Dewasa ini pola dan gaya hidup modern semakin menggejala di dalam masyarakat. Fenomena ini disambut baik sebagai wujud kemajuan pembangunan dan perkembangan teknologi. Namun, di sisi lain kecenderungan ini dapat merugikan, karena dapat meningkatkan keterjangkitan penyakit, seperti pembuluh darah dan jantung.
Di Indonesia, pada tahun 1986 penyakit jantung dan pembuluh darah ini menduduki peringkat tiga, setelah diare dan saluran napas. Namun seiring dengan perkembangan zaman. menurut survei kesehatan rumah tangga. penyakit ini peringkatnya meningkat menjadi pembunuh nomor satu pada tahun 2001 dan 2006. Penyakit ini juga menduduki peringkat pertama di dunia sebagai pembunuh nomor wahid.
Modernisasi selalu meningkatkan pola hidup. Kebiasaan makan berlebihan, terlalu banyak aktivitas, banyak merokok, dan kurang istirahat. Akibatnya, sejak sepuluh tahun terakhir penyakit jantung dan pembuluh darah banyak menyerang, terutama penduduk usia di atas 40 tahun. Masalahnya, karena semakin tua umur seseorang, pembuluh darahnya semakin kaku, sehingga semakin mudah diserang penyakit pembuluh darah.
Di berbagai belahan dunia, terutama pada masyarakat maju, penyakit pembuluh darah (cardiovascular) telah lama menjadi pembunuh nomor satu. Tidak mustahil suatu saat penyakit ini bisa menyodok ke posisi pertama di Indonesia. Menurut data survei kesehatan rumah tangga yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan tahun 1986 saja, angka kesakitan (morbiditas) penyakit ini menunjukkan kenaikan dan urutan ke delapan menjadi urutan ketiga sejak tahun 1981 sampai 1986.
Sementara itu, Soedarsono dan Cyrus H. Simanjuntak dalam sebuah seminar di Jakarta mengungkapkan bahwa penyakit yang paling menonjol pada golongan usia 55 tahun ke atas adalah penyakit jantung dan darah tinggi yang meliputi 15,7% dan seluruh penderita yang mengalami berbagai gangguan penyakit.
Diungkapkan pula penyebab yang paling mencolok dan penyakit ini adalah pola makan yang salah dan kebiasaan merokok. Kebiasaan merokok di kalangan penduduk pria jumlahnya 52,9%, sedangkan wanita 3,6%. Bahkan, penelitian yang dilakukan di tujuh sekolah di Jakarta menunjukkan bahwa anak pria sudah merokok sejak usia 10 tahun. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2004, kebiasaan merokok pada remaja usia 15-19 tahun telah meningkat sebanyak 2%, pada tahun 2001 dan 2003, menjadi 60%. Padahal, merokok merupakan faktor primer penyebab penyakit jantung danpembuluh darah.
Penelitian Dr. Suriadi Gunawan dan Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan membuktikan bahwa penyakit jantung khususnya penyakit jantung koroner, telah menjadi epidemi sejak awal abad ini. Puncaknya terjadi 15 tahun yang lalu. Menurut Dr. Suriadi. Amerika Serikat telah berupaya menurunkan risiko penyakit ini dengan memperbaiki pola makan, tidur teratur, serta berolahraga. Karenanya, masyarakat Asia yang mulai maju perlu mewaspadai penyakit yang menjadi momok ini.
Di Indonesia sendiri, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, stres merupakan faktor penyebab utama setelah kebiasaan makan yang buruk. Penduduk yang tinggal di kota besar Iebih rentan terhadap penyakit jantung dan tekanan darah tinggi dibandingkan dengan penduduk desa. Contohnya. menurut Prof. Dr. Boedi Darmojo dan Universitas Diponegoro, Semarang, penduduk Lembah Baliem, Irian Jaya memiliki angka kesakitan penyakit jantung dan pembuluh darah yang sangat kecil. Hal ini disebabkan mereka sedikit makan lemak dan lebih banyak mengonsumsi ikan dan sayur.
