Biografi Singkat Imam Husain
Nama
: Husain.
Gelar
: Sayyidus Syuhada.
Panggilan
: Aba Abdillah.
Ayah
: Ali bin Abi Thalib.
Ibu
: Fatimah Az-Zahra’.
Kelahiran
: Madinah, 3 Sya’ban 4 H.
Masa
Imamah : 10 tahun.
Usia
: 57 tahun.
Kesyahidan
: 10 Muharram 61 H.
Makam
: Karbala, Irak.
Kata Mutiara Hadits Imam Husain
•
"Aku tidak melihat kematian melainkan kebahagiaan, sedang hidup bersama
orang-orang zalim adalah kehinaan."
•
"Manusia telah menjadi budak dunia, sedangkan agama hanya pengakuan lisan
belaka. Selagi agama memakmurkan kehidupannya, mereka akan memegangnya. Namun,
bila mereka ditimpa musibah, betapa sedikitnya mereka yang teguh."
•
Kepada putranya Ali Zainal Abidin as, Imam Husain as berkata, “Wahai anakku,
berhati-hatilah dari berlaku zalim terhadap seseorang yang tidak menemukan
pembela di hadapanmu kecuali Allah."
•
"Sesungguhnya ada sebagian orang yang beribadah kepada Allah karena
mengharap rahmat Allah, dan yang demikian itu adalah ibadah pedagang. Ada pula
yang menyembah Allah karena takut akan siksa-Nya, dan yang demikian itu adalah
ibadah para budak. Dan ada pula yang beribadah kepada Allah karena berterima
kasih kepada-Nya, dan yang demikian itu adalah ibadah orang merdeka, dan inilah
ibadah yang paling utama."
Kelahiran Imam Husain
Imam
Husain as dilahirkan pada 3 Sya’ban 4 Hijriah. ada sebagian riwayat yang
menyebutkan bahwa beliau dilahirkan pada tanggal 5 Sya’ban, 30 Rabiul Awal, dan
12 Rajab. Ketika Mendengar berita Imam Husain, Rasulullah saw sangat
gembira. Beliau bergegas pergi ke rumah putrinya, Fatimah as untuk mengucapkan
selamat atas kelahiran putranya itu. Air mata setiap orang Mukmin akan menetes
ketika mengenang kesyahidan imam yang zahid dan abid, seorang yang syahid
secara terasingkan dan kehausan di padang Nainawa Karbala.
Rasulullah dan Kelahiran Imam
Husain.
Rasulullah
saw membacakan azan pada telinga kanannya dan iqamah pada telinga kirinya,
kemudian menamai bayi mungil itu dengan nama Husain. Rasulullah saw sangat
mencintai cucunda Husain as. Setelah mendapatkan wahyu tentang apa yang akan
terjadi pada cucunda ini di masa yang akan datang, beliau bersedih dan menangis
atas kekejaman yang akan menimpanya.
Rasulullah
saw bersabda, “Husain dariku dan aku dari Husain." Dialah Imam putra Imam,
dan sembilan dari keturunannya akan menjadi imam, dan imam terakhir dari mereka
adalah Muhammad Al-Mahdi as. Dia akan muncul di akhir zaman, dan akan memenuhi
alam semesta ini dengan keadilan setelah dipenuhi oleh kezaliman.
Pada
hari pertama atau hari ketujuh dari kelahiran Imam Husain as, aminul wahyu
malaikat Jibril turun ke bumi, mendatangi Rasulullah saww dan berkata: “Salam
Allah swt kepadamu wahai Rasulullah saww, berilah nama anak yang baru lahir itu
dengan nama putra Harun yaitu Syubair, yang dalam bahasa arab dikatakan Husain.
Karena Ali as untukmu bagaikan kedudukan Harun di sisi Musa bin Imran, hanya
saja engkau adalah penutup para nabi.”
Nama
mulia Imam Husain dalam kitab Taurat dikenal dengan sebutan Syubair, dan dalam
kitab Injil dikenal dengan sebutan Thob, ayah beliau adalah Amirul Mukminin Ali
bin Abi Thalib as, dan ibunda beliau adalah waliyatullah siddiqatut thahirah
Fathimah Zahra as. Panggilan beliau adalah Abu Abdillah, dan panggilan
istimewa beliau adalah Abu Ali, dan laqab-laqab beliau adalah As-Syahid,
As-Said, As-Sibtuts Sani, Al-Imamuts Salis, Ar-Rasyid, At-Tayyib, Al-Wafi,
As-Sayyid, Az-Zaki, Al-Mubarak, mengikuti segala sesuatu yang diridhai Allah
swt.
Imam
Husain as hidup dalam haribaan Rasulullah saw selama 6 tahun. Selama itu,
beliau banyak belajar dari akhlak sang datuk yang mulia.
