Oleh Agil Shafi mahasiswa Ilmupolitik semester IV UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pendahuluan Bab I 1.1 Latar Belakang Masalah Agama sejatinya merupakan sarana yang digunakan manusia untuk mencapai kebahagian yang abdi, Agama diturunkan ke muka bumi ini untuk kebaikan umat manusia. Tidak satu pun agama membenarkan tindak kekerasan. Nilai universal agama sangat menjunjung kaidah kemanusiaan. Kekerasan sangat bertentangan atau bertolak belakang dengan nilai luhur dari setiap agama. Keberagamaan umat tidak dapat dilepaskan dari peran tokoh agama dalam mendakwahkan agama. Tokoh agama oleh karenanya menduduki posisi yang penting dalam kehidupan keberagamaan umat. Bahkan dalam stratifikasi masyarakat Indonesia tokoh agama masih menempati strata atas dalam masyarakat. Tentunya ini sangat berkaitan dengan peran atau tanggung jawab yang diembannya. Peran sebagai pemimpin dan panutan umat, penafsir teks-teks keagamaan, guru ngaji, pemimpin ritual-ritual keagamaan dan masih banyak lagi peran yang harus dijalankannya. Dengan adanya Ulama terlebih lagi Negra menjamin kebebasan keberagamaan warganya, serta dilindungi oleh undang-undang membuat warga bisa menganut agama yang dipercaya dengan tenang tanpa adanya kekerasan terhadap kelompok agama minoritas, oleh karena itu sudah seharusnya warga negara bisa beribadah dengan tenang tanpa rasa takut karena sudah dijamin penuh oleh negara, dan yang lebih membantu, banyaknya para ulama yang sering melakukan ceramah-ceramah agama membuat dan mengigatkan tentang perbuatan yang baik dan yang buruk yang harus dijalankan ataupun dihindari. Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dilihat seharusnya warganegara bisa beribadah tanpa rasa ketakutan akan teror dari pihak yang bersebrangan dengan mereka. Disini penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini sebagai bahan pembuatan tulisan ilmiah dengan judul Peran Negara dan Ulama Dalam Mengatasi kekerasan Atas Nama Agama. Permasalahan yang dihadapi bangsa kita sekarang ini semakin menghawatirkan, Kekerasan hampir terjadi setiap harinya, entah itu dilihat secara langsung atau dari media massa. Kekerasa yang terjadi seakan-akan memperlihatkan kita betapa lemahnya pemerintah mengatur masyarakatnya serta memperlihatkan betapa para ulama-ulama yang seharusnya membimbing masyarakat awam agar memahami Agama dengan sempurna justru tidak jarang dari mereka yang malah menghasut masyarakat awam agar menyerang kelompok tertentu yang dianggapnya menyimpang. Penyelesaiannya bukan dengan jalan berdiskusi atau musyawarah duduk bersama membahas dengan berbagai argumentasi atau dalil-dalil. Bahkan Sebagian dari ulama menghalalkan kekerasan sebagai jalan keluar dari persoalan-persoalan yang ada. Diskusi seakan menjadi barang langka dalam kehidupan kita, otot lebih utama daripada penyelesaian tanpa kekerasan. Jika kita jeli melihat hal ini pasti kita menemukan bahwa Sebenarnya sejarah kekerasan atas nama agama sudah lama menjadi bagian dari kehidupan keagamaan manusia. Kekerasan atas nama agama tidak hanya dilakukan dalam dunia Islam, namun hampir dilakukan dan terjadi di semua agama (seperti di India, Srilanka, Afrika Selatan, Afrika Utara Ethiopia dan Somalia, Spanyol, Amerika Latin dan Irlandia).[1] Baru-baru ini terjadi penyerangan terhadap jamaat Ahmadiyah disusul lagi dengan penyerangan-penyerangan lainnya seprti saudara Islam kita di pondok pesantren Al-ma'hadul Islami (YAPI) Bangil. Mereka para penyerang mengaku bahwa terbangkit emosinya untuk menyerang kelompok yang minoritas karena mendengar ceramah salah satu ustad disana. Seperti yang dijelaskan oleh wahid[2] bahwa kasus kekerasan atas nama agama di Indonesia mengidentifikasi penyebabnya adalah dari proses pendidikan dan dakwah Islam selama 40 tahun terakhir ini yang cenderung bersifat memusuhi, mencurigai, dan tidak mau mengerti agama lain. Hal ini dilakukan oleh