melawan arus kafir dan syubhah yang menyesatkan dan menangani segala problema yang muncul dari ulah penguasa waktu itu.

Usaha Imam Shadiq a.s. tersebut dari satu sisi adalah untuk melawan arus rusak akibat situasi politik yang terjadi pada masa dinasti Bani Umaiyah dan Bani Abasiyah. Penyelewengan akidah yang terjadi pada masa itu banyak difaktori oleh penerjemahan buku-buku berbahasa Yunani, Persia dan India, dan bermunculannya aliran-aliran berbahaya seperti Ghulat, kaum zindiq, pemalsu hadis, ahlur raiy dan tasawuf. Aliran-aliran inilah yang telah menyiapkan lapangan bagi tumbuhnya banyak penyelewengan saat itu. Imam Shadiq a.s. melawan mereka, dan dalam bidang keilmuan, ia mengadakan dialog terbuka dengan mereka sehingga alur pemikiran mereka diketahui oleh khalayak ramai.

Dan dari sisi lain, ia juga dengan usahanya tang tak kenal lelah– telah berhasil menyebarkan akidah yang benar dan hukum-hukum syariat, memasyarakatkan ilmu pengetahuan dan mempersiapkan para ilmuwan guna mendidik masyarakat.

Imam Shadiq a.s. menjadikan masjid Rasulullah SAWW di Madinah sebagai pusat kegiatan. Masyarakat datang berbondong-bondong dari berbagai penjuru untuk menanyakan berbagai masalah dan mereka tidak pulang dengan tangan kosong.

Di antara “figur-figur” yang pernah menimba ilmu dari Imam Shadiq a.s. adalah Malik bin Anas, Abu Hanifah, Muhammad bin Hasan Asa-Syaibani, Sufyan Ats-Tsauri, Ibnu ‘Uyainah, Yahya bin Sa’id, Ayub As-Sijistani, Syu’bah bin Hajjaj, Abdul Malik bin Juraij dan lain-lain.

Imam Shadiq a.s. memerintahkan kepada para pengikutnya untuk tidak berlindung kepada penguasa zalim dan melarang mereka untuk mengadakan kerja sama dalam bentuk apa pun dengannya. Ia juga mewasiatkan kepada mereka untuk melakukan taqiyah supaya para musuh tidak menyoroti gerak-gerik mereka.

Imam Shadiq a.s. menganjurkan kepada semua masyarakat untuk mendukung perlawanan yang dipelopori oleh Zaid bin Ali melawan dinasti Bani Umaiyah. Ketika berita kematian Zaid bin Ali sampai ke telinganya, ia sangat terpukul dan sedih. Ia memberikan santunan kepada setiap keluarga yang suaminya ikut berperang bersama Zaid bin Ali sebesar 1000 Dinar. Begitu juga, ketika pemberontakan Banil Hasan a.s. mengalami kekalahan total, ia sangat sedih dan menyayangkan ketidakikutsertaan masyarakat dalam pemberontakan tersebut. Meskipun demikian, ia enggan untuk merebut kekuasaan. Hal ini ditangguhkannya sehingga umat betul-betul siap untuk mengadakan sebuah perombakan besar-besaran, ia dapat menyetir alur pemikiran yang berkembang di tengah-tengah masyarakat dan dapat memperbaiki realita politik dan sosial yang sudah betul-betul bobrok.

Ja‘far Ash-Shadiq Dalam Kaca Mata Orang Lain

Fuqaha` dan para ilmuwan yang hidup pada masa Imam Shadiq a.s. serta mereka yang hidup sesudah itu memujinya dengan penuh keagungan dan keluasan ilmu pengetahuan. Mereka antara lain:

a. Abu Hanifah, pemimpin dan imam mazhab Hanafiah. Ia berkata: “Aku tidak pernah melihat orang yang lebih alim dari Ja’far bin Muhammad”. Dalam kesempatan lain ia juga berkata: “Jika tidak ada dua tahun (belajar kepada Ja’far bin Muhammad), niscaya Nu’man akan celaka”. Nama asli Abu Hanifah adalah Nu’man bin Tsabit.