Ketika
Rasulullah saw wafat, beliau menjalani kehidupannya bersama ayahnya, Ali as
selama 30 tahun. Beliau senantiasa berada di sampingnya dan turut merasakan
penderitaannya.
Tatkala
Imam Ali as memegang tampuk pemerintahan, Imam Husain as ikut serta mengambil
bagian dalam pasukan yang tulus berkorban dan berjihad demi menegakkan panji
kebenaran. Ia senantiasa turun dalam berbagai medan peperangan, seperti perang
Jamal, perang Shiffin, dan perang Nahrawan.
Dan
ketika ayahnya gugur sebagai syahid, Imam Husain as membaiat sang kakak, Hasan as
sebagai khalifah, dan mendampingi beliau dalam menghadapi Mu‘awiyah.
Imam Husain Di Masa Bani Umayyah
Setelah
ayahanda beliau syahid, beliau juga ikut serta dalam kesengsaraan saudaranya
Imam Hasan as, dan beliau juga menyaksikan bagaimana Muawiah bin Abi Sufyan,
dan beberapa kaum kafir dan munafik lainnya menjelek-jelekan dan mencemarkan
nama baik ayahanda Amirul Mukminin dan saudaranya Imam Hasan as.
Dan
setelah Saudara beliau Imam Hasan as syahid, kedudukan Imamah berpindah kepada
beliau. Mu‘awiyah meracuni Imam Hasan as, sehingga beliau gugur senasib ayahnya
sebagai syahid. Kemudian, tongkat kepemimpinan umat segera dipegang oleh Imam
Husain as yang saat itu berusia 46 tahun.
Imam
Husain as telah mengetahui bahwa Mu‘awiyah adalah sumber penderitaan umat
Islam. Di balik slogan-slogan Islami yang diangkatnya, sesungguhnya dia
menghendaki kehancuran agama dan berusaha keras untuk menjauhkan penduduk Syam
dari kebenaran-kebenaran Islam dan dari para sahabat Nabi yang ikhlas.
Mu‘awiyah
senantiasa menebarkan kebohongan-kebohongan yang bertujuan merusak nama baik
Ahlulbait Nabi as. Dia membunuh setiap orang yang menentang pemerintahannya.
Dia telah banyak melakukan pembunuhan terhadap sahabat-sahabat Nabi dan
sahabat-sahabat setia Imam Ali as. Di antara mereka adalah Hujr bin ‘Ady yang
telah dibunuhnya bersama anaknya di daerah Maraj Azra, di luar kota Damaskus.
Mu‘awiyah
selalu berupaya mengangkat anaknya, Yazid untuk menduduki kursi kekhalifahan.
Padahal ia tahu benar akan perangai bejat Yazid, pemuda yang menghina agama dan
mukminin. Dialah seorang pemabuk dan banyak menghabiskan waktunya untuk
bermain-main dengan kera-kera.
Imam
Husain as memperingatkan Mu‘awiyah akan bahaya yang dia lakukan. Akan tetapi,
ayah Yazid itu tidak menghiraukan ucapan siapa pun, dan dia malah mengumumkan
niatnya untuk membaiat Yazid.
Dan
demikianlah yang terjadi. Mu‘awiyah membaiat si anak menjadi khalifah dan
memaksa orang-orang untuk melakukan hal yang sama.
Dan
Sepeninggal Mu‘awiyah, Yazid menduduki kepemimpinan umat. Pertama yang ia
lakukan ialah mengirimkan surat kepada Walid, gubernur Madinah yang berisi
perintah untuk mengambil baiat dari Imam Husain as. Dengan surat di tangan,
Walid mendatangi beliau dan memaparkan ihwal perintah Yazid di hadapannya.
Imam
Husain as telah mengetahui di balik semua itu; Yazid akan mengumumkan bahwa
Husain cucu Rasulullah saw telah memberikan baiat kepadanya. Ini akan berarti
bahwa kekhalifahan Yazid sudah benar-benar sah. Oleh karena itu, Imam as
menolak untuk membaiat seorang fasik seperti Yazid yang hobinya minum khamar
dan menginjak-injak hukum Allah SWT.
Menyaksikan
penolakan Imam Husain tersebut, Walid mengancam akan membunuhnya bila beliau
ternyata menolak baiat kepada Yazid. Namun demikian, Imam as tidak
memperdulikan sesuatu pun kecuali demi kemaslahatan Islam, kendati harus
mengorbankan nyawanya yang suci.
Imam Husain Menuju Karbala
Ketika
kaum muslimin merasakan kegelisahan yang dalam terhadap kezaliman Mu‘awiyah.
Mereka mendambakan pemerintahan adil sebagaimana pernah dijalankan oleh Ali bin
Abi Thalib dapat kembali berkuasa.