mubaligh-mubaligh di mimbar dan juga oleh guru-guru di sekolah. Dengan demikian tokoh-tokoh agama sekali lagi dipersalahkan dalam konstruksi keberagamaan umat, karena mereka adalah perpanjangan tangan dari institusi agama Islam. Dalam konsep Islam sendiri ulama adalah pewaris Nabi saw warasatul anbiya. Jika Ulama sebagai Kaum yang memahami Agama secara mendalam justru merekalah yang menyebar permusuhan dikalangan warganegara maka tak heran kekerasanpun akan sulit dihindari, dibutuhkan peran negara yang sangat krusial dalam menangani hal ini yaitu dengan memberi sangsi kepada ulama yang menyebarkan kebencian dan permusuhan serta memberi hukuman seberat-beratnya kepada pelaku kekerasan. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah di kemukakan di atas, dalam penelitian ini di kemukakan beberapa rumusan yang nantintinya kita dapat diskusikan agar dapat menemukan jalan tengah dari masalah yang ada. Disini saya sebagai penulis mencoba merumuskan persoalan dalam bentuk pertanyaan:
1.3 Tujuan penelitian a. Untuk mengetahui dan menganalisis langka apa yang dilakukan para ulama untuk menjadikan masyarakat sebagai warga yang penuh dengan toleransi keberagamaan. b. Untuk mengetahui dan menganalisis langka penting apa saja yang dilakukan pemerintah atau negra dalam mengatasi kekerasan atas nama agama yang akhir-akhir ini meresahkan warga negara kita. c. Untuk mengetahui dan meganalisis apa yang dilakukan Aparat pemerintah dalam mengatsi penyebaran kebencian oleh sebagian ulama fanatik tertentu. d. Untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan oleh kekerasan dan teror yang terjadi diberbagai daerah di Indonesia terhadap kepercayaan masyarakat kepada jaminan ketenangan oleh negara.
1.4 Pendekatan penelitian Dalam penelitian ini saya menggunakan pendekatan Institusional, karena saya menganggap bahwa pemerintah cenderung bersikap reaktif dalam artian mereka baru bergerak untuk mengatasi kekerasan atas nama agama setelah jatuhnya korban jiwa, dan jika masalah telah reda atau selesai mereka melepaskan atau meninggalkan masalah kekerasan tadi tanpa memberi solusi yang benar. Padahal dengan membiarkan masalah kekerasan tadi tanpa ada solusi yang tepat suatu waktu masalah serupa akan muncul lagi dengan skala yang lebih besar. Pemerintah juga tidak bertindak tegas kepada para ulama yang menyebarkan kebencian terhadap agama atau mazhab minoritas lainnya, padahal sumber dari kekerasan yang terjadi belakangan ini oleh masyarakat awam tiada lain karena hasutan sebagian ulama yang fanatik yang kurang menghargai perbedaan. Disini Pemerintah dituntut harus tegas dalam mencegah kekerasan muncul kembali karena mengganggu ketenangan dan ketertiban warga negara yang tidak bersalah atau yang menjadi korban hasutan orang yang tidak bertanggung jawab. Kasus kekerasan atas nama agama yang merak sekrang ini menunjukkan perlunya hukum disahkan melalui undang-undang secara tegas oleh negara karena efek yang ditimbulkan begitu hebat. Perlu diketahui penghasutan yang dilakukan oleh sebagian ulama dapat menginspirasi seseorang untuk melakukan pembunuhan bahkan pembantaian oleh kelompok mayoritas kepada minoritas, ini tentu membahayakan keamanan masyarakat yang dijamin oleh negara secara penuhnya. Masyarakat atau warga negara yang beragama minoritas sangat berharap akan perlindunagan dan jaminan keamanan oleh negara yang harus berjalan sebagaimana mestinya. Negara juga dituntut oleh masyarakat menghukum aparat mereka yang menerima sogokan yang mempercacat hukum yang ada di negara ini, sogokan tersebut secara tidak sengaja mendukung aksi kekerasan yang dilakukan oleh dimasyarakat, karena orang yang terlibat aksi kekerasan akan menjadi kebal akan hukum, mereka menjadi tersangka kemudian mereka menyogok dan dibebaskan, begitu juga seterusnya menjadi tersangka dan dibebaskan lagi. Jika ini masih berlaku maka kekerasan tersebut sulit di tuntaskan di negeri ini.
