Jangan terlalu sibuk mengurus dunia hingga lupa bahwa hidup punya batas waktu. Hidup harus seimbang, menabunglah sekarang demi akhiratmu.
Home » » Manusia Indonesia

Manusia Indonesia

Jika melihat masyarakat Indonesia yang beragam tidak jarang membingungkan kita tentang sosok manusia Indonesia yang sangat beragam, kadang di suatu sisi bagi sebagian orang nilai-nilai agama dalam kehidupan pribadinya kurang diperhatikan, hal ini di perparah lagi dengan tidak adanya persatuan diantara masyarakat Indonesia yang sudah sangat mulai memudar, Masyarakat lebih suka mementingkan kepentingan pribadi, kelompoknya walau hal tersebut menggunakan atau merugikan masyarakat umum.

Kondisi seperti ini memicu masyarakat untuk bertindak anarkis dalam kehidupan sehari-harinya sebagai contoh lihat saja demonstrasi-demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia berujung dengan cara merusak hal ini disebabkan oleh Para pejabat yang menumpuk kekayaan sebanyak-banyaknya untuk kepentingan pribadi dengan cara korupsi. Parahnya lagi korupsi tidak dilakukan oleh perorangan, tetapi dilakukan secara bersama-sama dalam eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Menurut saya Hal ini terjadi dikarenakan ada pola fikir yang mengatakan bahwa korupsi yang di lakukan oleh pejabat publik merupakan hal yang biasa, kenapa saya katakan demikian? Karena mereka beranggapan jika orang-orang yang berdemo dan berteriak anti korupsi di luar sana mendapat kesempatan untuk duduk di parlemen niscaya mereka akan melakukan korupsi, mereka berteriak anti korupsi hanya saja tidak mendapatkan kesempatan untuk duduk diparlemen, coba mereka mendapatkan kesempatan maka pasti akan melakukan korupsi juga. Kenapa pola pikir seperti ini bisa terjadi di kalangan yang menganggap dirinya terpelajar? Saya sendiri sebagai penulis bingung dengan hal ini. Mungkin saja budaya korupsi, nepotisme dll sudah biasa di kalangan terpelajar di parlemen.

Tidak hanya itu Di daerah tertentu muncul keinginan untuk melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) karena ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat yang cenderung memihak para pemilik modal asing dari pada masyarakat nya sendiri, hal ini membuat Nilai-nilai nasionalisme pun turut melemah. Pancasila sudah mulai jarang dibicarakan dalam konteks kenegaraan, kebangsaan dan kemasyarakatan (Asshiddiqie, 2009: 40).

Sebagai contoh saja coba lihat betapa ketidak berpihakan pemerintah terhadap masyarakat yaitu kasus PT Freport di papua, PT Newmont di Sumbawa. Keuntungan tambang hanya untuk Asing sedangkan dampak eksternalitasnya tidak pernah di fikirkan, itu merupakan kebijakan para segelintir orang yang membuat kebijakan yang merugikan masyarakat.

Jika membicarakan Manusia indonesia, maka sejatinya adalah manusia yang dididik untuk mencapai keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, makhluk sosial, dalam hubungan manusia dengan masyarakat, sesama manusia, dengan alam, dan dengan Tuhannya dalam mengejar kemajuan dan kebahagiaan rohaniah (Usman Pelly & Asih Menanti, 1994: 14). Tetapi manusia yang dikatakan oleh Usman dan Asih diatas menurut saya masih jauh dari harapan bahkan saya sendiri tidak bisa memperkirakan kapan manusia Indonesia yang Ideal itu akan terjadi. 

Membicarakan Masalah Manusia Indonesia, maka tidak jarang para ilmuwan dan budayawan Indonesia bukan menemukan sisi positifnya melainkan sebaliknya mengenali sisi-sisi negatif manusia Indonesia, diantaranya uraian ”manusia Indonesia”-nya Mochtar Lubis. Dia melihat fenomena kehidupan masyarakat Indonesia yang jauh dari cita- cita pembangunan Indonesia, Muchtar Lubis Menjelaskan dengan lantang pada tahun 1977, menyebut enam ciri manusia Indonesia. Meliputi hipokrit alias munafik (1), enggan bertanggung jawab atas perbuatan dan keputusannya (2), berjiwa feodal (3), percaya takhayul (4), artistik (5), dan berwatak lemah (6). 

