Jangan terlalu sibuk mengurus dunia hingga lupa bahwa hidup punya batas waktu. Hidup harus seimbang, menabunglah sekarang demi akhiratmu.

Di Balik Seruan Pembakaran Al-Quran

700 tahun lalu, bangsa Mongolia melakukan pembakaran kitab-kitab berharga di masa itu. Pembakaran itu terjadi pada abad pertengahan masehi. Sama sekali tidak terlintas di benak kita bahwa pembakaran semacam itu terulang kembali di masa sekarang ini. Belum lama ini, pendeta kontroversial, Terry Jones, menyerukan pembakaran Al-Quran. Tidak disangka, pembakaran Al-Quran itu terjadi pada abad 21 di Barat yang mengklaim sebagai pihak yang unggul dalam peradaban. Dengan demikian, praktik pembakaran bangsa Mongolia yang pernah terjadi ratusan abad lalu kembali dilakukan oleh Barat pada era yang disebut moderen ini.

Washington Tidak Serius

Bukan hal yang penting bahwa apakah Terry Jones, pendeta gereja di AS menangguhkan rencana pembakaran Al-Quran atau tidak? Akan tetapi upaya itu berhasil memprovokasi kalangan ekstrim di AS yang akhirnya melakukan penyobekan Al-Quran dekat kawasan bekas gedung kembar WTC yang menjadi saksi Peristiwa 11 September. Sekelompok orang lainnya juga berani melakukan penyobekan Al-Quran depan Gedung Putih. Penyobekan Al-Quran itu dilakukan di depan turis-turis yang tengah berjalan-jalan di sekitar Gedung Putih. Selain itu, acara pembakaran Alquran juga terjadi di dua gereja negara bagian Tennesse.

Aksi penyobekan dan penistaan Al-Quran itu tentunya membuktikan bahwa Barat bukan pendukung kebebasan berpikir dan berpendapat. Slogan itu hanya sebatas wacana semata. Sebelumnya, Presiden AS. Barack Obama di hadapan ratusan juta warga AS dan dunia menjelakan penghormatan pada Al-Quran dan ajaran-ajaran mulia kitab suci itu. Dikatakannya, "Islam bukan penyebab Peristiwa 11 September. Pelaku serangan itu adalah segelintir kelompok teroris yang menyimpang dari agama ini."

Pernyataan Obama itu hanya sebatas ucapan saja. Ketika terjadi aksi penyobekan dan penistaan al-Quran yang tentunya melukai ummat Islam di dunia, Obama tidak menindak para pelaku itu. Sejak Peristiwa 11 September 2001, para pejabat AS terus melakukan kebijakan radikal dan terhadap ummat Islam. Status muslim cukup dijadikan alasan untuk diperiksa secara ketat saat tiba di bandara AS. Bahkan pihak-pihak keamanan di bandara mengambil sidik jari setiap muslim yang turun di bandara AS. Bagi mereka, memeluk agama Islam itu sama halnya dengan melakukan tindakan kriminal. Para imigran muslim akan menghadapi kesulitan untuk mendapat surat izin tinggal di AS. Adapun para imigran yang non muslim akan dipermudah. Kebijakan luar negeri AS kian memperjelas wajah asli Washington yang bersikap sentimen terhadap dunia Islam. Irak, Afghanistan dan Pakistan yang semuanya adalah negara Islam dijadikan sasaran serangan dengan alasan sarang teroris.

Semua itu ditambah dengan film-film Hollywood yang berupaya menggambarkan Islam sebagai agama teroris. Dalam film-film produksi Hollywood digambarkan bahwa para teroris melakukan shalat dan membaca kitab suci Al-Quran. Imej yang berusaha mengindentikkan Islam dengan teroris, terus dibangun dan dipublikasikan, sehingga warga AS dan dunia kian berburuk sangka pada Islam. Meski terorisme itu dikendalikan kelompok Al-Qaedah, tapi propaganda media berupaya mengesankan bahwa terorisme itu identik dengan Islam, bukan kelompok Al-Qaedah.

Taliban yang juga kelompok terdekat dengan Al-Qaedah, menjadi alat AS untuk mengendalikan Afghanistan. Kelompok ini mempunyai hubungan kuat dengan AS dan mitra-mitranya di Arab. Kelompok ini dikoordinasi dengan melibatkan para jenderal Pakistan. Taliban mendapat dukungan dana yang tidak sedikit dari AS dan sejumlah negara Arab. Padahal Taliban dapat dikatakan sebagai minoritas, tapi AS berupaya mengkoordinasi kekuatan minoritas ini untuk menjaga kepentingannya di Afghanistan. Dengan cara itu, AS dapat menempatkan pasukannya di Afghanistan dan mengeruk sumber-sumber kekayaan alam di negara ini.

