Jangan terlalu sibuk mengurus dunia hingga lupa bahwa hidup punya batas waktu. Hidup harus seimbang, menabunglah sekarang demi akhiratmu.
Home » » Politik Setan

Politik Setan

Suara yang jujur yang tumbuh dari hati nurani seseorag mengikrarkan bahwa dia membutuhkan bantuan dari selainnya, Tak terkecuali raja bahkan Presiden sekalipun. Maka tidak heran jika kita mengatakan bahwa manusia adalah mahluk sosial, dimana jika berkelempok sudah merupakan kelaziman baginya karena dengan berkelompoklah kita bisa menjalin hubungan dengan sesama. Hubungan ini dijalin atas dasar kesadaran akan saling membutuhkan diantara sesame pihak yang berhubungan tersebut.

Disini manusia memiliki kecendrungan untuk untuk selalu melengkapi kelemahan dan menutupi semua kekurangan-kekurangan yang ada pada dirinya dan juga karena setiap manusia sejak lahir telah memiliki kelebihan dan kekurangan dibanding dengan sesamanya, maka disini kita berinteraksi dengan sesama demi menutupi kebutuhan hidup tersebut. Hubungan diantara sesama manusia adalah hubungan kerjasama untuk saling bertransaksi satu sama lainnya demi terpenuhinya kebutuhan secara sehat dan manusiawi, dan bukan hubungan persaingan yang menuju kehancuran sebuah pihak demi keberhasilan pihak yang lain.

Satu, yang penting yang harus diketahui adalah jika manusia sadar akan dirinya siapapun dia, pasti selalu membutuhkan kepada selainnya, hanya saja tingkat kebutuhan mereka yang berbeda. Maka berdasarkan ini manusia tidak ada yang berhak berkuasa atas yang lainnya. Kedua, berdasarkan landasan kesadaran bahwa tidak ada suatu mahluk yang hidup di dunia ini yang mau di tindas maka kesimpulannya jangan menindas orang lain karena diriya sendiri tidak mau di tindas. Kesimpulan umum yang dapat diambil adalah karena tidak ada satupun manusia yang tidak membutuhkan kepada selainnya dan tidak ada satupun manusia yang mau ditindas maka dalam interaksinya semestinya manusia tidak memberikan sedikitpun ruang kepada persaingan, penindasan dan ketidakadilan serta semestinya juga tidak ada satu orang pun yang tega menelantarkan sesamanya terpuruk dalam kefakirannya baik kefakiran secara materi ataupun immateri. Maka yang ada adalah kerjasama yang saling menguntungkan dan terus dijaganya gelombang perlawanan anti penindasan dan ketidakadilan di tengah-tengah masyarakat

Ini tidak jauh beda terhadap hal-hal yang kita alamii sekarang ini di negeri kita tercinta dimana ketika kita melihat begitu banyak orang-orang menindas yang lemah, merebut hak orang lain, seandainya para politikus itu ketika membuat partai dan menjadikan partai itu sebagai sekolah untuk mendidik para calon politikus untuk melayani masyarakat dan negara, atau ketika mereka duduk di tempat-tempat terhormat, dia akan menghabiskan waktunya untuk melayani rakyat; bukan untuk mengganyang rakyat. Yang lebih parah dari itu, saat Indonesia mulai beranjak ke demokrasi dan multipartai, mereka duduk di kursi empuk dan mengkotak-kotak negara dengan dalih menyejahterakan rakyat.

Imam Khomeini merupakan tokoh revolusioner Iran membagi politik menjadi tiga bagian yaitu: Politik satwa, politik setan dan politik Tuhan, dimana pada politik pertama manusia dituntun untuk mengambil keuntungan duniawi saja, dan yang kedua manusia diarahkan ke tujuan yang bersifat kekuasaan dan masyarakat diajak untuk selalu haus akan kekuasaan dan posisi, serta yang ketiga manusia dibawa ke tingkat yang paling utama; tidak hanya sekedar memenuhi sisi materi, akan tetapi mengisi manusia dengan nilai-nilai ilahiah dan kedekatan maknawi kepada Tuhan.

