Selayang
Pandang
Nama
: Ali
Gelar
: Zainal Abidin, As-Sajjad
Julukan
: Abu Muhammad
Ayah
: Husein bin Ali bin Abi Thalib
Ibu
: Syahar Banu
Tempat/Tgl
Lahir : Madinah, 15 Jumadil Ula 36 H.
Hari/Tgl
Wafat : 25 Muharram 95 H.
Umur
: 57 Tahun
Sebab
Kematian : Diracun Hisyam bin Abdul Malik, di Zaman al-Walid
Makam
: Baqi' Madinah
Jumlah
Anak : 15 orang; 11 Laki-Laki dan 4 Perempuan
Anak
Laki-laki : Muhammad Al-Baqir, Abdullah, Hasan, Husein, Zaid, 'Amr Husein
Al-Asghor, Abdurrahman, Sulaiman, Ali, Muhammad al-Asghor
Anak
perempuan : Hadijah, Fatimah, Aliyah, Ummu Kaltsum
Kelahiran
Imam Ali Zainal Abidin as
Pada masa pemerintahan khalifah
kedua, Umar bin Khattab, kaum muslimin berhasil menaklukkan negeri Persia
(Iran). Atas kemenangan ini, laskar Islam memboyong tawanan-tawanan perang ke
Madinah Al-Munawwarah, termasuk di antara mereka putri Yazdijard, Kisra Persia.
Tatkala kaum muslimin berkumpul
di masjid, Khalifah Umar bermaksud menjual putri raja tersebut. Namun, Imam Ali
as memberi isyarat agar ia tidak melakukan hal itu, mengingat bahwa putri-putri
raja tidak boleh diperjualbelikan, sekalipun mereka itu kafir. Lalu beliau
mengatakan, "Biarkan dia memilih seorang laki-laki untuk menjadi suaminya.
Dan siapa saja yang dipilihnya, maka ia berhak menikah dengannya."
Sang putri raja itu menjatuhkan
pilihannya kepada junjungan kita, Imam Husain bin Ali as sebagai pasangan
hidupnya. Amirul Mukminin Ali as berwasiat kepada anaknya agar memperlakukannya
dengan baik dan santun.
Beliau mengatakan, "Wahai
Abu Abdillah (Husain), ketahuilah bahwa dia kelak akan melahirkan sebaik-baik
penduduk dunia."
Ya, dari rahim wanita bangsawan
inilah putra pertama Imam Husain yang bernama Ali itu lahir. Pernah sang ayah
memanggilnya dengan nama Ibn Khairatain (anak dari dua kebaikan), karena dalam
nadinya mengalir darah dua bangsa; Arab Quraisy Bani Hasyim dan Ajam Persia.
Riwayat
hidup Imam Ali Zainal Abidin as
Setelah kejadian
"karbala", Ali Zainal Abidin a.s. menjadi pengganti al-Husein sebagai
pemimpin umat dan sebagai penerima wasiat Rasul yang ke-empat. Ketika Imam Ali
bin Abi Thalib memegang tapak pemerintahan, beliau menikahkan al-Husein dengan
seorang pultri Yazdarij, anak Syahriar, anak kisra, raja terakhir kekaisaran
Persia yang bernama Syahar Banu. Dari perkawinan yang mulia inilah Imam Ali
Zainal Abidin a.s. dilahirkan.
Dua tahun pertama di masa
kecilnya, beliau berada dipangkuan kakeknya, Ali bin Abi Thalib. Dan setelah
kakeknya berpulang ke rahmatullah beliau diasuh pamannya al-Hasan, selama
delapan tahun. Beliau mendapat perlakuan yang sangat istimewa dari pamannya.
Sejak masa kecilnya beliau telah
menghiasi dirinya dengan sifat-sifat yang terpuji. Keutamaan budi, ilmu dan
ketaqwaan telah menyatu dalam dirinya. al-Zuhri berkata: "Aku tidak
menjumpai seorang pun dari Ahlul Bait nabi s.a.w yang lebih utama dari Ali bin
Husein.
Beliau dijuluki as-sajjad, karena
banyaknya bersujud. Sedang gelar Zainal Abidin (hiasannya orang-orang ibadah)
karena beliau selalu beribadah kepada Allah SWT. Bila akan shalat wajahnya
pucat, badannya gemetar. Ketika ditanya: Mengapa demikian? Jawabannya:
"Kamu tidak mengetahui di hadapan siapa aku berdiri shalat dan kepada
siapa aku bermunajat".