Para pejabat AS ketika memojokkan Islam dan mengesankan agama ini sebagai ancaman teroris, mengabaikan dampak-dampak sosial dan budayanya. Pada dasarnya, pembakaran Al-Quran itu adalah dampak dari propaganda miring selama 9 tahun. Dalam berbagai propaganda miring, Islam selalu dikesankan dengan terorisme. Propaganda miring yang dimulai dari Peristiwa 11 September dan agresi ke Afghanistan dan Irak dengan alasan memerangi terorisme, secara perlahan-lahan berubah menjadi konflik antar-agama.

Genderang Perang

Seruan pembakaran Al-Quran oleh seorang pendeta asal AS, Terry Jones sama halnya dengan penabuhan genderang anti-Islam. Meski pembakaran Al-Quran itu ditunda, tapi seruan itu membuka pintu bagi para penista nilai-nilai agama. Jones telah menyulut api yang akan berdampak pada sikap-sikap radikalisme.

Masyarakat dunia khawatir bahwa genderang anti-Islam ini sengaja ditabuh sebagai kebijakan AS untuk menguasai wilayah strategis di dunia. Apalagi Barat saat ini membutuhkan langkah cepat untuk menangani kondisi ekonominya yang kian terpuruk. Kali ini, agama menjadi sasaran kebijakan radikal Washington. Jika kondisi ini terus berlanjut, perang salib versi baru yang melibatkan masjid dan gereja akan kembali digelar.

Para pejabat AS ketika menyikapi seruan pembakaran Al-Quran, hanya mengeluarkan pernyataan sebatas verbal tanpa ditindak lanjuti dengan menindak para provokator. Bahkan pemerintah AS tidak mengerahkan polisi untuk mengantisipasi pembakaran Al-Quran yang rencana sebelumnya akan dilakukan di pada tanggal 11 September di area bekas WTC. Pejabat AS semestinya tidak hanya bersikap mengeluarkan statemen pada tingkat verbal, tapi juga harus menindak para povokator.

Pada faktanya, ummat Islam sangat menghormati kitab-kitab suci dan agama lainnya, bahkan mereka tidak menyamakan Yahudi dan kitab suci Taurat dengan ajaran Zionis Israel yang keji dan radikal. Ini menunjukkan bahwa ummat Islam sendiri malah bersikap ingin menyelamatkan kitab suci dan agama lain yang disalahgunakan oleh kelompok tertentu. Dalam menentang Zionis Israel, ummat Islam tidak pernah menghina Taurat dan Yahudi yang diklaim sebagai pedoman Zionis Israel. Muncul sebuah pertanyaan; Bila ummat Islam dalam mengecam Zionis Israel, menghina agama Yahudi dan Taurat, apakah para pemimpin Barat akan bersikap diam dan tidak bertindak apapun?

Para pejabat AS dalam menentang upaya pembakaran Al-Quran yang diserukan pendeta kontroversial, Terry Jones, menilainya sebagai langkah yang malah akan membahayakan para serdadu AS yang ditempatkan di Irak dan Afghanistan. Dengan ungkapan lain, apa yang dikhawatirkan AS adalah dampak yang akan merugikan negara ini. Washington sama sekali tidak menganggap penting penghormatan pada agama lain dan nilai-nilainya. Bagi Washington, perasaan ummat Islam tidaklah penting. Gedung Putih sepertinya lupa bahwa jutaan warga muslim AS dapat mengacaukan stabilitas Negeri Paman Sam.

Sikap Rahbar

Sementara itu, Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei menyebut organisasi Zionis yang berpengaruh di pemerintah Amerika Serikat (AS) sebagai dalang utama penistaan Kitab Suci al-Qur'an.

Menyusul aksi penistaan al-Qur'an di AS, Rahbar dalam pesannya kepada seluruh umat Islam dunia menyebutkan bahwa Israel sebagai dalang yang mengorganisir aksi ini. Djelaskannya, "Pemerintah AS untuk menguatkan klaimnya bahwa mereka tidak terlibat dalam aksi ini. Untuk itu, Washington harus menindak tegas pelaku pelecehan al-Qur'an."

Beliau menambahkan, aksi pelecehan terhadap al-Qur'an berjalan dengan pengamanan polisi dan digelar oleh organisasi yang sejak semula mengagendakan Islamophobia dalam sistem kerjanya. Dalam pesannya Rahbar menandaskan, aksi ini adalah lanjutan dari serangkaian aksi anti Islam yang dimulai dari pengkhianatan Salman Rushdi, karikaturis Denmark dan produksi film anti Islam di Hollywood.

Ayatullah Khamenei menegaskan, tak diragukan lagi arsitek utama penistaan al-Qur'an ini adalah Zionis yang mengakar kuat di tubuh pemerintah AS, Inggris dan sejumlah negara Eropa, mengingat aksi ini digelar bersamaan dengan arogansi di Pakistan, Afghanistan, Irak, Lebanon dan Palestina.
Menurut Rahbar, kebencian utama kaum arogan dunia saat ini adalah Islam dan al-Qur'an. Iran menjadi musuh mereka karena Tehran dengan berani menentang arogansi mereka. Ditegaskannya, "Bohong jika mereka menyatakan tidak memusuhi Islam dan ummatnya." Dalam pesan ini ditekankan bahwa akar utama kebencian mereka terhadap Islam adalah pengaruh Islam yang kian besar di Barat.

