Permasalahannya sangat sepele, mereka tidak menerima seseorang yang memilih berdasarkan kriteria seiman.
Ketika mendengar imbauan atau ajakan yang menyarankan warga Muslim memilih pemimpin seiman, maka akan dicap sebagai pelanggaran SARA.
Padahal tidak ada hubungannya dengan pelanggaran SARA.
Mau memilih berdasarkan agama, satu kampung, satu kampus, satu etnis atau identitas primordial lainnya atau memilih tidak berdasarkan kesamaan agama atau identitas primordialpun sah-sah saja dan dijamin oleh konstitusi.
Orang-orang seperti ini tidak bisa dituduh intoleran apalagi memberi mereka stempel radikal.
Lain halnya jika ada kelompok yang memanfaatkan isu identitas untuk tujuan menghina, menghasut, mengancam, menyerang, dan melecehkan kandidat tertentu.
Itu baru melanggar konstitusi dan patut diberi stempel intoleran dan radikal. Hal-hal yang mengandung unsur tersebut dianggap melanggar hukum dan harus ditindak sesuai prosedur.
Jadi harus bisa dibedakan antara penentuan kriteria pemimpin yang ingin dipilih dengan materi kampanye yang melecehakan dan menodai SARA.
Kalau sekadar mengimbau masyarakat untuk memilih pemimpin yang seiman, itu tidak masalah. Menyebut mereka dengan sebutan intoleran dan radikal adalah suatu yang berlebihan.
Berikan Komentar Anda