Setelah kesyahidan al-Husein
beserta saudara-saudaranya, beliau sering kali menangis. Tangisannya itu
bukanlah semata-mata hanya karena kematian keluarganya, namun karena perbuatan
umat Muhammad s.a.w yang durjana dan aniaya, yang hanya akan menyebabkan
kesengsaraan mereka di dunia dan di akhirat. Bukankah Rasulullah s.a.w tidak
meminta upah apapun kecuali agar umatnya mencintai keluarganya. Sebagaimana
firman Allah (as-Syura 23). "Dan bukti kecintaan kita kepada keluarganya
adalah dengan mengikuti mereka."
Di saat keluarganya telah
dibantai, sementara penguasa setempat sangat memusuhinya, misalnya di zaman
Yazid bin Muawiyah beliau dirantai dan dipermalukan di depan umum, di zaman
Abdul Malik raja dari Bani Umayyah beliau dirantai lagi dan dibawa dan Damaskus
ke Madinah lalu kembali lagi ke Madinah, Akhirnya beliau banyak menyendiri
serta selalu bermunajat kepada khaliqnya.
Amalannya dilakukan secara
tersembunyi. Setelah wafat, barulah orang-orang mengetahui amalannya.
Sebagaimana datuknya, Ali bin Abi Thalib, beliau memikul tepung dan roti
dipunggungnya guna dibagi-bagikan kepada keluarga-keluarga fakir miskin di
Madinah.
Dalam pergaulannya, beliau sangat
ramah bukan hanya kepada kawannya saja melainkan juga kepada lawannya. Dalam
bidang ilmu serta pengajaran, meskipun yang berkuasa saat itu al-Hajjaj bin
Yusuf As-Tsaqofi seorang jiran yang kejam yang tidak segan-segan membunuh
siapapun yang membela keluarga Rasulullah s.a.w, beliau masih sempat memberikan
pengajaran dan menasehati para penguasa.
Namun, apapun yang dilakukannya,
keluarga Umayyah tidak akan membiarkannya hidup dengan tenang. Dan pada tanggal
25 Muharram 95 Hijriah, ketika beliau berada di Madinah, Al-Walid bin Abdul
Malik bin Marwan meracuni Imam Ali Zainal Abidin a.s.
Keagungan beliau sulit
digambarkan dan kata-katanya bak mutiara yang berkilauan. Imam Sajjad a.s. dan Pemerintahan yang Berkuasa Saat itu Imam
Sajjad a.s. mengakui bahwa tanpa adanya dukungan masyarakat umum, kekuasaan
tidak akan dapat banyak membantu dalam merombak kehidupan masyarakat Islam kala
itu. Masyarakat umum juga harus tahu tujuan-tujuan negara, percaya penuh kepada
teori-teorinya berkenaan pemerintahan dan membelanya lahir dan batin. Imam
Sajjad a.s. merasa harus menjelaskan semua itu kepada mereka sehingga mereka
tetap tegar dalam menghadapi setiap gejolak yang terjadi.
Akan tetapi, ia tidak memiliki semua
itu, dan karena ketidaktahuan mereka ia pernah mengeluh: "Ya Allah, dalam
setiap problema yang terjadi aku telah melihat kelemahanku, aku telah menyadari
ketidakmampuanku untuk mencari bantuan masyarakat dalam menghadapi orang-orang
yang memerangiku, dan kuakui kesendirianku dalam menghadapi banyaknya orang
yang memusuhiku".
Secara global dapat dikatakan
bahwa situasi sosial masyarakat yang dialami oleh setiap imam ma'shum a.s.
pasti membatasi ruang gerak politiknya.
Dengan adanya segala bentuk teror
yang dijalankan oleh para musuh Islam demi menjauhkan mereka dari lingkaran
pemerintahan, para imam ma'shum a.s. telah menjalankan segala tugas mereka
dengan baik dalam menjaga risalah Islam dari terjerumus ke dalam jurang
penyelewengan dari nilai-nilai murninya. Setiap kali mereka melihat
penyelewengan beranjak makin parah, mereka selalu sigap mengambil sebuah solusi
yang jitu.
Imam
Ali Zainal Abidin as Di Karbala
Imam Ali Zainal Abidin as ikut
bersama ayahnya, Imam Husain as dalam perjalanannya dari Madinah ke Makkah dan
dari Makkah ke Karbala, hingga terjadi tragedi pembantaian yang memilukan itu
di sana.
