Riwayat Singkat
Imam Hasan as
Nama
: Hasan
Gelar
: Al-Mujtaba.
Panggilan
: Abu Muhammad.
Ayah
: Ali bin Abi Thalib.
Ibu
: Fatimah.
Kelahiran
: Madinah, 15 Ramadhan 3 H.
Usia
: 47 tahun.
Syahid
: 28 Shafar 50 H.
Makam
: Pemakaman Baqi‘, Madinah.
Kelahiran Imam
Hasan as
Imam
Hasan a.s. adalah putra pertama pasangan Imam Ali a.s. dan Fathimah Az-Zahra`
a.s. Ia dilahirkan di Madinah pada tanggal 15 Ramadhan 2 atau 3 H. Setelah sang
ayah syahid, ia memegang tampuk pemerintahan Islam selama enam bulan. Ia syahid
pada tahun 50 H. setelah meminum racun yang disuguhkan oleh istrinya sendiri,
Ja’dah di usianya yang ke-48 tahun. Ia dikuburkan di Perkuburan Baqi’ di
samping tiga imam ma’shum lainnya dan menjadi tempat ziarah para pencinta Ahlul
Bayt a.s.
Imam
Hasan Adalah cucu kesayangan Nabi saw. Dia begitu menyerupai sang datuk saw.
dalam kelembutan hati, kesabaran, kepribadian, dan kedermawanan. Nabi saw.
telah mencurahkan cinta dan kasih sayang kepadanya di di hadapan kaum Muslimin.
Sudah
lama kaum muslimin menyaksikan Nabi saw sering membawa Hasan as di pundaknya
dan beliau pernah bersabda, “Semoga Allah SWT mendamaikan dua kelompok dari
kaum muslimin dengan perantaranya.” Kemudian beliau berdoa, "Ya Allah,
sesungguhnya aku mencintainya, maka cintailah dia dan cintailah orang-orang yang
mencintainya." Beliau pun senantiasa mengulang-ulang berita ini,
"Hasan dan Husain adalah penghulu para pemuda di surga."
Suatu
hari Rasulullah saw melakukan shalat di masjid. Kemudian Hasan as
menghampirinya, sedang beliau dalam keadaan sujud. Karena ia naik ke atas
punggungnya, lalu duduk di leher datuknya yang suci itu, Rasulullah saw bangun
dari sujudnya secara perlahan-lahan sampai Hasan turun sendiri.
Tatkala
beliau selesai dari salatnya, sebagian sahabat berkata, "Ya Rasulullah,
sesungguhnya engkau telah berbuat sesuatu terhadap anak kecil ini yang tidak
pernah engkau lakukan kepada yang lainnya."
Nabi
menjawab, "Sesungguhnya anak ini adalah jantung hatiku dan anakku ini
adalah ‘sayid’ (sang pemimpin). Semoga Allah SWT mendamaikan dua kelompok
muslim yang berseteru melalui tangannya."
Banyak
hadis yang telah diriwayatkan darinya mengenai kedudukan dan ketinggian
kedudukan sang cucunda; Imam Hasan as. ini, antara lain:
*
Diriwayatkan bahwa ‘Aisyah berkata: “Sesungguhnya Nabi pernah menyambut Hasan
dan memeluknya seraya berkata, ‘Ya Allah, ini adalah anakku, sungguh aku
mencintainya dan mencintai orang yang mencintainya.
*
Diriwayatkan bahwa Ibn Abbâs berkata: “Rasulullah saw. datang sambil memanggul
Hasan di pundaknya. Seorang laki-laki yang menjumpainya berkata, ‘Hai anak,
kamu telah menunggangi tung-gangan yang paling baik.’ Rasulullah pun menimpali,
‘Dan sebaik-baiknya penunggang adalah dia (Hasan).’”
*
Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa yang ingin melihat peng-hulu pemuda
ahli surga, maka lihatlah Hasan.”
*
Rasulullah saw. bersabda: “Hasan adalah buah hatiku di dunia ini.”