Maka,
tatkala warga Kufah mendengar penolakan Imam Husain as terhadap baiat kepada
Yazid, mereka mengirimkan surat yang begitu banyaknya kepada beliau, dan
mengundang beliau untuk segera datang ke Kufah serta menyelamatkan mereka dari
kezaliman Bani Umayyah.
Jumlah
surat warga Kufah yang diterima oleh Imam Husain as sebanyak enam belas ribu
pucuk. Semua isi surat itu menyatakan desakan mereka kepada beliau, “Datanglah
wahai putra Rasulullah saw. Sungguh kami tidak memiliki pemimpin selainmu.”
Untuk
memastikan apakah Memang benar warga kufah mendukung beliau, maka di utuslah Muslim
bin Aqil sebagai duta beliau untuk menjumpai orang-orang Kufah. Melalui
tangannyalah beliau mengirimkan surat untuk warga Kufah. Isi surat itu ialah
sebagai berikut, “Telah sampai kepadaku surat-surat kalian, dan aku mengerti
apa yang kalian nyatakan sebagai ketulusan kalian terhadap kehadiranku di
tengah-tengah kalian, dan aku telah mengirimkan seorang utusan kepada kalian.
Ia adalah saudaraku, anak pamanku, dan orang tepercaya dari keluargaku, Muslim
bin Aqil.”
Sesampainya
di Kufah, Muslim mendapat sambutan yang hangat dari masyarakat di sana. Di
hadapannya, lebih dari delapan belas ribu orang menyatakan kesediaan untuk
membaiat Imam Husain as.
Kemudian,
Muslim melayangkan surat kepada Imam as dan mengabarkan, bahwa penduduk Kufah
telah berkumpul dan siap membela kebenaran, serta menolak baiat kepada Yazid.
Di dalam surat itu pula ia meminta beliau agar datang ke Kufah secepat mungkin.
Apa yang terjadi selanjutnya sungguh tidak di sangka-sangka oleh Muslim bin
Aqil karena penduduk kufah kembali mendukung yazid sebagai Khalifah mereka itu
di karenakan mereka takut akan teror dan ancaman yang dilakukan oleh yazid yang
membunuh setiap penentangnya. Maka Warga Kufah merasa takut dan perlahan-lahan
mulai meninggalkan Muslim bin Aqil, hingga ia bertahan sendirian di tengah
kepungan pasukan Ibnu Ziyad. Meski begitu, ia tidak mau menyerah dan mengadakan
perlawanan seorang diri sampai terluka parah.
Kemudian
ia ditangkap dan diseret sebagai tahanan sebelum akhirnya mati syahid di tangan
musuh. Berita dibunuhnya Muslim bin Aqil dan sebagian pembelanya di Kufah telah
sampai kepada Imam Husain as. Saat itu beliau dalam perjalanan menuju Kufah.
Beliau telah mengetahui bahwa warga kota telah mengkhianatinya.
Kepada
para sahabat dan orang-orang yang bergabung bersamanya, beliau mengatakan,
“Barang siapa yang ikut bersama kami, maka ia akan mati syahid, dan barang
siapa yang berpaling dari kami, sungguh dia tidak akan mencapai kemenangan.”
Imam
as sadar sepenuhnya akan jalan yang tengah ditempuhnya. Beliau hanya berpikir
akan kewajiban dan tugasnya terhadap Islam dan kaum muslimin.
Imam Husain Di Hari Asyura
Imam
Husain as mengumumkan penolakannya membaiat Yazid, karena memang dia sama
sekali tidak pantas menduduki kursi kekhalifahan. Dialah seorang yang fasik,
peminum arak, menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah SWT, dan mengharamkan
yang dihalalkan-Nya.
Oleh
karena itu, dalam wasiatnya kepada saudaranya, Muhammad bin Hanafiyah, Imam as
mengatakan, “Sesungguhnya aku tidak bangkit untuk membuat kerusakan ataupun
kezaliman. Aku hanya bangkit untuk memperbaiki keadaan umat kakekku saw. Aku
ingin melakukan amar makruf dan nahi munkar. Aku akan menempuh jalan yang telah
ditempuh oleh datukku, Nabi dan ayahku, Ali bin Abi Thalib.”
Imam
Husain as mengetahui bahwa dirinya akan dibunuh di padang Karbala bersama
sahabat-sahabat dan keluarganya. Meski demikian, beliau tetap bangkit dalam
rangka membangunkan umat Islam dari tidurnya, sehingga mereka tahu kenyataan
Mu‘awiyah dan anaknya Yazid yang sebenar-benarnya, bahwa dua orang ini akan
melakukan apa saja demi mempertahankan kekuasaannya, walaupun mereka harus
membunuh cucu Nabi saw dan menjadikan perempuan-perempuan Ahlul Bait sebagai
tawanan.