b. Malik, pemimpin dan imam mazhab Malikiah. Ia pernah berkata: “Beberapa waktu aku selalu pulang pergi ke rumah Ja’far bin Muhammad. Aku melihatnya selalu mengerjakan salah satu dari tiga hal berikut ini: mengerjakan shalat, berpuasa atau membaca Al Quran. Dan aku tidak pernah melihatnya ia menukil hadis tanpa wudhu`”.

c. Ibnu Hajar Al-Haitsami berkata: “Karena ilmunya sering dinukil oleh para ilmuwan, akhirnya ia menjadi buah bibir masyarakat dan namanya dikenal di seluruh penjuru negeri. Para pakar (fiqih dan hadis) seperti Yahya bin Sa’id, Ibnu Juraij, Malik, Sufyan Ats-Tsauri, Sufyan bin ‘Uyainah, Abu Hanifah, Syu’bah dan Ayub As-Sijistani banyak menukil hadis darinya”.

d. Abu Bahar Al-Jaahizh berkata: “Ilmu pengetahuan Ja’far bin Muhammad telah menguasai seluruh dunia. Dapat dikatakan bahwa Abu Hanifah dan Sufyan Ats-Tsauri adalah muridnya, dan hal ini cukup untuk membuktikan keagungannya”.

e. Ibnu Khalakan, seorang sejarawan terkenal menulis: “Dia adalah salah seorang imam dua belas mazhab Imamiah dan termasuk salah seorang pembesar keluarga Rasulullah yang karena kejujurannya ia dijuluki dengan ash-shadiq. Keutamaan dan keagungannya sudah dikenal khalayak ramai sehingga tidak perlu untuk dijelaskan. Abu Musa Jabir bin Hayyan Ath-Thurthursi adalah muridnya. Ia menulis sebuah buku sebanyak seribu halaman yang berisi ajaran-ajaran Ja’far Ash-Shadiq dan memuat lima ratus pembahasan”.

Berbakti kepada Ibu

Seorang pemuda beragama Nasrani (Kristen) yang baru saja masuk Islam menjumpai Imam Ja‘far Ash-Shadiq. Imam memanggilnya dan berkata, “Katakanlah apa yang kau butuhkan?”

Pemuda itu berterus terang, “Sesungguhnya ayah dan ibuku serta seluruh keluargaku beragama Nasrani. Ibuku matanya buta dan aku hidup bersama dengan mereka dan makan dari bejana mereka.”

Imam as berkata, “Apakah mereka makan daging babi?”

Pemuda itu menjawab, “Tidak.”

Imam as berkata, “Makanlah bersama mereka, dan aku wasiatkan kepadamu untuk tidak merasa berat dalam berbuat baik kepada ibumu, dan penuhilah segala keperluannya.”

Pemuda itu kembali ke Kufah. Setibanya di rumah, sang ibu mendapatinya begitu patuh dan saleh, berbeda dengan kondisi sebelumnya.

Dia berkata, “Wahai anakku, kau tidak pernah melakukan hal seperti ini ketika kau masih memeluk agama Nasrani. Lalu gerangan apakah semua yang kuliat ini semenjak kau berpindah agama dan masuk Islam?”

Pemuda itu menjawab, “Aku diperintahkan melakukan semua ini oleh seorang laki-laki dari keturunan Nabi Muhammad saw.”

“Apakah dia seorang nabi?”, tanya sang ibu.

Pemuda itu menjawab, “Bukan, ia hanyalah keturunan nabi.”

Akhirnya, sang ibu pun mengakui, “Agamamu sungguh sebaik-baik agama. Ajarkanlah agamamu kepadaku.”

Lalu pemuda itu menyambut permintaannya, hingga ia pun masuk Islam dan menunaikan salat sesuai yang diajarkan anaknya yang saleh itu.

Mazhab Ja‘fariyah

Mazhab Ahlulbait as berkembang pada masa Imam Ja‘far as, dan pengikutnya terus bertambah pesat, sehingga masyarakat lebih mengenal mazhab Syi‘ah dengan mazhab Ja‘fariyah, yaitu nama yang diambil dari Imam Ja‘far Ash-Shadiq as.