1.5 Metode Penelitian Metode yang saya gunakan untuk menyusun penelitian ini adalah metode kualitatif yang mana akan saya lakukan sebuah wawancara kepada Ulama-ulama serta kepada aparat pemerintah yang mewakili negara, mereka yang mengetahui dengan pasti hal yang saya teliti diatas, ulama dan aparat pemerintah merupakan sumber refrensi primer data penelitian ini. Dan sebagai tambahan saya lakukan juga dengan mengadakan studi literature terhadap buku-buku dan bahan bacaan lain yang relevan dengan judul penelitian ini.
1.6 Wawancara Untuk melengkapi hasil penelitian yang akan saya lakukan, diperlukan sebuah wawancara agar penelitian ini memperoleh data yang jelas dan otentik. Pelaksanaan wawancara akan saya lakukan dengan berbagai sumber terpercaya yaitu dengan Aparat penegak hukum yang merupakan Aparat negara yang mewakili negara yaitu Boy Rafli Amar dan setelah itu dilanjutkan dengan wawancara kepada ketua ormas FPI yaitu Habib Riziq Sihab. Adapun daftar pertanyaan wawancara yang akan ditanyakan adalah sebagai berikut : Wawancara Kepada Boy Rafli Amar : 1. Sebagai wakil negara dalam penegakan hukum, apa langkah strategis yang dilakukan aprat kepolisian untuk menghentikan aksi kekerasan atas nama agama yang sering terjadi belakangan ini? 2. Bagaimana langka aparat kepolisian untuk mencegah terjadinya budaya sogok menyogok untuk proses hukum, agar terciptanya suatu hukum yang mampu memberi ketenangan dan keamanan bagi masyarakat Indonesia? 3. Apakah ada langka bersama yang dilakukan oleh aparat kepolisian yang merupakan wakil dari negara dimasyarakat dan ulama-ulama dalam mencegah terjadinya konflik atas nama agama? 4. Apa sangsi hukum yang akan dijatuhkan kepada para pelaku penyebar kebencian diantara masyarakat kita?
6. Apa kendala yang dihadapi oleh aparat kepolisian sebagai wakil dari negara dalam menghentikan aksi kekerasan yang berujung pada kematian, seprti yang telah kita lihat sendiri di berbagai media massa? Wawancara kepada Habib Riziq sihab : 1. Bagaimana pendapat anda tentang sebagian ulama kita yang cenderung melakukan ceramah bernada propokatif yang menghasut orang untuk melakukan tindak kekerasan kepada golongan minoritas tertentu? 2. Sebagai ormas Islam, langka apasaja yang dilakukan FPI untuk menyadarkan masyarakat yang telah terpropokatif? Dan sebagai ormas Islam apa langkah strategis yang dilakukan untuk menghentikan aksi kekerasan yang terjadi belakangan ini? 3. Sebagai seorang ulama apakah anda mengetahui apa yang melatarbelakangi sebagian ulama melakukan propokasi kepada masyarakat untuk menyerang golongan atau kelompok tertentu? 4. Bagaimana ulama memposisikan diri di tengah masyarakat yang notabene berbeda dari sesi agama dan mazhab? Sehingga tindak kekerasan dari golongan tertentu dapat dicegah. 5. Apa yang dilakukan para ulama untuk mengatasi kekerasan yang timbul sekarang ini yang berlatar belakang agama? |
Oleh Agil Shafi mahasiswa Ilmupolitik semester IV UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pendahuluan Bab I 1.1 Latar Belakang Masalah Agama sejatinya merupakan sarana yang digunakan manusia untuk mencapai kebahagian yang abdi, Agama diturunkan ke muka bumi ini untuk kebaikan umat manusia. Tidak satu pun agama membenarkan tindak kekerasan. Nilai universal agama sangat menjunjung kaidah kemanusiaan. Kekerasan sangat bertentangan atau bertolak belakang dengan nilai luhur dari setiap agama. Keberagamaan umat tidak dapat dilepaskan dari peran tokoh agama dalam mendakwahkan agama. Tokoh agama oleh karenanya menduduki posisi yang penting dalam kehidupan keberagamaan