Rahbar menyebut konflik antara Islam dan Kristen adalah harapan dan ambisi musuh. Beliau menjelaskan, peristiwa terakhir tidak berkaitan dengan Gereja dan umat Kristen. Gerakan sejumlah pendeta tolol tidak seharusnya dicatat atas nama umat Kristen. Rahbar menjelaskan, "Kita umat Islam tidak akan melakukan tindakan serupa terhadap kesucian agama lain karena ajaran al-Qur'an menentang hal ini."

SUMBER:http://indonesian.irib.ir

Perbedaan Islam dengan Kristen

Mereka berkata kaum Nasrani sangat bangga dengan tidak adanya istilah perang pada mereka. Kita menyatakan Islam juga bangga dengan adanya aturan jihad yang dimiliki. Wajar saja kaum Nasrani tidak memiliki jihad karena mereka tidak memiliki apa-apa. Mereka tidak memiliki masyarakat, tidak pula undang-undang serta bangunan masyarakat yang berlandasarkan ajaran Kristen sehingga tidak memerlukan peraturan. Agama Kristen sangat sederhana, empat aturan yang berkaitan dengan akhlak ditambah beberapa nasihat. Misalnya: berkatalah jujur, jangan berbohong, jangan mengambil harta orang lain. Tentu saja mereka tidak memerlukan jihad. slam agama yang memahami bahwa kewajibannya adalah membangun sebuah masyarakat. Islam datang membangun masyarakat, negara dan pemerintahan. Ajarannya membenahi dunia. Agama seperti ini tidak layak jika tidak memiliki kepedulian, tidak mungkin ada jika tidak memiliki aturan jihad. Layaknya sebuah negara tanpa pasukan adalah tidak mungkin. Agama Kristen cakupannya terbatas, sedangkan Islam memiliki cakupan yang luas. Kristen tidak lebih dari batasan kecil, sedangkan Islam memiliki pandangan atas seluruh aspek kehidupan manusia. Islam memiliki aturan sosial, ekonomi dan politik. Islam datang membangun pemerintahan dan negara yang berdaulat. Lalu bagaimana bisa Islam tidak memiliki pasukan. Bagaimana bisa tidak memiliki aturan jihad?
Islam dan Perdamaian

Salahlah orang yang mengatakan bahla agama harus selalu bertentangn dengan perang. Agama harus cinta perdamaian dan tidak mendukung perang karena perang adalah buruk. Memang benar bahwa agama harus menjadi pendukung perdamaian. Al-Quran juga mengatakan والصلح خير , perdamaian adalah yang terbaik (Surat An-Nisa:128) . Tetapi pada saat yang sama juga harus mendukung perang. Ketika relasi dalam hidup berdampingan tidak lagi saling menghormati dan hukum dikuasai oleh penindas. Ketika mereka hendak melenyapkan kemuliaan manusia. Pada kondisi ini jika kita menyerah artinya harus merasakan kehinaan atau kerendahan dalam bentuk lain. Islam menyatakan berdamailah dengan mereka yang siap dan sepakat dengan perdamaian. Tetapi perang akan terjadi jika pihak lawan menghendaki peperangan.
Persyaratan Perang

Bahasan kedua adalah dalam kondisi yang bagaimana Islam menyerukan untuk berperang. Ayat pertama dalam Al-Quran berkaitan dengan jihad (berdasarkan kesepakatan ahli tafsir) adalah ayat yang terdapat dalam Surat Al-Hajj:

إِنَّ اللَّهَ يُدافِعُ عَنِ الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ كُلَّ خَوَّانٍ كَفُورٍ (38) أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَ إِنَّ اللَّهَ عَلى‏ نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ (39) الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلاَّ أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ وَ لَوْ لا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوامِعُ وَ بِيَعٌ وَ صَلَواتٌ وَ مَساجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيراً وَ لَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ (40) الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقامُوا الصَّلاةَ وَ آتَوُا الزَّكاةَ وَ أَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَ نَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ وَ لِلَّهِ عاقِبَةُ الْأُمُورِ (41)

“Sesungguhnya Allah membela orang orag yang telah beriman. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang berkhianat lagi mengingkari nikmat. Telah diizinkan perang bagi orang orang yang ditindas, dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu. Orang orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tampa alasan yang benar, kecuali karena mereka telah mengatakan:”Tuhan kami hanyalah Allah”. Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dari sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara, gereja-gereja, tempat-tempat ibadah orang Yahudi dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)”. {QS. Al-Hajj (22) :38-40}.