Tentu saja tidak bisa dipungkiri, bahwa mazhab Ja‘fariyah adalah Mazhab Imam Ali bin Abi Thalib as yang telah dikhianati dan dibunuh oleh kaum Khawarij, mazhab yang menyebabkan Imam Hasan as tewas diracun oleh Muawiyah, mazhab yang menyebabkan Imam Husain as mencapai syahadahnya pada Hari Asyura (di padang karbala pada 10 Muharram).

Rasulullah saw telah mewasiatkan kepada kaum muslimin untuk berpegang teguh pada kitab Allah dan keluarga beliau (Ahlulbait as). Sayang sekali, kaum muslimin telah melupakan wasiat tersebut. Ada sebagian yang telah menyimpang jauh sampai merampas hak kepemimpinan mereka dan menyebarkan kerusakan dan kezaliman. Ada pula penguasa-penguasa yang mengasingkan mereka dan para pengikutnya, bahkan tak segan-segan membunuh dan merencanakan kekejian terhadap mereka, seperti yang terjadi di Karbala.

Kaum muslimin mulai menyadari bahwa sikap menyia-nyiakan wasiat Rasulullah saw itu merupakan kerugian besar. Pada saat yang sama, mereka takut terhadap ancaman penguasa, bahkan ada di antara mereka yang menyembunyikan kepercayaan dan kesetiaannya kepada Ahlulbait as demi keselamatan hidupnya.

Mutiara Hadis Imam Ja‘far as

1. Mengecek diri setiap hari

“Seyogianya setiap muslim yang mengenal kami (Ahlul Bayt) untuk mengecek setiap amalannya setiap hari dan malam. Dengan demikian ia telah mengontrol dirinya. Jika ia merasa berbuat kebaikan, maka berusahalah untuk menambahnya, dan jika ia merasa mengerjakan keburukan, maka beristigfarlah supaya ia tidak hina di hari kiamat”.

2. Istiqamah

“Jika Syi’ah kami mau beristiqamah, niscaya malaikat akan bersalaman dengan mereka, awan akan menjadi pelindung mereka (dari terik panas matahari), bercahaya di siang hari, rezekinya akan dijamin dan mereka tidak akan meminta apa pun kepada Allah kecuali Ia akan mengabulkannya”.

3. Akibat menipu dan dengki

“Barang siapa yang menipu, menghina dan memusuhi saudaranya (seiman), maka Allah akan menjadikan neraka sebagai tempat kembalinya. Dan barang siapa merasa dengki terhadap saudaranya, maka imannya akan meleleh sebagaimana garam meleleh (di dalam air)”.

4. Wara’, usaha dan menolong mukminin

“Janganlah kalian terbawa arus mazhab dan aliran! Demi Allah, berwilayah kepada kami tidak akan dapat digapai kecuali dengan wara`, usaha yang keras di dunia, dan menolong saudara-saudara seiman. Dan tidak termasuk Syi’ah kami orang yang menzalimi orang lain”.

5. Hasil percaya kepada Allah

“Barang siapa yang percaya kepada Allah, maka Ia akan menjamin segala yang diinginkannya, baik yang berkenaan dengan urusan dunia maupun akhiratnya, dan akan menjaga baginya apa yang sekarang tidak ada di tangannya. Sungguh lemah orang yang enggan membekali diri dengan kesabaran untuk menghadapi sebuah bala`, tidak mensyukuri nikmat dan tidak mengharapkan kelapangan di balik sebuah kesulitan”.

6. Praktek akhlak

“Bersilaturahmilah kepada orang yang memutus tali hubungan denganmu, berikanlah orang yang enggan memberimu, berbuat baiklah kepada orang yang berbuat jahat kepadamu, ucapkanlah salam kepada orang yang mencelamu, berbuat adillah kepada orang yang memusuhimu, maafkanlah orang yang menzalimimu sebagaimana engkau juga ingin diperbuat demikian. Ambillah pelajaran dari pengampunan Allah yang telah mengampunimu. Apakah engkau tidak melihat matahari-Nya menyinari orang yang baik dan orang yang jahat dan air hujan-Nya turun kepada orang-orang yang saleh dan bersalah?”.

