Berbagai gelombang protes yang ditujukan pada petahana oleh organisasi masyarakat, lembaga keagamaan, dan gabungan tokoh-tokoh moderat, kerap disebut dengan "gelombang protes" kelompok intoleran.
Protes tersebut digambarkan sebagai gelombang radikalisme yang membahayakan NKRI, meskipun disampaikan secara damai dan konstitusional.
Padahal kelompok tersebut sedang melawan pejabat yang dianggap arogan dan sombong, yang kerap menggusur rakyat miskin demi memuaskan nafsu birahi para taipan.
Ahok dan para buzzer memanfaatkan media untuk memainkan skenario atau agenda setting politik.
Menggambarkan dan mempropagandakan bahwa pilkada Jakarta hanya sebatas persoalan antara kelompok radikal dengan kelompok toleran.
Setting ini bertujuan mengalihkan perhatian warga Jakarta agar selalu memperdebatkan masalah pilkada dalam perspekstif SARA.
Mengabaikan inti permasalahan sesungguhnya seperti makin tingginya kemiskinan, kesenjangan sosial, dan tidak meratanya pembangunan dan ekonomi.
Tak salah jika ada dugaan bahwa agenda setting politik sengaja dilakukan untuk menutupi keburukan-keburukan petahana.
Terutama kebijakan penggusuran dan pembiayaannya yang kerap menggunakan dana dari taipan rakus tanah, atau menutupi pelanggaran hukum atas izin reklamasi, atau permasalahan-permasalahan lainnya.
Karena itu, jangan heran mengapa isu SARA tidak bisa dihilangkan dari pilkada Jakarta.
Karena para buzzer sedang memelihara dan memanfaatkannya untuk menutupi keburukan petahana, sekaligus memanfaatkannya untuk membangun citra mereka sebagai korban yang terdzolimi.
Protes tersebut digambarkan sebagai gelombang radikalisme yang membahayakan NKRI, meskipun disampaikan secara damai dan konstitusional.
Padahal kelompok tersebut sedang melawan pejabat yang dianggap arogan dan sombong, yang kerap menggusur rakyat miskin demi memuaskan nafsu birahi para taipan.
Ahok dan para buzzer memanfaatkan media untuk memainkan skenario atau agenda setting politik.
Menggambarkan dan mempropagandakan bahwa pilkada Jakarta hanya sebatas persoalan antara kelompok radikal dengan kelompok toleran.
Setting ini bertujuan mengalihkan perhatian warga Jakarta agar selalu memperdebatkan masalah pilkada dalam perspekstif SARA.
Mengabaikan inti permasalahan sesungguhnya seperti makin tingginya kemiskinan, kesenjangan sosial, dan tidak meratanya pembangunan dan ekonomi.
Tak salah jika ada dugaan bahwa agenda setting politik sengaja dilakukan untuk menutupi keburukan-keburukan petahana.
Terutama kebijakan penggusuran dan pembiayaannya yang kerap menggunakan dana dari taipan rakus tanah, atau menutupi pelanggaran hukum atas izin reklamasi, atau permasalahan-permasalahan lainnya.
Karena itu, jangan heran mengapa isu SARA tidak bisa dihilangkan dari pilkada Jakarta.
Karena para buzzer sedang memelihara dan memanfaatkannya untuk menutupi keburukan petahana, sekaligus memanfaatkannya untuk membangun citra mereka sebagai korban yang terdzolimi.
Berikan Komentar Anda