Ayat yang sangat menakjubkan. Ayat yang pertamakali berkaitan dengan jihad.
Kaum Muslimin Mekkah

Sebagai pengantar patut disampaikan bahasan berkaitan dengan kondisi kaum muslimin di masa awal Islam. Seperti telah diketahui wahyu turun di Mekah ketika Rasul Mulia saw berusia 40 tahun. Selama 13 tahun Beliau saw dan sahabatnya mendapat gangguan dari kaum kafir Qurays. Demikian sulitnya keadaan mereka hingga mereka berhijrah dari Mekah setelah mendapat izin dari Rasulullah saw. Mereka hijrah ke Habaysah. Kaum muslimin berkali-kali meminta izin dari Rasul saw untuk melakukan perlawanan, tetapi Rasul saw selama 13 tahun tidak mengabulkan permohonan mereka. Kebijakan ini memiliki falsafah tersendiri. Mereka tetap bertahan hingga keadaan yang sangat sulit. Dari sisi lain Islam telah meluas sampai luar kota Mekkah, yaitu kota Madinah. Sebagian kecil dari penduduk Madinah telah menjadi muslim, mereka datang dan berbai'at kepada Rasul saw. Mereka juga berjanji untuk melindungi Rasul saw jika datang ke Madinah.

Rasul saw hijrah ke Madinah, dan disusul secara bertahap oleh kaum muslimin. Selanjutnya di kota Madinah untuk pertama kalinya terwujud sebuah pusat kegiatan yang merdeka. Meski demikian pada tahun pertama hijrah Rasul saw tidak mengizinkan perlawanan dilakukan. Pada tahun kedua hijrah ayat tersebut di atas turun sebagai ayat pertama tentang jihad. Perhatikan nada ayat: الذين امنوا ان الله يدافع عن Allah membela Ahli Iman. Allah tidak menyukai pengkhianatan kaum kafir atas pengkhianatannya kepada kalian. Mereka pada dasarnya kafir nikmat. Allah berfirman:

أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا

Telah diizinkan untuk berperang terhadap mereka yang memerangi kalian. Artinya adalah: Wahai kaum muslimin! Berperanglah dengan kaum kafir yang memerangi kalian. Inilah yang dinamakan membela diri. Mengapa izin diberikan? Dengan dalil bahwa orang tertindas harus membela dirinya sendiri.

Selanjutnya Allah berjanji untuk menolong:

وَ إِنَّ اللَّهَ عَلى‏ نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ

Sesungguhnya Allah berkuasa menolong mereka.

الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلاَّ أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ

Yaitu orang-orang yang dikeluarkan dari tempat tinggalnya dengan paksa dan mereka tidak memiliki penolong selain berkata: ربنا الله Dan kami telah mengizinkan orang-orang tersebut untuk berperang.

Perhatikan bagaimana nada membela diri terlihat jelas. Selanjutnya dijelaskan pula falsafah jihad secara menyeluruh. Al-Quran sangat menakjubkan ketika menjelaskan suatu hakikat, juga ketika mengingatkan poin-poin penting. Selanjutnya Al-Quran menyebutkan kalimat tersebut seolah-olah Quran berhadapan dengan protes dan pertanyaan kaum Nasrani. Mereka yang mengatakan: Wahai Quran! Mengapa Quran yang merupakan kitab suci memberi izin untuk berperang? Perang adalah sesuatu yang buruk. Seharusnya Quran hanya berkata damai, kelembutan dan ibadah ritual saja.

Quran mengatakan tidak demikian. Jika pihak lawan memulai serangan dan pihak lainnya tidak melakukan perlawanan, maka seluruh pusat ibadah akan musnah:

وَ لَوْ لا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوامِعُ وَ بِيَعٌ وَ صَلَواتٌ وَ مَساجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيراً

Jika Allah tidak menghalangi serangan sebagian kelompok melalui segolongan manusia lainnya, maka segala bentuk pusat peribadatan akan musnah. Tempat ibadah agama Yahudi akan hancur demikian juga pusat kegiatan penganut kepercayaan spiritual, mesjidpun akan punah. Sekelompok manusia melakukan serangan hingga tak seorangpun dibiarkan bebas menyembah Tuhan dalam segala bentuk peribadatan.
Quran selanjutnya menjanjikan pertolongan-Nya:

وَ لَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ

Allah Swt akan menolong orang-orang yang menolong-Nya (yaitu orang yang membela kebenaran). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa dan Agung.