*
Diriwayatkan bahwa Abdullah bin Abdurahman bin Zubair ber-kata: “Di antara
keluarga Nabi saw. yang paling mirip dengannya dan yang paling dicintai adalah
Hasan. Aku melihat Rasulullah saw. sujud dan Hasan menaiki punggungnya. Ia
tidak mau menurunkan-nya sampai ia (Hasan) sendiri yang turun. Dan aku melihat
Rasulul-lah saw. sedang rukuk lalu merenggangkan jarak kedua kakinya sehingga
Hasan dapat keluar dari arah lain.”
Kesabaran Imam
Hasan as
Salah
satu karakter Imam Hasan as. yang menonjol adalah kesabarannya yang luas. Ia
senantiasa membalas setiap orang yang berbuat buruk dan dengki kepadanya dengan
kebaikan. Para ahli sejarah telah meriwayatkan banyak kisah mengenai kesabaran
Imam as. ini. Di antaranya adalah kisah berikut ini:
*
Suatu hari Imam Hasan as. ia melihat kaki kambing miliknya patah. Ia bertanya
kepada budaknya: “Siapakah yang melakukan hal itu?” “Saya”, jawab budak itu
pendek. “Mengapa kamu lakukan itu?”, tanya Imam as. “Agar Anda merasa sedih”,
jawab budak itu. Imam tersenyum seraya berkata: “Aku akan membahagiakanmu.”
Selekas itu, Imam as. memberi hadiah kepadanya lalu membebaskannya.
*
Seorang musuh bebuyutan Imam Hasan as. adalah Marwân bin Hakam. Marwân telah
mengakui luasnya kesabaran Imam Hasan. Marwân menegaskan pengakuannya ketika
Imam as. wafat. Saat itu, Marwân segera menepuk jenazahnya. Sang adik, Imam
Husain as., terkejut dengan sikap Warwân tersebut seraya bertanya: “Sekarang
kau tepuk jenazahnya, padahal kemarin kau membuatnya murka?” Marwân menjawab:
“Kulakukan ini kepada orang yang kesabaran-nya laksana gunung.”
Imam
Hasan as. adalah seseorang yang berkesabaran tinggi, berakhlak luhur, dan
berbudi pekerti agung. Ia dapat menarik hati orang lain de-ngan sifat-sifat
mulia seperti ini.
Kedermawanan Imam
Hasan as
Imam
Hasan as. adalah orang yang paling murah hati dan paling banyak berbuat baik
kepada fakir miskin. Ia tidak pernah menolak pengemis. Ada seseorang yang
bertanya kepadanya: “Mengapa Anda tidak pernah menolak pengemis?”
Imam
as. menjawab: “Aku mengemis kepada Allah dan mencintai-Nya. Aku malu menjadi
pengemis kepada Allah sementara aku menolak seorang pengemis. Sesungguhnya Allah
senantiasa melimpahkan nikmat-Nya kepadaku. Dan aku berusaha untuk senantiasa
melimpahkan nikmat-Nya kepada manusia. Aku takut bila kuputus kebiasaan ini
Allah akan memutuskan kebiasaan-Nya.” Lalu Imam as. menyenandungkan syair:
Apabila
datang kepadaku seorang pengemis, kusambut dia dengan ucapan: “Selamat datang,
wahai yang karunianya segera dianugerah-kan kepadaku dengan pasti.”
Dan
karunianya adalah karunia bagi setiap pengutama, sebaik-baik hari bagi seseorang
adalah ketika ia diminta.
Para
utusan orang-orang sengsara dan fakir miskin senantiasa datang berbaris di
depan pintu rumah Imam Hasan as. Dengan tangan terbuka dan penuh kasih, Imam
memberi santunan kepada mereka, dan mem-perbanyak santunannya.
Para
ahli sejarah telah menulis berbagai kisah mengenai kederma-wanan Imam Hasan as.
sebagai berikut:
*
Seorang Arab Baduwi datang kepada Imam Hasan as. untuk meminta sesuatu. Imam
as. berkata: “Berikanlah kepadanya apa yang ada di dalam lemari itu!” Ketika
itu, terdapat 10.000 dirham di dalam lemari tersebut. Orang Baduwi berkata:
“Bolehkah aku mengutarakan hajatku dan menebarkan pujianku?”