Ketika
Pasukan Yazid telah melakukan penghadangan terhadap laju gerak kafilah Imam
Husain di sebuah tempat yang bernama Karbala, tidak jauh dari sungai Furat.
Mereka mencegah anak-anak kecil dan perempuan-perempuan keluarga Nabi saw untuk
mendapatkan air sungai.
Hari
ke-10 bulan Muharram, hari yang begitu panas membakar padang Karbala. Di
sanalah Imam Husain as mengingatkan orang-orang akan akibat perbuatan yang
mereka lakukan.
“Wahai sekalian manusia, kenalilah
siapa aku ini! Kemudian kembalilah pada diri kalian masing-masing, dan hujatlah
diri kalian itu.
“Sadarlah! Apakah dihalalkan bagi
kalian untuk membunuhku dan menodai kehormatanku?
“Bukankah aku adalah putra dari
putri Nabi kalian, putra khalifahnya, putra dari putra pamannya, dan putra dari
orang pertama yang beriman kepada Allah SWT dan yang membenarkan risalah
rasulnya?
“Bukankah Hamzah penghulu para
syuhada itu adalah pamanku?
“Bukankah Ja‘far At-Thayyar itu
adalah pamanku?
“Tidakkah kalian mendengar
kesaksian Rasulullah tentang aku dan kakakku, bahwa dua pemuda ini adalah
penghulu para pemuda di surga?”
Warga
Kufah sangat mengenal Imam Husain as dengan baik. Hanya saja mereka telah
tertipu oleh setan, sehingga mereka mengutamakan kehidupan dunia yang hina
bersama Yazid dan Ibnu Ziyad, serta begitu mudahnya meninggalkan Imam as
sendirian.
Kepada
Imam Husain, mereka mengatakan, “Baiatlah Yazid sebagaimana kami telah
membaiatnya.”
Dengan
tegas beliau membalas mereka, “Tidak! Demi Allah, aku tidak akan pernah
mengulurkan tangan (baiat)-ku kepadanya sebagaimana orang-orang hina
mengulurkannya. Aaku tidak akan pernah melarikan diri sebagaimana para budak
yang ketakutan.”
Umar
Ibnu Sa'd, komandan pasukan Yazid mengeluarkan perintah untuk segera menyerbu
pasukan Imam as. Maka, terjadilah pertempuran yang sangat dahsyat. Lima puluh
sahabat beliau berguguran sebagai syahid. Tinggallah beliau bersama sejumlah
kecil sahabat dan keluarganya. Mereka semua mengajukan diri, satu persatu,
untuk meraih kesyahidan dengan gagah berani, tanpa rasa takut sedikitpun.
Karena, mereka yakin bahwa mereka akan mati syahid di jalan Allah dan menjelang
surga.
Tatkala
seluruh sahabat dan laki-laki keluarganya telah gugur, tinggallah Imam Husain
seorang diri. Beliau segera turun ke medan pertempuran. Sebelum meninggalkan
keluarga dan menyampaikan perpisahan kepada mereka, beliau meminta mereka untuk
bersabar di jalan Allah SWT.
Imam
as memacu kudanya dan maju mengoyak ribuan barisan musuh. Di tengah pertempuran
yang tak seimbang itu, beliau akhirnya terhempas di atas kerikil-kerikil padang
pasir Karbala dan gugur sebagai Sayidus Syuhada, Penghulu Para Syahid.
Merasa
belum puas melihat Imam Husain tak bernyawa lagi, Ibnu Ziyad memerintahkan para
pasukan berkudanya yang telah menjual diri mereka dengan kehidupan dunia untuk
menginjak-injak dada beliau. Sepuluh pasukan berkuda melompat dan mulai merobek-robek
dada suci itu dengan kaki-kaki kuda mereka.
Setelah
itu, Ibnu Sa'd memerintahkan pasukannya untuk membakar kemah-kemah Imam as
setelah mereka merampas isinya, lalu menyeret anak-anak dan kaum wanita sebagai
tawanan sampai ke Kufah. Di antara mereka adalah Zainab, putri Amirul Mukminin
Ali bin Abi Thalib dan Ali Zainal Abidin, putra Imam as.
Zainab
as dengan penuh ketegaran maju menghampiri tubuh saudaranya, Imam Husain as,
lalu meletakkan kedua tangannya di atas jasad suci itu. Kemudian ia mengangkat
kepalanya, menengadah ke atas langit sambil berkata dengan penuh khusyuk dan
bangga, “Ya Allah, terimalah dari kami pengorbanan ini!”
Akhirnya
beliau demi menegakkan ajaran kakeknya Muhammad saww, pada hari Asyura Tanggal
10 Muharram tahun 60/61 meneguk Air syahadah.
Assalamualika
Yabna Rasulillah, assalamualika ya Aba Abdillah, warahmatullahi wabaraktuh
Berikan Komentar Anda