Menariknya lagi tahun 1982 Mochtar Lubis diminta menjelaskan kembali tentang manusia Indonesia, dengan tegas ia mengatakan tidak ada perubahan, malah kondisi yang ada semakin parah. Saya sempat berfikr andai saja Mochtar Lubis diminta untuk menjelaskan kembali “manusia Indonesia” pada tahun 2011 ini mungkin dia akan menjelaskan sambil menangis karena semakin parahnya kondisi Masyarakat Indonesia saat ini, tapi sayangnya beliau telah meninggal 2 Juli 2004.

Jika Mochtar Lubis disuru menjelaskan bersama-sama tentang manusia Indonesia bersama Ryan Sugiarto, maka saya tidak bisa membayangkan reaksi masyarakat Indonesia tentang kedua orang ini. Ryan Sugiarto (2009: 11-13) memperinci watak negatif manusia Indonesia dengan mengemukakan 55 kebiasaan kecil yang menghancurkan bangsa. Tapi saya tidak membenarkan jika kedua budayawan ini memukul rata semua sifat ini ada pada setiap masyarakat Indonesia, kita harus yakin bahwa masih banyak diantara manusia Indonesia yang rela berkorban demi kepentingan masyarakat luas, hanya saja mungkin mereka di tindas oleh mayoritas, sehingga sulit bagi memreka untuk melakukan perubahan melaikan hanya dengan mengikuti aturan mayoritas.

Kelemahan dari Kajian Mochtar Lubis yang mentaliti manusia Indonesia sebagai ‘munafik dan penuh tahyul, cenderung keputusan yang terburu-buru yang pandangan stereotaipnya menyamaratakan penduduk indonesia. Padahal Indonesia itu luas, terdiri dari pulau-pulau dan suku-suku. Tentu orang jawa dan sumatra berbada perilakunya, begitu juga dengan lannya. Kondisi dan sifat baik buruk manusia bukan di tentukan oleh kebangsaan atau negaranya melainkan orang tua, teman, tempat tinggal, lingkungan.

Saya berpendapat bahwa Manusia Indonesia yang dijelaskan Mochtar Lubis ditujukan untuk menjelaskan para eksekutif suku jawa yang menguasai pemerintahan. Kemudian dia mengamati kepemimpinan merka dan mendapatinya seperti yang di jelaskan pada tulisannya yang berjudul manusia Indonesia. Jika di suku jawa itu dibagi lagi  menurut saya tidak semua orang memiliki mentaliti seperti yang di jelaskannya. Mochtar Lubis sendiri,  kebetulan bukan orang Jawa, tidak membuat kenyataan bahawa yang dimaksud adalah orang Jawa, tetapi orang Indonesia. Jika di teliti lagi Indonesia pula, terdiri daripada pelbagai sukubangsa, etnik, termasuk etnik Jawa. Bandaraya Medan, misalnya, sebagai kawasan perbandaran yang mempunyai penduduk majmuk dan terdiri daripada penduduk yang berbilang kaum.

Dari bukunya Mochtar Lubis sangat jelas dia mencoba untuk membangkitkan pemikiran kritis. Namun, sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya ciri manusia Indonesia ini hanyalah stereotip yang mencoba menjelaskan mental dan perilakau bangsa Indonesia seluruhnya. Sehingga bermunculanlah pro dan kontra untuk menanggapinya. Jika Mochtar Lubis  mampu menjelaskan pemikirannya secara ilmiah di dukung data ilmiah saya yakin maka pemikiranya tidak akan subjektif.  Menurut saya tidak selamanya manusia berada dalam keadaan yang selalu negatif, kadang pula dia akan berubah menjadi positif seiring berjalannya waktu, menjadi orang yang ideal yang jauh dari streotip-nya Mochtar Lubis. 
Bagaimana pun juga terlepas dari benar atau salah apa yang dikemukakan Mochtar Lubis, paling tidak dapat menjadi referensi. Jikalau ciri-ciri negatif tersebut memang ada dan dapat mengganggu atau menghambat pembangunan dan pertumbuhan negara, maka harus cepat diminimalisir bahkan disingkirkan. Karena inti dari suatu negara bukanlah sistem, namun pembuat dan pelaksana sistemlah yang merupakan poin penting. Semua manusia di dalamnya, manusia Indonesia.

Previous
« Prev Post

Berikan Komentar Anda

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.