Perhatikan bagaimana Allah swt menyifati orang-orang yang menolong-Nya. Allah menolong orang-orang yang membela dirinya sendiri. Mereka yang ketika mendirikan sebuah pemerintahan dengan bentuk:

الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ

Orang-orang yang ketika kami berikan tempat serta pemerintahan di bumi, ketika kami berikan kekuatan dan kekuasaan mereka seperti demikian. Bagaimana mereka? أَقامُوا الصَّلاةَ Mereka menyembah Tuhan. وَ آتَوُا الزَّكاةَ Mereka membayar zakat. (Shalat adalah kata kunci untuk melakukan hubungan yang benar dengan Tuhan. Sedangkan zakat merupakan bentuk relasi yang benar antara manusia dengan sesamanya). Mereka menyembah Allah dengan ikhlas dan menolong orang lain. وَ أَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَ نَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ Mereka berjanji untuk menyuburkan kebaikan dan memerangi keburukan. وَ لِلَّهِ عاقِبَةُ الْأُمُورِ Dan Allahlah pembalas segala perbuatan.

Kita telah memahami bagaimana Quran menjelaskan jihad secara mendasar. Jihad bukan sebuah serangan dan agresi atau penguasaan, tetapi jihad merupakan perlawanan atas serangan. Perlu saya tambahkan serangan yang harus dilawan bukan hanya serangan fisik terhadap tanah air saja. Bentuk serangan bisa saja agressor tetap berada di tanah airnya sendiri, tetapi mereka menganiaya orang-orang lemah yang disebutkan Al-Quran sebagai mustadh'afin. Anda tidak bisa berlepas tangan dalam kondisi ini. Anda memiliki tanggung jawab untuk membebaskan mereka. Semua itu adalah bentuk agresi. Masyatakat harus terbebaskan dari kungkungan pemikiran dan selainnya.

Pada kondisi ini, jihad merupakan hal yang darurat. Layaknya jihad yang dilakukan untuk mempertahankan diri di hadapan penindas yang melakukan agresi. Makna umum dari difa (membela diri) berarti perlawanan terhadap penindas yang ada. Selanjutnya perlu dibahas pula pada bentuk penindasan dan serangan seperti apa Islam memandang jihad sebagai hal yang darurat.

sumber:http://www.al-shia.org

Strategi Amerika Menghadapi Kebangkitan Islam

Sejak kemenangan Revolusi Islam Iran dan dimulainya proses kebangkitan Islam, wacana dunia Islam memiliki definisi dan makna baru yang tak lagi terikat dengan batasan geografis. Republik Islam Iran sebagai pusat gejolak dan kebangkitan Islam merupakan markas krisis dan gejolak Harus diakui bahwa pengaruh terpenting dari Revolusi Islam Iran adalah dampaknya terhadap kebangkitan dunia Islam. Prosesnya tidak hanya terjadi dalam kehidupan spiritual individu saja melainkan menjalar hingga ke sektor politik. Saat ini, agama Islam dijadikan sebagai landasan politik dan bahkan undang-undang negara-negara Islam. Sebab itu, gelombang kebangkitan Islam dalam lembaga dan organisasi perjuangan anti-aroganisme kini memilki format baru.

Sejak empat abad lalu, dunia merupakan ajang pementasan kolonialisme dan imperialisme Barat. Namun Revolusi Islam Iran telah mengilhami setiap bangsa untuk bangkit melawan arogansi Barat khususnya AS. Dukungan para pemimpin Republik Islam Iran terhadap lembaga-lembaga Islam di berbagai negara telah menimbulkan kesulitan bagi para kaum arogan yang merasa kepentingan mereka terancam. Pasca kemenangan Revolusi Islam, AS menyusun strategi baru dan menciptakan medan perang baru dalam menghadapi Iran. Propaganda AS dalam hal ini ditargetkan agar dapat membendung perluasan gelombang kebangkitan Islam di Iran ke berbagai negara lainnya. Strategi pertama adalah dengan menghantam pemerintah Iran dalam rangka menampilkan kegagalan sistem pemerintahan Islam.

Dalam dua dekade terakhir AS gagal dalam membendung derasnya arus kebangkitan dan pertumbuhan gerakan-gerakan islami di berbagai negara. Bahkan kini AS merasa sangat terhimpit bahaya besar yang mengancam kepentingannya. Salah satu contohnya adalah perlawanan para pejuang Hezbollah Lebanon menghadapi agresi Rezim Zionis Israel. Kemenangan Hezbollah serta terusirnya pasukan Israel dari wilayah pendudukan Lebaon merupakan alarm bahaya bagi AS dan sekutunya. Mereka mengkhawatirkan gelombang kebangkitan dan perlawasan Hezbollah itu menyebar ke seluruh penjuru dunia. Oleh karena itu, AS memilih strategi untuk memperlemah peran organisasi Islam di Lebanon dan lebih menitik-beratkan pada peran pemerintah. Namun peluang keberhasilan strategi tersebut sangat kecil mengingat Hezbollah telah memiliki tempat yang sangat istimewa di hati masyarakat Lebanon. Tidak hanya itu, Hezbollah juga mendapat dukungan spriritual dan finansial dan warga Lebanon dan terus melangkah maju dalam merealisasikan tujuan-tujuan islaminya.