Imam
Hasan as. menjawabnya dengan bait-bait puisi:
Kamilah
pemilik ladang yang subur, harapan dan cita datang tuk menggembala di sana.
Kamilah
pemilik jiwa derma sebelum kau pinta, menjaga kehor-matan orang yang meminta.
Sekiranya
laut tahu keutamaan orang yang meminta pada kami, pasti ia kan limpahkan
karunianya karena malu.
*
Suatu hari, Imam Hasan as. terhenti melihat seorang budak hitam legam yang
sedang menggenggam sepotong roti. Satu suapan ia makan dan satu suapan lainnya
ia berikan kepada anjing. Imam as. bertanya kepadanya: “Mengapa kamu berbuat
seperti itu?” “Aku malu memakannya bila aku tidak memberinya,” demikian budak
itu menjawab.
Imam
Hasan as. melihat sifat luhur pada diri budak itu. Karena itu ia ingin membalas
perbuatan baiknya itu dengan kebaikan pula demi menebarkan keutamaan di
tengah-tengah masyarakat. Imam as. berkata kepadanya: “Jangan beranjak dari
tempat dudukmu.”
Setelah
berkata begitu, Imam Hasan as. pergi dan membeli budak itu dari majikannya.
Lebih dari itu, ia juga membeli kebun yang di sana budak itu duduk. Kemudian
Imam as. membebaskan budak tersebut dan memberikan kebun itu kepadanya.
Riwayat
lain menyebutkan Suatu hari, Imam Hasan as. melewati sebuah gang kota Madinah.
Tiba-tiba ia mendengar seorang lelaki tengah memohon kepada Allah agar
diberikan uang 10.000 dirham. Imam segera pulang ke rumahnya dan mengirim uang
itu kepadanya.
Inilah
sebagian contoh dari kedermawanan Imam Hasan as. Kami telah membawakan berbagai
contoh dan kisah kedermawanannya dalam buku kami, Hayâh Al-Imam Hasan as.,
jilid 1.
Kezuhudan Imam
Hasan as
Buah
hati dan cucu Rasulullah saw. yang pertama ini memiliki kezuhudan dalam semua
sisi kehidupan. Ia memfokuskan diri kepada Allah swt. dengan segenap jiwa raga
dan merasa cukup dengan harta dunia yang sedikit. Ia pernah berkata:
Secuil
roti kering dapat mengenyangkan perutku, dan seteguk air putih dapat
menghilangkan dahagaku.
Sehelai
baju dapat menutupi badanku kala aku hidup, dan kain kafan pun cukup bagiku
bila aku mati.
Imam
Hasan as. mengukir dua bait syair pada cincinnya yang melukiskan dirinya
sebagai orang yang zuhud. Dua bait itu adalah:
Hidangkanlah
takwa untuk dirimu sebisamu, sungguh kematian akan datang padamu, hai pemuda.
Di
pagi hari engkau bergembira seakan tak melihat para kekasih hatimu hancur luluh
di dalam kubur dan hancur. Muhammad bin Babaweih telah menulis sebuah kitab
tentang kezu-hudan Imam Hasan as. dengan judul Zuhd Al-Imam Hasan as. Para
pe-nulis biografi juga sepakat bahwa Imam Hasan as. adalah figur manusia
terzuhud pada masanya, sebagaimana ayah dan kakeknya yang mulia.
Pengetahuan Imam
Hasan as
Imam
Hasan as. adalah sumber ilmu pengetahuan dan hikmah dalam dunia Islam.
Ketinggian ilmunya dan ilmu saudaranya, Imam Husain as., telah dijelaskan dalam
banyak riwayat. Imam Hasan dan Imam Husain as. adalah penuang ilmu pengetahuan.
Imam Hasan as. senantiasa menjadi tempat rujukan kaum Muslimin dalam hukum.
Para sahabat Rasulullah saw. datang berduyun-duyun untuk menimba ilmu darinya.
Banyak saha-batnya yang meriwayatkan hadis dari Imam Hasan.
Perlu
kami ingatkan di sini bahwa Muhammad bin Ahmad ad-Dawlâbî (wafat 32 H.) pernah
menulis sebuah musnad yang ia masukkan dalam kitab Adz-Dzurriyyah Ath-Thâhirah.