Ketika itu, beliau sedang sakit
keras. Setelah menyaksikan ayahnya tinggal sendirian, Dia memaksakan dirinya
bangkit dari pembaringannya untuk terjun ke dalam medan peperangan. Akan
tetapi, Imam Husain berkata kepada saudarinya Zainab, “Tahanlah dia agar
keturunan keluarga Rasulullah saw tidak terputus.”
Sesungguhnya sakit yang menimpa
Imam as pada hari-hari itu adalah kemurahan Allah SWT, agar keturunan
Rasulullah tetap berlanjut, dan kejahatan serta kebiadaban Yazid tersingkap.
Imam
Ali Zainal Abidin as
Menjadi
Tawanan
Segera setelah Imam Husain as
syahid, tentara Ibnu Ziyad menyerang kemah-kemah dan hendak membunuh Imam Ali
Zainal Abidin as yang ketika itu berumur 23 tahun. Akan tetapi, sang bibi, Zainab
berdiri menghadang mereka dengan penuh keberanian dan berkata, “Jika kalian
hendak membunuhnya, maka bunuhlah aku terlebih dahulu." Akhirnya, mereka
mengurungkan niat jahat itu, dan merantai tangan Imam serta menggiringnya ke
Kufah bersama dengan tawanan lain.
Tatkala mereka beristirahat,
Zainab dan Imam as serta para tawanan lainnya dengan penuh keberanian
membukakan kekejaman Yazid, Ubaidillah Ibnu Ziyad, dan penghianatan warga Kufah
yang hina.
Ketika rombongan tawanan itu tiba
di Kufah, masyarakat berkerumun di sekitar mereka. Dalam rangka menunjukkan
penentangan, Imam Ali Zainal Abidin as memilih diam sambil menperlihatkan
kondisi dirinya yang dirantai, sedangkan darah mengalir dari sikunya.
Di tengah mereka beliau
berpidato, “Wahai manusia! Barangsiapa mengenal aku, maka dia telah mengenal
aku, dan barangsiapa yang tidak mengenalku, maka ketahuilah aku adalah Ali bin
Husain bin Abi Thalib.
“Aku adalah anak yang diinjak
kehormatannya, dirampas haknya, dirampok hartanya, dan ditawan keluarganya. Aku
adalah anak yang ayahnya disembelih di Sungai Furat. Aku adalah anak yang
ayahnya dibunuh dalam keadaan sabar, dan cukuplah itu sebagai kebanggaan.
“Wahai manusia! Bersumpahlah demi
Allah. Masihkah kalian ingat bagaimana kalian telah melayangkan surat dan
undangan kepada ayahku lantas kalian sendiri mengkhianatinya. Kalian telah
memberikan janji untuk berbaiat lalu kalian membunuhnya.
“Sungguh, celakalah kalian karena
perbuatan kalian sendiri! Bagaimana kalian akan berhadapan dengan datukku
Rasulullah kelak tatkala beliau mempertanyakan kepada kalian, 'Kalian bunuh
keluargaku dan hancurkan kehormatanku. Sungguh kalian tidak termasuk umatku.’”
Imam
Ali Zainal Abidin as Di Istana Ubaidillah
Ubaidillah Ibnu Ziyad
memerintahkan agar para tawanan diseret menghadapnya. Ia ingin sekali melihat
garis-garis kehinaan di raut wajah mereka. Tiba-tiba ia terperanjat.
Pandangannya tertusuk tatapan-tatapan mereka yang semua malah menghinakan
dirinya, padahal mereka dikelilingi oleh para algojo istana.
Ibnu Ziyad menoleh ke Imam Ali
Zainal Abidin as dan berkata, “Siapa namamu?”
Imam menjawab, "Aku Ali bin
Husain."
Ibnu Ziyad berkata lagi dengan
bengis, "Bukankah Allah telah membinasakan Ali?”
Imam menjawab dengan tegas, “Aku
pernah punya kakak bernama Ali yang telah dibunuh oleh segerombol manusia.”
Ibnu Ziyad dengan jengkel
menukas, "Allah lah yang telah membunuhnya!"
Imam tanpa rasa gentar membalas,
"Allah mematikan jiwa ketika tiba ajalnya, karena setiap jiwa tidak akan
mati kecuali dengan izin Allah."