Terlepas dari masalah tadi, AS sendiri juga telah memperluas jangkauan konfrontasinya dengan dunia Islam dengan menggulirkan prakarsa Timur Tengah Raya dan jargon pemberantasan terorisme. Apalagi AS berniat menindaklajuti politiknya itu secara lebih ekstrim dan agresif. Perlu diingat bahwa agresi ke Irak dan Afghanistan merupakan bagian dari pencegahan kebangkitan Islam. Adapun terkait negara-negara tetangga Iran dan di luar kawasan Timur Tengah, AS dan sekutunya juga tampak lebih cerdik dan terperinci dalam meredam gelombang kebangkitan Islam. Caranya adalah dengan menekan pihak pemerintah untuk lebih mempersempit ruang gerak organisasi islami negara negara yang bersangkutan.

Dalam menghadapi fenomena tersebut, terdapat beberapa hal yang harus dilakukan pemerintah negara-negara Islam. Pertama, pemerintah dapat bertindak sebagai pengarah kebangkitan dan perkembangan pemikiran islami. Dalam konteks itu, pemerintah juga harus lihai dalam mengantisipasi setiap penyimpangan yang terjadi guna menjaga persatuan. Pada saat yang sama, pemerintah juga dituntut untuk menyusun program jangka panjang khususnya di bidang budaya dalam rangka membendung propaganda asing. Dewasa ini, organisasi pergerakan kecil yang beraktivitas di dalam negeri dapat mempengaruhi transformasi global. Contoh nyatanya adalah gelombang dan gemuruh perjuangan Hezbollah Lebanon melawan pasukan Israel. Dunia menyaksikan besarnya pengaruh kemenangan Hezbollah terhadap transformasi dunia Islam dan global.

Poin kedua adalah dukungan spiritual dan finansial pemerintah terhadap gerakan-gerakan islami agar aktivitas mereka dapat lebih ditingkatkan dalam menghadapi politik konfrontatif asing. Ketiga, pemerintah diharapkan memberikan penjelasan dan definisi yang tepat terkait terorisme agar tidak dapat diselewengkan untuk menumpas gerakan-gerakan islami. Hal ini dinilai sangat urgen mengingat setiap negara Islam memiliki visi dan strategi yang berbeda-beda di sektor politik, budaya, dan ekonomi. Jika hal ini dapat terwujud, penyelarasan kebijakan antarnegara Islam akan dengan sangat mudah tercapai.

Pada hakikatnya, terciptanya peluang interaksi dan kerjasama konstruktif dalam hubungan budaya, ekonomi, politik, dan keamanan, antarnegara Islam dapat mewujudkan akar interaksi dan hubungan yang erat serta berlandasakan pada nilai-nilai Islami.

SUMBER:http://www.al-shia.orgStrategi

Filsafat Politik Aristoteles

Aristotieles lahir pada tahun 384 sebelum masehi di Stagira, sebuah. kota kecil di Yunani di semenanjung Chalcidice.dia berasal darikeluarga menegah atas, ayahnya menjadi dokter di istana Anyntas II, ayah dari Philip agung. Pada usia 17 tahun dia pergi untuk belajar di academia Plato. Ia tinggal disana sampai Platonya meninggal pada tahun 348/7, kira-kira 20 tahun lamanya. Pada waktu berada dalam Akademia, Aristoteles menerbitkan beberapa karya. Ia juga mengajar anggota-anggota academia yang lebih muda tentang mata pelajaran logika retorika. Sekitar tahun 342 Aristoteles diundang oleh raja Phillipos dari mekadonia anak amyntas II, untuk menaggung pendidikan anaknya, Alexander, yang pada saat itu usianya 13 tahun. Undangn itu dapatdi mengerti, kalau kita ingat bahwa Aristoteles sudah dikenal di makedonia, karena ayahnya bertugas sebagai dokter di istana raja. Pada tahun 340 alexander diangkat menjadi pejabat raja makedonia pada usia 19 tahun. Tidak lama sesudah Alexander agung dilantik sebagai raja, Aristoteles kembali ke Athena, dimana xenokrates sudah menggantikan speusippos sebagai kepala akademia.

Aristoteles membentuk suatu perpustakaan yang mengumpulkan macam-macam skrip dan peta bumi, menurut kesaksian Strabo, seorang sejarahwan Yunani-Romawi
Itulah pepustakaan pertama dalam sejarah manusia. Aristoteles juga membuka semacam museum-museum yang mengumpulkan emua benda yang menarik perhatian, terutama dalam bidang biologi dan zoologi. Istrinya, pytias meninggal di Athena pada tahun yang tidak diketahui. Diceritakan, Alexander memberi suatu sumbangan besar untuk membentuk koleksi itu dan memerintahkan semua pemburu, penangkap unggas dan nelayan dalam kerajaannya upaya mereka melaporkan pada Aristoteles mengenai semua hasil yang menarik dari sudut ilmiah.