Dalam kitab ini ia menghimpun riwayat-riwayat yang telah diriwayatkannya dari
Imam Hasan as. dari kakeknya, Rasululah saw.
Kondisi Negara pada
Masa Keimamahan Imam Hasan as
Imam
Hasan a.s. ketika memegang tampuk kekuasaan, negara sedang mengalami kondisi
kritis, serba tidak menentu dan didominasi oleh usaha-usaha merebut kekuasaan
yang muncul setelah Imam Ali a.s. syahid. Kondisi serba ruwet yang dihadapinya
memaksanya untuk memilih salah satu dari dua jalan yang harus ditempuh:
pertama, berperang melawan musuh yang hasilnya adalah ia dan semua pengikutnya
akan terbunuh dan kedua, mengadakan perdamaian dengan mereka sebagai salah satu
pilihan yang lebih menguntungkan masyarakat Islam. Hal yang lumrah ketika
masyarakat melihat bahwa berperang tidak akan memberikan hasil apa-apa, hal itu
akan menjenuhkan dan tidak akan memberikan secuil pun harapan.
Terdapat
banyak bukti-bukti sejarah yang menunjukkan bahwa Imam Hasan a.s. sangat cerdik
dalam membaca situasi masanya. Ia memahami bahwa berperang melawan Mu’awiyah
dengan adanya keraguan yang menghantui mayoritas masyarakat kala itu tidak
mungkin akan menghasilkan kemenangan.
Para
pengikut Imam Hasan a.s. malah berani berkhianat. Karena tipuan gemerlapnya
harta dunia dan kedudukan yang dijanjikan oleh Mu’awiyah mereka bergabung
dengannya dan meninggalkan Imam Hasan a.s. sendirian.
Para
pembesar Kufah telah tega menulis kepada Mu’awiyah sebuah surat yang berbunyi:
“Kapan pun engkau mau, kami siap mengirimkan Imam Hasan a.s. kepadamu dengan
tangan terikat”. Akan tetapi, ketika mereka berhadapan dengan Imam, mereka dengan
pura-pura menampakkan ketaatan dan kecintaan kepadanya seraya berkata: “Engkau
adalah pengganti dan washi ayahmu, dan kami siap melaksanakan setiap
instruksimu. Jika ada perintah, silakan”.
Imam
Hasan a.s. menjawab: “Demi Allah, kalian bohong. Demi Allah, kalian telah
melakukan pengkhianatan kepada orang yang lebih baik dariku. Bagaimana mungkin
kalian akan setia kepadaku? Bagaimana aku percaya kepada kalian? Jika kalian
berkata benar, kita akan bertemu di Al-Mada`in. Pergilah ke sana”.
Imam
Hasan a.s. pergi ke Al-Mada`in. Akan tetapi, mayoritas anggota pasukannya
meninggalkannya pergi sendirian. Dengan kondisi semacam ini, bisakah Imam Hasan
a.s. berperang melawan Mu’awiyah? Tentu tidak. Dengan demikian, karena tidak
memiliki SDM yang cukup dan dapat dipercaya, Imam Hasan a.s. terpaksa harus
menerima perdamaian yang dipaksakan.
Isi Surat Perdamaian
antara Imam Hasan as dan Mu’awiyah
Pertama,
pemerintahan akan diserahkan kepada Mu’awiyah (laknat dan siksaan Allah semoga
terus menimpanya, penulis) dengan syarat ia harus beramal sesuai dengan kitab
Allah, sunnah Rasulullah SAWW dan para khalifah yang saleh.
Kedua, Setelah Mu’awiyah mati, urusan pemerintahan akan diserahkan kepada Imam Hasan a.s. Jika terjadi sesuatu atasnya, pemerintahan akan diserahkan kepada Imam Husein a.s. dan Mu’awiyah tidak dapat menyerahkannya kepada orang lain.
Ketiga,
kebiasaan mencerca dan mencela Imam Ali a.s. ketika shalat harus dihapuskan dan
ia tidak dikenang kecuali dengan nama baik.