Dapat di lihat dimana ketidakadilan tidak pernah berubah sejak zaman fir’aun hingga sekarang; yakni melakukan upaya pecah belah dengan cara menguatkan sebagian pihak dan melemahkan yang lain dengan memberi iming-iming kekuasaan dan kekuatan. Bahkan untuk itu mereka tega melakukan kekejian bahkan sampai pada pembunuhan bayi-bayi yang baru lahir, sebagaimana disebutkan dalam al-Quran. Artinya, untuk meraih dan melanggengkan kekuasaan, mereka tega sekalipun harus membunuh jutaan orang.

Bahkan pembantaian yang terjadi di beberapa Negara-negara telah menjadi hal yang wajar demi mengejar kekuasaan. Dan tidak hanya pada kasus di atas, peristiwa yang saat ini sedang berlangsung dan terus berkembang seperti di Sudan, Iraq, Palestina, Yaman, Afganistan dan disebagian negara-negara Islam, adalah bukti nyata akan bengisnya praktek politik yang tidak adil ini. Kalau mau jujur, itu sebenarnya disebabkan oleh satu faktor saja, yaitu kekhawatiran akan runtuhnya "hegemoni", kekuasaan dan pemerintahan mereka. Persis kekhawatiran yang ada pada Firaun di saat dia merasa akan muncul seorang bayi yang akan menumbangkan kekuasaannya, sehingga ia harus membunuhi bayi-bayi yang baru lahir.

Saat ini, firaun-firaun hadir dan ada di mana-mana di samping bayang-bayang firaun terbesar; Amerika Serikat. Dengan segala kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki, ia memaksakan kehendaknya ke atas seluruh bangsa, meruntuhkan sebagian di antaranya dan mengukuhkan sebagian yang lain. Dan di lain pihak, tidak ada yang ditakuti oleh Amerika selain gerakan-gerakan kemerdekaan di atas asas Islam. Sebab, Islam hanya mengakui kekuasaan Allah dan menentang kekuasaan dzalim dari siapa pun.

Politik Islam dibangun menjulang di atas moralitas dan kemanusiaan sehingga dengan politiknya akan selalu berhadapan dengan kebiadaban dan ketidakadilan. Politik Islam selalu memerangi penipuan, pengkhianatan, terorisme dan segala bentuk sifat-sifat buruk setani. Islam dengan politiknya tidak mengejar kekuasaan, karena kekuasaan hanya milik Allah Swt. semata. “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. Islam mencintai perdamaian, yaitu perdamaian yang berasaskan keadilan dan kemanusiaan. Islam tidak hanya menghendaki manusia hidup sejahtera dan damai dari sisi materi saja, sebab ini adalah politik satwa yang hanya mementingkan seputar lambung dan nafsu.

Satu lagi ketidak adilan dunia barat terhadap Islam dimana mereka mencegah Islam untuk memiliki nuklir, dimana mereka menuduh Islam merupakan teroris sehingga di khawatirkan digunakan untuk berperang, padahal Islam sendiri Khususnya Negara Islam Iran selalu menegaskan bahwa pogram nuklirnya hanya digunakan untuk kepentingan dan kesejahtraan masyarakat sipil, yang anehnya Istilah bom Islam dilontarkan secara terang-terangan oleh Amerika Serikat (AS) ketika Pakistan-negara berpenduduk Muslim terbesar ketiga di dunia-diketahui memiliki kemampuan persenjataan nuklir. Anehnya, tidak ada istilah “bom Kristen” bagi Negara-negara Kristen Barat atau “bom Hindu” dan “bom Yahudi” bagi India dan Israel-dua Negara yang jelas-jelas berkemampuan nuklir dan tidak menandatangani perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT).