Karya-karya Aristoteles persis kebalikan dengan keadaan karya-karya Plato. Karya-karyanya meliputi :

a. Karya-karya yang sifatnya lebih kurang popular yang diterbitkan oleh Aristoteles sendiri. Karya-karya ini ditulis ketika Aristoteles berada di academia dan kebanyakan berupa dialog. Karya-karya ini dibaca ramai pada masa kuno, tetapi sekarang sudah hilang. Disini kami hanya menyebutkan tiga judul karya-karya Aristoteles yang pertama yaitu perihal eudemos atau perihal jiwa, dan protrepticos serta perihal filsafat

b. Karya-karya byang mengumpulkan bahan-bahan yang dapat digunakan dalam risalah-risalah ilmiah. Karya ini hampir tidak ada lagi yang masih disimpan hanya karya yang biasa ditunjukkan biasanya dengan nama latin Historia Animalium (penyelidikan mengenai binatang-binatang, suatu karya lain yang bernama Athenayon politeia ( tata negara Athena)

c. Karya-karya Yng dikarang Aristoteles sehubung dengan pengajarannya, kalau kita menggolongkan karya-karya Aristoteles yang ini secara sistematis, apabila karya-karya Aristoteles itu disebut dengan nama latin yaitu Logika, filsafat alam, psikologi, biologi, metafisika, etika politik dan ekonomi, retorika dan poetika.

Kemunculan, Fungsi dan Tujuan Negara Menurut Aristoteles

Aristoteles mendefinisikan negara sebagai “komunitas keluarga dan kumpulan keluarga yang sejahtera demi kehidupan yang sempurna dan berkecukupan. Aristoteles mencatat bahwa manusia secara individual memerlukan keluarga untuk menyediakan kebutuhan-kebutuhannya yang elementer dan menjaga pertumbuhan kemanusiaannya. Sebagai mahluk hidup, manusia bisa menyempurnakan aktifitasnya hanya dalam kehidupan komunal.

Dalam mengikuti perkembangan masyarakat, Aristoteles menyatakan bahwa banyak bentuk organisasi sosial yang belum sempurna telah ada di tempat yang di situ manusia bisa ditemukan. Mula-mula manusia hidup secara terpisah, kemudian kelompok-kelompok keluarga bersama-sama dalam kominitas desa untuk saling membantu dan melindungi, bagaimanapun sangat terbatas untuk itu, secara memadai, mencukupi kebutuhan watak manusia yang paling tetap. Berkecukupan diri menjadi mungkin hanya ketika sejumlah desa menyatukan sumber-sumber daya mereka dan membetuk suatu negara kota. Kebutuhan serupa yang memaksa keluarga-keluarga untuk bersatu menjadi desa dan desa-desa menjadi suatu komunitas yang lebih besar yang mendekati ‘pencukupan diri’ merupakan proses alamiah yang didirikan atas struktur factual watak manusia.

Aristoteles mengikuti plato berkenaan dengan konsep organic tentang negara. Perhatiannya yang mendalam akan pentingnya masyarakat terbukti dari rujukannya yang terus menerus terhadap kekuatan dan pengaruh yang mengikat bersama-sama dalam kerja sama. Doktrin Aristoteles berupaya mempertahankan pluralitas esensial dari negara dan menjadikan tubuh politik sebagai suatu keseluruhan bagian-bagian fungsional yang beragam dan komplementer yang disatukan oleh pencapaian tujuan umum dimana watak manusia mendorong mereka untuk saling bekerja sama.

Negara bermula “dalam kebutuhan hidup yang nyata” dan berlanjut “dalam keberadaan untuk memperoleh kehidupan yang baik dan bukan untuk kehidupan semata,” sebab “jika kehidupan menjadi tujuan, budak dan binatang-binatang yang kejam bisa membentuk negara. Aristoteles terus-menerus merujuk pada fungsi positif negara. Dengan tegas dia menyatakan bahwa komunitas politik tidak muncul hanya untuk menjadi polisi guna melindungi aturan dikalangan para warga atau sebagai prajurit untuk menjaga rakyat terhadap invasi dari luar. Negara bukan semata-mata masyarakat yang, karena merupakan tempat umum, ada untuk mencegah saling berbuat kejahatan dan tukar menukar. Memang, semua itu merupakan syarat-syarat yang tanpanya suatu negara tidak bisa berdiri. Negara yang benar Harus peduli dengan karakter warganya; ia harus mendidik dan membiasakan mereka dalam kebajikan, ia juga harus memberikan kesempatan kepada mereka untuk meraih hal-hal ekonomi, moral, intlektual, yang dibutuhkan untuk kehidupan yang baik. Aktifitas ini sangat esensial jika negara bertujuan untuk mencapai tujuan finalnya: kebajikan yang sempurna dikalangan warganya.

Aristoeles setuju dengan Sokrates dan Plato dalam menolak pendirian kaum sofis bahwa negara itu berdasarkan adat kebiasaan dan bukan kodrat. Buat Aristoteles, negara tidak berasal dari suatu inisiatif dari pihak manusia, tetapi menurut kodratnya manusia hidup dalam negara. Dalam buku I dari politica, Aristoteles mengatakan bahwa manusia menurut kodratnya merupakan Zoion politikom: makhluk yang hidup dalam polis.