Keempat,
semua yang ada di baitul mal Kufah (sebanyak lima juta Dirham atau Dinar) harus
dikecualikan dari pengawasan negara. Mu’awiyah harus mengirimkan bantuan
sebanyak dua juta Dirham kepada Husein a.s. setiap tahun. Berkenaan dengan
hadiah dan segala pemberian yang dilakukan oleh negara, Bani Hasyim harus
mendapat perlakuan yang lebih dari Bani Abdi Syams. Anak-anak para pengikut
Amirul Mukminin Ali a.s. yang telah berperang bersamanya di perang Jamal dan
Shiffin harus diberi bantuan sebesar satu juta Dirham. Dan bantuan ini harus
diambil dari pajak kota Darab-gard (salah satu kota di Ahwaz, Iran.).
Kelima,
setiap orang di mana pun ia berada, baik di Syam, Irak, Hijaz maupun Yaman,
baik ia berkulit putih maupun berkulit hitam harus dijamin keamanannya.
Mu’awiyah harus menahan diri dan memaafkan segala kesalahan-kesalahan mereka.
Ia tidak berhak menghukum perbuatan seseorang karena kesalahan-kesalahan masa
lalunya dan tidak memperlakukan penduduk Irak dengan penuh permusuhan dan rasa
dengki. Ia juga harus memberikan suaka politik kepada semua pengikut Imam Ali
a.s. dan tidak mengganggu ketenteraman kehidupan mereka. Para pengikut Imam Ali
a.s. harus hidup dengan aman, baik jiwa, harta, istri dan anak-anaknya. Tidak
seorang pun berhak mengganggu mereka. Setiap orang yang memiliki hak, ia harus
dapat menikmati haknya. Hasan bin Ali, saudaranya, Husein dan Ahlul Bayt
Rasulullah SAWW tidak boleh dikenang kecuali dengan nama baik, baik di depan
khalayak maupun di tempat sepi. Dan hal ini harus dijaga dan diperhatikan di
setiap penjuru negara.
Taktik
perdamaian yang dijalankan oleh Imam Hasan a.s. telah berhasil membongkar jati
diri Mu’awiyah yang sebenarnya. Akhirnya, dengan taktik tersebut Mu’awiyah
–pada sebuah kesempatan setelah memegang tampuk kekuasaan– berpidato di hadapan
khalayak seraya berkata: “Demi Allah, aku berperang melawan kalian bukan supaya
kalian mendirikan shalat, berpuasa, melaksanakan haji dan membayar zakat. Akan
tetapi, aku berperang melawan kalian supaya aku dapat berkuasa dan memerintah.
Allah telah memberikan kedudukan ini kepadaku ketika kalian tidak rela akan
itu. Sesungguhnya aku telah memberikan harapan kepada Hasan (seperti yang telah
tertulis dalam surat perdamaian di atas–-pen). Telah kuberikan segalanya
kepadanya, dan sekarang semua itu berada di bawah telapak kakiku dan aku tidak
akan melaksanakan semua kesepakatan yang telah disepakati”.
Selama
dua puluh tahun memerintah Mu’awiyah selalu menyusun sebuah program untuk
membungkam segala kemauan dan kehendak rakyat dengan tujuan supaya mereka tidak
ikut campur dalam memikirkan problema besar sosial yang sedang menimpa negara.
Dengan itu ia menginginkan supaya mereka hanya memikirkan problema-problema
kecil yang menimpa mereka sehari-hari, lupa dari segala tujuan yang telah
dicanangkan oleh Rasulullah SAWW, hanya memikirkan kepentingan individu dan
segala jenis bantuan yang akan mereka terima dari baitul mal.
Sebagian
pembesar-pembesar Kufah meskipun mereka adalah para pengikut Imam Ali a.s.,
akan tetapi mereka juga memerankan pemain sebagai antek-antek Mu’awiyah. Mereka
melaporkan segala yang mereka lihat dan terjadi di kabilah mereka, dan tidak
lama setelah itu pasukan kerajaan akan menangkap orang-orang yang angkat bicara
menentang Mu’awiyah. Begitulah seterusnya khilafah menjadi sebuah alat
permainan di tangan-tangan Bani Umaiyah.