7. Pelan-pelan!

“Pelankanlah suaramu, karena Allah yang mengetahui segala yang kau simpan dan tampakkan. Ia telah mengetahui segala yang engkau inginkan sebelum kalian meminta kepada-Nya”.

8. Surga dan neraka adalah kebaikan dan keburukan sejati

“Segala kebaikan ada di depan matamu dan segala keburukan juga ada di depan matamu. Engkau tidak akan melihat kebaikan dan keburukan (sejati) kecuali di akhirat. Karena Allah azza wa jalla telah menempatkan semua kebaikan di surga dan semua keburukan di neraka. Hal itu dikarenakan surga dan nerakalah yang akan kekal”.

9. Wajah Islam

Islam itu telanjang. Bajunya adalah rasa malu, hiasannya adalah kewibawaan, harga dirinya adalah amal saleh dan tonggaknya adalah wara`. Segala sesuatu memiliki asas, dan asas Islam adalah kecintaan kepada kami Ahlul Bayt”.

10. Beramal untuk akhirat

“Beramallah sekarang di dunia demi kebahagiaan yang kau harapkan di akhirat”.

11. Pahala membantu para pengikut Ahlul Bayt a.s.

“Tidak ada seorang pun yang membantu salah seorang pengikut kami walaupun dengan satu kalimat kecuali Allah akan memasukkannya ke dalam surga tanpa hisab”.

12. Jauhilah riya`, berdebat dan permusuhan

“Jauhilah riya`, karena sifat riya` akan memusnahkan amalanmu, jauhilah berdebat, karena berdebat itu akan menjerumuskanmu ke dalam jurang kehancuran dan jauhilah permusuhan, karena permusuhan itu akan menjauhkanmu dari Allah”.

13. Kebersihan jiwa adalah tolak ukur penentu seorang mukmin

“Jika Allah menghendaki kebaikan atas seorang hamba, maka Ia akan membersihkan jiwanya. Dengan itu, ia tidak akan mendengar kebaikan kecuali ia akan mengenalnya dan tidak melihat kemungkaran kecuali ia akan mengingkarinya. Kemudian Ia akan mengilhamkan di hatinya sebuah kalimat yang akan mempermudah segala urusannya”.

14. Meminta afiat kepada Allah

“Mintalah afiat kepada Tuhan kalian. Bersikaplah wibawa, tenang dan milikilah rasa malu”.

15. Jiwa doa adalah amal

“Perbanyaklah doa, karena Allah menyukai hamba-hamba-Nya yang berdoa kepada-Nya. Ia telah menjanjikan kepada mereka untuk mengabulkan (doa-doa mereka). Pada hari kiamat Ia akan menghitung doa-doa mereka sebagai sebuah amalan yang pahalanya adalah surga”.

16. Cinta orang-orang miskin

“Cintailah orang-orang miskin yang muslim, karena orang yang menghina dan bertindak sombong terhadap mereka, ia telah menyimpang dari agama Allah dan Ia akan menghinakannya dan murka atasnya. Kakek kami SAWW pernah bersabda: “Tuhanku telah memerintahkanku untuk mencintai orang-orang miskin yang muslim”.

17. Akar kekufuran

“Jangan menghasut orang lain, karena akar kekufuran adalah hasud dan iri dengki”.

18. Amalan penumbuh benih kecintaan

“Tiga amalan dapat menumbuhkan benih kecintaan: memberi hutang, rendah diri dan berinfak”.

19. Amalan penumbuh benih permusuhan

“Tiga amalan penimbul benih permusuhan: kemunafikan, kezaliman dan kesombongan”.

20. Tiga tanda untuk tiga orang

“Tiga hal tidak dapat diketahui kecuali dalam tiga kondisi: penyabar tidak akan dikenal kecuali dalam kondisi marah, pemberani tidak akan diketahui kecuali ketika perang dan saudara tidak akan diketahui kecuali ketika (kita) membutuhkan”.

Sumber : 

Previous
« Prev Post

Berikan Komentar Anda

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.