umat. Bahkan dalam stratifikasi masyarakat Indonesia tokoh agama masih menempati strata atas dalam masyarakat. Tentunya ini sangat berkaitan dengan peran atau tanggung jawab yang diembannya. Peran sebagai pemimpin dan panutan umat, penafsir teks-teks keagamaan, guru ngaji, pemimpin ritual-ritual keagamaan dan masih banyak lagi peran yang harus dijalankannya. Dengan adanya Ulama terlebih lagi Negra menjamin kebebasan keberagamaan warganya, serta dilindungi oleh undang-undang membuat warga bisa menganut agama yang dipercaya dengan tenang tanpa adanya kekerasan terhadap kelompok agama minoritas, oleh karena itu sudah seharusnya warga negara bisa beribadah dengan tenang tanpa rasa takut karena sudah dijamin penuh oleh negara, dan yang lebih membantu, banyaknya para ulama yang sering melakukan ceramah-ceramah agama membuat dan mengigatkan tentang perbuatan yang baik dan yang buruk yang harus dijalankan ataupun dihindari. Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dilihat seharusnya warganegara bisa beribadah tanpa rasa ketakutan akan teror dari pihak yang bersebrangan dengan mereka. Disini penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini sebagai bahan pembuatan tulisan ilmiah dengan judul Peran Negara dan Ulama Dalam Mengatasi kekerasan Atas Nama Agama. Permasalahan yang dihadapi bangsa kita sekarang ini semakin menghawatirkan, Kekerasan hampir terjadi setiap harinya, entah itu dilihat secara langsung atau dari media massa. Kekerasa yang terjadi seakan-akan memperlihatkan kita betapa lemahnya pemerintah mengatur masyarakatnya serta memperlihatkan betapa para ulama-ulama yang seharusnya membimbing masyarakat awam agar memahami Agama dengan sempurna justru tidak jarang dari mereka yang malah menghasut masyarakat awam agar menyerang kelompok tertentu yang dianggapnya menyimpang. Penyelesaiannya bukan dengan jalan berdiskusi atau musyawarah duduk bersama membahas dengan berbagai argumentasi atau dalil-dalil. Bahkan Sebagian dari ulama menghalalkan kekerasan sebagai jalan keluar dari persoalan-persoalan yang ada. Diskusi seakan menjadi barang langka dalam kehidupan kita, otot lebih utama daripada penyelesaian tanpa kekerasan. Jika kita jeli melihat hal ini pasti kita menemukan bahwa Sebenarnya sejarah kekerasan atas nama agama sudah lama menjadi bagian dari kehidupan keagamaan manusia. Kekerasan atas nama agama tidak hanya dilakukan dalam dunia Islam, namun hampir dilakukan dan terjadi di semua agama (seperti di India, Srilanka, Afrika Selatan, Afrika Utara Ethiopia dan Somalia, Spanyol, Amerika Latin dan Irlandia).[1] Baru-baru ini terjadi penyerangan terhadap jamaat Ahmadiyah disusul lagi dengan penyerangan-penyerangan lainnya seprti saudara Islam kita di pondok pesantren Al-ma'hadul Islami (YAPI) Bangil. Mereka para penyerang mengaku bahwa terbangkit emosinya untuk menyerang kelompok yang minoritas karena mendengar ceramah salah satu ustad disana. Seperti yang dijelaskan oleh wahid[2] bahwa kasus kekerasan atas nama agama di Indonesia mengidentifikasi penyebabnya adalah dari proses pendidikan dan dakwah Islam selama 40 tahun terakhir ini yang cenderung bersifat memusuhi, mencurigai, dan tidak mau mengerti agama lain. Hal ini dilakukan oleh mubaligh-mubaligh di mimbar dan juga oleh guru-guru di sekolah. Dengan demikian tokoh-tokoh agama sekali lagi dipersalahkan dalam konstruksi keberagamaan umat, karena mereka adalah perpanjangan tangan dari institusi agama Islam. Dalam konsep Islam sendiri ulama adalah pewaris Nabi saw warasatul anbiya. Jika Ulama sebagai Kaum yang memahami Agama secara mendalam justru merekalah yang menyebar permusuhan dikalangan warganegara maka tak heran kekerasanpun akan sulit dihindari, dibutuhkan peran negara yang sangat krusial dalam menangani hal ini yaitu dengan memberi sangsi kepada ulama yang menyebarkan kebencian dan permusuhan serta memberi hukuman seberat-beratnya kepada pelaku kekerasan. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah di kemukakan di atas, dalam penelitian ini di kemukakan beberapa rumusan yang nantintinya kita dapat diskusikan agar dapat menemukan jalan tengah dari masalah yang ada. Disini saya sebagai penulis mencoba merumuskan persoalan dalam bentuk pertanyaan:
1.3 Tujuan penelitian a. Untuk mengetahui dan menganalisis langka apa yang dilakukan para ulama untuk menjadikan masyarakat sebagai warga yang penuh dengan toleransi keberagamaan. b. Untuk mengetahui dan menganalisis langka penting apa saja yang dilakukan pemerintah atau negra dalam mengatasi kekerasan atas nama agama yang akhir-akhir ini meresahkan warga negara kita. c. Untuk mengetahui dan meganalisis apa yang dilakukan Aparat pemerintah dalam mengatsi penyebaran kebencian oleh sebagian ulama fanatik tertentu. d. Untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan oleh kekerasan dan teror yang terjadi diberbagai daerah di Indonesia terhadap kepercayaan masyarakat kepada jaminan ketenangan oleh negara.
1.4 Pendekatan penelitian Dalam penelitian ini saya menggunakan pendekatan Institusional, karena saya menganggap bahwa pemerintah cenderung bersikap reaktif dalam artian mereka baru bergerak untuk mengatasi kekerasan atas nama agama setelah jatuhnya korban jiwa, dan jika masalah telah reda atau selesai mereka melepaskan atau meninggalkan masalah kekerasan tadi tanpa memberi solusi yang benar. Padahal dengan membiarkan masalah kekerasan tadi tanpa ada solusi yang tepat suatu waktu masalah serupa akan muncul lagi dengan skala yang lebih besar. Pemerintah juga tidak bertindak tegas kepada para ulama yang menyebarkan kebencian terhadap agama atau mazhab minoritas lainnya, padahal sumber dari kekerasan yang terjadi belakangan ini oleh masyarakat awam tiada lain karena hasutan sebagian ulama yang fanatik yang kurang menghargai perbedaan. Disini Pemerintah dituntut harus tegas dalam mencegah kekerasan muncul kembali karena mengganggu ketenangan dan ketertiban warga negara yang tidak bersalah atau yang menjadi korban hasutan orang yang tidak bertanggung jawab. Kasus kekerasan atas nama agama yang merak sekrang ini menunjukkan perlunya hukum disahkan melalui undang-undang secara tegas oleh negara karena efek yang ditimbulkan begitu hebat. Perlu diketahui penghasutan yang dilakukan oleh sebagian ulama dapat menginspirasi seseorang untuk melakukan pembunuhan bahkan pembantaian oleh kelompok mayoritas kepada minoritas, ini tentu membahayakan keamanan masyarakat yang dijamin oleh negara secara penuhnya. Masyarakat atau warga negara yang beragama minoritas sangat berharap akan perlindunagan dan jaminan keamanan oleh negara yang harus berjalan sebagaimana mestinya. Negara juga dituntut oleh masyarakat menghukum aparat mereka yang menerima sogokan yang mempercacat hukum yang ada di negara ini, sogokan tersebut secara tidak sengaja mendukung aksi kekerasan yang dilakukan oleh dimasyarakat, karena orang yang terlibat aksi kekerasan akan menjadi kebal akan hukum, mereka menjadi tersangka kemudian mereka menyogok dan dibebaskan, begitu juga seterusnya menjadi tersangka dan dibebaskan lagi. Jika ini masih berlaku maka kekerasan tersebut sulit di tuntaskan di negeri ini.