Mu’awiyah
memahami dengan baik bahwa Imam Hasan a.s. memiliki sebuah aliran pemikiran dan
tujuan, dan ia –demi memperluas jangkauan risalahnya–, tidak akan pernah putus
asa dalam berusaha. Ia akan menggunakan segala tenaga dan usahanya demi
mengangkat martabat risalahnya yang bertujuan ingin mengadakan sebuah revolusi
dalam diri umat manusia. Dengan ini, Mu’awiyah merasakan bahaya sedang
mengancamnya. Ia mengadakan rencana untuk meneror Imam a.s. Akhirnya, ia
mengambil keputusan untuk meracunnya. Melalui perantara istri Imam a.s.
sendiri, Mu’awiyah berhasil membunuhnya dengan racun.
Abul
Faraj Al-Ishfahani dalam bukunya Maqaatiluth Thaalibiyyiin menulis: “Mu’awiyah
ingin mengambil bai’at untuk putranya, Yazid. Demi merealisasikan tujuannya ini
ia tidak melihat penghalang yang besar melintang kecuali Imam Hasan a.s. dan
Sa’d bin Abi Waqqash. Dengan demikian, ia membunuh mereka berdua secara
diam-diam dengan racun”.
As-Sibth
bin Jauzi meriwayatkan dari Ibnu Sa’d dalam kitab At-Thabaqaat dan ia
meriwayatkan dari Al-Waqidi bahwa Imam Hasan bin Ali a.s. ketika sedang
menghadapi sakaratul maut pernah berwaiat: “Kuburkanlah aku di samping kakekku
Rasulullah SAWW”. Akan tetapi, Bani Umaiyah, Marwan bin Hakam dan Sa’d bin
Al-’Ash sebagai gubernur Madinah kala itu tidak mengizinkannya untuk dikuburkan
sesuai dengan wasiatnya.
Ibnu
Sa’d pengarang kitab At-Thabaqaat berkata: “Salah seorang sahabat yang
menentang penguburan Imam Hasan a.s. di samping Rasulullah SAWW adalah A’isyah.
Ia berkata: “Tidak ada seorang pun yang berhak dikubur di samping Rasulullah”.
Akhirnya,
jenazah Imam Hasan a.s. diboyong menuju ke pekuburan Baqi’ dan dikuburkan di
samping kuburan neneknya, Fathimah binti Asad.
Dalam
kitab Al-Ishaabah, Al-Waqidi bercerita: “Pada hari (penguburan Imam Hasan a.s.)
orang-orang yang menghadirinya sangat banyak sekiranya jarum dilemparkan di
atas mereka, niscaya jarum tersebut akan jatuh di atas kepala mereka dan tidak
akan menyentuh tanah”.
Kata Mutiara Imam
Hasan as
*
Imam Hasan as. berkata: “Tinggallah di dunia ini dengan badanmu dan di akhirat
dengan hatimu.”
*
Imam Hasan as. berkata: “Anggaplah apa yang kamu inginkan dari dunia ini tetapi
kamu tidak memperolehnya, seakan-akan keinginan itu tidak pernah terbersit di
hatimu.”
*
Imam Hasan as. berkata: “Yang lebih besar daripada musibah ialah akhlak yang
buruk.”
*
Imam Hasan as. berpesan: “Jangan menjawab orang yang memulai pembicaraan tanpa
salam!”
*
Imam Hasan as. berkata kepada seorang laki-laki yang telah sem-buh dari
sakitnya: “Sesungguhnya Allah swt. telah mengingatmu, maka ingatlah Dia. Dan
Dia telah memaafkanmu, maka bersyu-kurlah kepada-Nya!”
*
Imam Hasan as. berpesan: “Nikmat adalah sebuah ujian. Jika kamu bersyukur,
nikmat itu laksana harta karun. Dan jika engkau tidak mensyukurinya, nikmat itu
akan menjadi bencana.”
jangan emosional melihat sejarah para sahabat , tabiin , karena bisa membawa kita masuk neraka , sementara yang kita laknat , mereka masuk sorga karena barokah Rasulullah SAW
ReplyDelete