Digandengkannya kata bom dan Islam jelas mengandung pesan dan mengidentifikasikan Islam sebagai ancaman yang bebahaya. Dalam persepsi Barat, jika sebuah Negara Islam mampu memiliki atau mengembangkan persenjataan nuklir, pada gilirannya senjata pemusnah masal itu akan jatuh pula ke tangan kelompok fundamentalis Islam. Dengan label “bom islam”, sebuah masyarakat dunia di cekoki pandangan bahwa jika umat Islam atau sebuah Negara Islam memiliki senjata nuklir, dunia terancam bahaya besar. Dalam pandangan Esposito, stigma (labelisasi)” menyiratkan eksistensi sebuah islam yang monolitik yang mengancam Israel dan Barat.

Muthahhari pernah mengatakan jika keadilan tidak bisa ditegakkan di tengah-tengah masyarakat maka pencapaian tujuan spiritual manusia pun tidak akan pernah bisa dilaksanakan. Padahal seperti telah dikutip diatas, pencapaian tujuan spiritual ini adalah kebutuhan yang sama diantara seluruh umat manusia dan merupakan tujuannya yang utama.

Ainun Najib pernah berkata bahwa manusia bisa sukses dalam kehidupannya yaitu jika dalam setiap detik kehidupannya bisa memilah mana tujuan dan mana sarana. Ia contohkan bahwa makan itu bukan tujuan tapi sarana saja untuk kemudian manusia bisa tetap bertahan hidup dan bisa beramal ibadah sehingga mencapai tujuannya di sisi Tuhan. Maka dengan cara berpikir seperti ini manusia tidak akan pernah disibukkan lagi dengan berbagai macam jenis, bentuk dan corak sarana hidup. Ia menyindir kondisi masyarakat Indonesia sekarang ini yang justeru cenderung sibuk dengan sarana-sarana hidup mereka dan malah mengiranya sebagai tujuan, ia contohkan bahwa ketika seseorang lapar maka ia harus makan, apa saja makanan yang penting halal, tapi masyarakat kita justeru sibuk dengan pertanyaan makan dimana ya? di Mc Donald atau Kentucky? makanan padang atau sunda? dan segudang pertanyaan lain yang harus dijawab oleh selera perutnya.

Inilah premanisme. Preman tidak hanya berkeliaran di pasar, gang-gang sempit perkotaan, tempat-tempat hiburan atau terminal dan stasiun kereta, ia pun kadang-kadang duduk di podium-podium resmi di gedung-gedung mewah pemerintahan atau parlemen bahkan diatas mimbar-mimbar keagamaan. Ia pun tidak selalu berpakaian kumal, lusuh dengan mulutnya yang bau alkohol, kadang-kadang ia mengenakan tuxedo dan bau harum semerbak parfum berkelas. Ia juga tidak selalu menenteng pisau atau celurit, kadang-kadang ia pun menenteng revolver atau bahkan klasinkov atau bahkan menenteng resolusi dewan keamanan.

Sebuah blunder penindasan yang lazim terjadi pada suatu masyarakat. Apakah ini yang selama ini di praktekkan Amerika? Apakah ini yang berusaha ditiru politikus-politikus kita? Dan apakah ini yang dibiarkan oleh masyarakat kita terus merajalela? Jika iya maka tunggulah kehancuran.

Previous
« Prev Post

3 Komentar

  1. memang para politikus harus belajar akhlak

    ReplyDelete
  2. dinegara indonesia yang tercinta dan terkasih ini perangkat politik sengaja dipisahkan dari tatanan ajaran dan konsep agama, politik menjadi kepentingan dan kenderaan untuk memuluskan kehendak pribadi dan golongan, yang akhirnya sudah pasti bisa ditebak bahwa rakyat jelata lah yang menjadi bahan dan obyek politik.

    ReplyDelete
  3. saya setuju dengan anda, agama dikendalikan oleh politik, maka terjadilah kekacauan seperti sekarang ini

    ReplyDelete

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.