Di Indonesia, pada tahun 1986 penyakit jantung dan pembuluh darah ini menduduki peringkat tiga, setelah diare dan saluran napas. Namun seiring dengan perkembangan zaman. menurut survei kesehatan rumah tangga. penyakit ini peringkatnya meningkat menjadi pembunuh nomor satu pada tahun 2001 dan 2006. Penyakit ini juga menduduki peringkat pertama di dunia sebagai pembunuh nomor wahid.
Modernisasi selalu meningkatkan pola hidup. Kebiasaan makan berlebihan, terlalu banyak aktivitas, banyak merokok, dan kurang istirahat. Akibatnya, sejak sepuluh tahun terakhir penyakit jantung dan pembuluh darah banyak menyerang, terutama penduduk usia di atas 40 tahun. Masalahnya, karena semakin tua umur seseorang, pembuluh darahnya semakin kaku, sehingga semakin mudah diserang penyakit pembuluh darah.
Di berbagai belahan dunia, terutama pada masyarakat maju, penyakit pembuluh darah (cardiovascular) telah lama menjadi pembunuh nomor satu. Tidak mustahil suatu saat penyakit ini bisa menyodok ke posisi pertama di Indonesia. Menurut data survei kesehatan rumah tangga yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan tahun 1986 saja, angka kesakitan (morbiditas) penyakit ini menunjukkan kenaikan dan urutan ke delapan menjadi urutan ketiga sejak tahun 1981 sampai 1986.
Sementara itu, Soedarsono dan Cyrus H. Simanjuntak dalam sebuah seminar di Jakarta mengungkapkan bahwa penyakit yang paling menonjol pada golongan usia 55 tahun ke atas adalah penyakit jantung dan darah tinggi yang meliputi 15,7% dan seluruh penderita yang mengalami berbagai gangguan penyakit.
Diungkapkan pula penyebab yang paling mencolok dan penyakit ini adalah pola makan yang salah dan kebiasaan merokok. Kebiasaan merokok di kalangan penduduk pria jumlahnya 52,9%, sedangkan wanita 3,6%. Bahkan, penelitian yang dilakukan di tujuh sekolah di Jakarta menunjukkan bahwa anak pria sudah merokok sejak usia 10 tahun. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2004, kebiasaan merokok pada remaja usia 15-19 tahun telah meningkat sebanyak 2%, pada tahun 2001 dan 2003, menjadi 60%. Padahal, merokok merupakan faktor primer penyebab penyakit jantung danpembuluh darah.
Penelitian Dr. Suriadi Gunawan dan Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan membuktikan bahwa penyakit jantung khususnya penyakit jantung koroner, telah menjadi epidemi sejak awal abad ini. Puncaknya terjadi 15 tahun yang lalu. Menurut Dr. Suriadi. Amerika Serikat telah berupaya menurunkan risiko penyakit ini dengan memperbaiki pola makan, tidur teratur, serta berolahraga. Karenanya, masyarakat Asia yang mulai maju perlu mewaspadai penyakit yang menjadi momok ini.
Di Indonesia sendiri, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, stres merupakan faktor penyebab utama setelah kebiasaan makan yang buruk. Penduduk yang tinggal di kota besar Iebih rentan terhadap penyakit jantung dan tekanan darah tinggi dibandingkan dengan penduduk desa. Contohnya. menurut Prof. Dr. Boedi Darmojo dan Universitas Diponegoro, Semarang, penduduk Lembah Baliem, Irian Jaya memiliki angka kesakitan penyakit jantung dan pembuluh darah yang sangat kecil. Hal ini disebabkan mereka sedikit makan lemak dan lebih banyak mengonsumsi ikan dan sayur.
Berikan Komentar Anda