Sebagaimana terjadi dalam karya-karya lain, dalam karya politik pun Aristoteles mencari penyebab final. Apa tujuan negara? Negara berada untuk apa? Aristoteles menjawab bahwa tujuan negara adalah memungkinkan hidup dengan baik. Keluarga bermaksud menjamin reproduksi hidup manusiawi dan memenuhi keperluan sehari-hari. Desa yang menggabungkan beberapa keluarga, memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang tidak dipenuhi oleh keluarga. Tapi kalau beberapa desa dipersatukan menjadi sutu negara, maka negara itu tidak memerlukan lembaga lebih tinggi lagi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan warga negaranya. Negara itu swasembada (autarkeia). Oleh karena itu negara mempunyai tujuan supaya manusia hidup dengan baik dalam arti sepenuh-penuhnya.

Negara Ideal Yang Diinginkan Aristoteles

Negara Ideal dimata Aristoteles membentuk pemerintahan yang terbaik adalah yang paling kondusif bagi kebahagiaan hidup rakyatnya. Pengalaman dan kajian empiriknya menyakinkannya bahwa tidak ada satu model pemerintahan pun yang bisa benar-benar memenuhi harapan rakyat yang berlainan dalam sejarah yang berbeda. Menggambarkan negara ideal sebagaimana dilakukan Plato, mungkin merupakan aktivitas intelektual yang bagus namun ini tidak cukup untuk urusan dunia keseharian. Negarawan sejati “seharusnya di perkenalkan bukan hanya pada apa yang terbaik secara abstrak, namun juga terbaik menurut keadaan.

Aristoteles mengatakan suatu bentuk negara boleh disebut baik, jika diarankan kepada kepentingan umum; sedangkan bentuk negara yang diarahkan kepada kepentingan si penguasa saja harus disebut buruk. Ketiga bentuk negara yang baik menurut Aistoteles adalah monarki, aristokrasi, dan politeia. Ketiga bentuk buruk yang sepadan dengannya masing-masing adalah tirani, oligarki, dan demokrasi.

Dalam menilai ketiga bentuk negara yang baik, Aristoteles menganggap monarki tidak terlalu praktis. Tentu saja, kalau seandainya terdapat seseorang yang jauh melebihi semua warga negara lain karena keunggulannya dalam kebijaksanaan, maka serta merta pemerintahan harus di percayakan kepadanya. Tetapi dalam pengalaman sehari-hari kita tidak mengenal orang serupa itu. Dari sebab itu dalam Praktek, monarki gampang menyeleweng menjadi tirani. Bentuk negara yang lebih baik dari monarki adalah aristokrasi, dimana pemerintahan dipercayakan kepada segelintir orang yang mutlak dianggap paling baik. Seringkali tidak mungkin untuk mendapati orang yang memenuhi syarat itu. Itulah sebabnya politeia harus di pandang sebagai bentuk negara yang paling baik dalam praktek. Dengan istilah “politeia” Aristoteles memaksudkan demokrasi moderat atau demokrasi yang mempunyai undang-undang dasar.

Mereka yang memiliki senjata dan biasa mengambil bagian dalam perang, mempunyai hak untuk memilih dan dipilih dalam lembaga-lembaga negara. Kalau boleh kita menggunakan suatu istilah modern, baha para warga negara dari politeia termasuk dalam middle-class. Aristoteles menghaarapkan bahwa golongan menegah itu akan menjamin keseimbangan antara golongan atas dan golongan bawah. Para warga negara akan memerintah dan di perintah berturut-turut. Sebagaimana dikatakan juga oleh Aristoteles sendiri, politeia sebetulnya tidak berbeda banyak dengan susunan negara yang biasanya yang di peraktekkan dalam dunia yunani pada waktu itu. Itulah suatu pertanda yang menunjukkan bahwa di sini seperti halnya juga dalam seluruh etika dan politiknya. Aristoteles memeluk suatu pendirian yang amat moderat dan realistis, kalau dibandingkan dengan Plato.

Dalam susunan negara yang disebut demokrasi, seluruh rakyat mengambil bagian dalam pemerintahan, mereka yang kaya dan mereka yang miskin, mereka yang berpendidikan serta mereka yang tidak. Aristoteles membedakan beberapa jenis demokrasi dan yang paling buruk adalah demokrasi yang tidak mempunyai undang-undang. Karena dalam keadaan begitu, kekuasaan mudah jatuh dalam tangan seorang yang menghasut rakyat. Oleh karena itu demokrasi macam ini tidak berbeda besar dengan tirani.


Daftar Pustaka
Schmandt, Henry J. Filsafat politik. Jakarta : Pustaka pelajar, 2009.

Bertens, K. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta :Kanisius, 1999.

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.