1.5 Metode Penelitian Metode yang saya gunakan untuk menyusun penelitian ini adalah metode kualitatif yang mana akan saya lakukan sebuah wawancara kepada Ulama-ulama serta kepada aparat pemerintah yang mewakili negara, mereka yang mengetahui dengan pasti hal yang saya teliti diatas, ulama dan aparat pemerintah merupakan sumber refrensi primer data penelitian ini. Dan sebagai tambahan saya lakukan juga dengan mengadakan studi literature terhadap buku-buku dan bahan bacaan lain yang relevan dengan judul penelitian ini.
1.6 Wawancara Untuk melengkapi hasil penelitian yang akan saya lakukan, diperlukan sebuah wawancara agar penelitian ini memperoleh data yang jelas dan otentik. Pelaksanaan wawancara akan saya lakukan dengan berbagai sumber terpercaya yaitu dengan Aparat penegak hukum yang merupakan Aparat negara yang mewakili negara yaitu Boy Rafli Amar dan setelah itu dilanjutkan dengan wawancara kepada ketua ormas FPI yaitu Habib Riziq Sihab. Adapun daftar pertanyaan wawancara yang akan ditanyakan adalah sebagai berikut : Wawancara Kepada Boy Rafli Amar : 1. Sebagai wakil negara dalam penegakan hukum, apa langkah strategis yang dilakukan aprat kepolisian untuk menghentikan aksi kekerasan atas nama agama yang sering terjadi belakangan ini? 2. Bagaimana langka aparat kepolisian untuk mencegah terjadinya budaya sogok menyogok untuk proses hukum, agar terciptanya suatu hukum yang mampu memberi ketenangan dan keamanan bagi masyarakat Indonesia? 3. Apakah ada langka bersama yang dilakukan oleh aparat kepolisian yang merupakan wakil dari negara dimasyarakat dan ulama-ulama dalam mencegah terjadinya konflik atas nama agama? 4. Apa sangsi hukum yang akan dijatuhkan kepada para pelaku penyebar kebencian diantara masyarakat kita?
6. Apa kendala yang dihadapi oleh aparat kepolisian sebagai wakil dari negara dalam menghentikan aksi kekerasan yang berujung pada kematian, seprti yang telah kita lihat sendiri di berbagai media massa? Wawancara kepada Habib Riziq sihab : 1. Bagaimana pendapat anda tentang sebagian ulama kita yang cenderung melakukan ceramah bernada propokatif yang menghasut orang untuk melakukan tindak kekerasan kepada golongan minoritas tertentu? 2. Sebagai ormas Islam, langka apasaja yang dilakukan FPI untuk menyadarkan masyarakat yang telah terpropokatif? Dan sebagai ormas Islam apa langkah strategis yang dilakukan untuk menghentikan aksi kekerasan yang terjadi belakangan ini? 3. Sebagai seorang ulama apakah anda mengetahui apa yang melatarbelakangi sebagian ulama melakukan propokasi kepada masyarakat untuk menyerang golongan atau kelompok tertentu? 4. Bagaimana ulama memposisikan diri di tengah masyarakat yang notabene berbeda dari sesi agama dan mazhab? Sehingga tindak kekerasan dari golongan tertentu dapat dicegah. 5. Apa yang dilakukan para ulama untuk mengatasi kekerasan yang timbul sekarang ini yang berlatar belakang agama? |
Proposal Penelitian Tentang Kekerasan
« Prev Post
Next Post »
Berikan Komentar Anda