Ibnu Ziyad semakin berang, lalu
memerintahkan untuk membunuh Imam as. Pada saat itulah sang bibi, Zainab
bangkit dan berkata lantang, "Hai Ibnu Ziyad! Apakah kau belum puas
menumpahkan darah kami? Apakah kau tidak membiarkan salah seorang hidup dari
kami? Jika kau hendak membunuhnya, maka biarkanlah aku menyertainya."
Ibnu Ziyad semakin gentar tatkala
Imam Ali Zaibal Abidin mengatakan, "Tidakkah kau tahu bahwa perang adalah
kebiasaan kami, dan mati syahid adalah kemuliaan kami dari Allah".
Akhirnya, Ibnu Ziyad mengurungkan
niatnya dan mengirimkan para tawanan itu ke Syam.
Imam
Ali Zainal Abidin as
Di Syam (Syiria)
Rombongan tawanan itu tiba di
negeri Syam diiringi dengan tangisan pilu menyayat hati, sementara Imam Ali
Zaibal Abidin as masih dirantai besi.
Yazid bin Mu‘awiyah memerintahkan
untuk menghiasai kota Damaskus sebagai tanda syukur dan puas atas terbunuhnya
Imam Husain as. Ia telah menipu warga kota dengan menyebarkan berita bohong dan
citra buruk tentang anak keturunan Ali bin Abi Thalib as.
Sesampainya rombongan tawanan di
Damaskus, seorang lelaki tua mendatangi Imam Ali Zainal Abidin as dan berkata,
"Segala puji bagi Allah yang telah membinasakanmu dan memenangkan pemimpin
kami!"
Imam as sadar bahwa sesungguhnya
lelaki tua itu tidak tahu kenyataan yang sebenarnya. Kepadanya beliau bertanya
lembut, "Wahai bapak tua! Apakah engkau membaca Al-Qur'an?"
Lelaki tua itu menjawab,
"Iya."
Imam bertanya lagi, "Apakah
engkau membaca firman Allah, 'Katakanlah [Muhammad], ‘Aku tidak meminta balasan
dari kalian kecuali kecintaan kalian kepada keluargaku.’ Dan firman Allah,
‘Penuhilah hak keluarga (Rasul).’ Serta firman Allah, ‘Dan ketahuilah,
sesungguhnya pada rampasan perang kalian terdapat seperlima hak Allah SWT,
rasul-Nya, dan keluarganya?’”
"Iya", jawab lelaki tua
itu, "Saya telah membaca ayat-ayat itu."
Lalu Imam as berkata, "Demi
Allah, kamilah keluarga Nabi yang disebutkan dalam ayat-ayat tersebut."
Imam melanjutkan pertanyaannya,
"Apakah engkau membaca firman Allah, ‘Sesungguhnya Allah ingin
menghilangkan kekotoran (rijz) dari kalian hai Ahlulbait, dan menyucikan kalian
sesuci-sucinya.’?”
Lelaki tua itu menjawab,
"Iya."
Imam berkata, "Kamilah
Ahlulbait, wahai bapak tua."
Dengan penuh keheranan, lelaki
tua bertanya, “Demi Allah, benarkah kalian Ahlulbait?”
Imam menjawab, "Ya, demi
kebenaran datuk kami, Rasulullah. Kamilah yang dimaksudkan dalam ayat
itu."
Lelaki tua itu akhirnya menerima
perkataan Imam. Ia berkata, "Aku berlepas diri kepada Allah dari
orang-orang yang telah memerangi kalian."
Ketika berita itu sampai ke
telinga Yazid, segera ia memerintahkan algojonya untuk memenggal leher lelaki
tua itu.
Imam
Ali Zainal Abidin as
Di Hadapan Yazid
Yazid memerintahkan agar para
tawanan dihadapkan kepadanya dalam keadaan terikat. Sungguh keadaan mereka amat
memilukan.
Imam Ali Zaibal Abidin as
berkata, "Apa yang akan kau katakan, hai Yazîd, kepada Rasulullah
sementara keturunannya dalam keadaan seperti ini?!"
Mendengar itu, orang yang hadir
dalam ruangan menangis. Mereka tak kuasa lagi menahan air mata.
Atas perintah Yazid, salah
seorang orator naik mimbar dan mulai mencaci-maki dua cucunda Nabi; Hasan dan
Husain, dan sebaliknya memuji-muji Mu‘awiyah dan Yazid. Imam as memandangnya
dan berkata dengan nada keras, "Celakalah kamu, hai pembicara. Kau telah
mencari kesenangan makhluk dengan kemurkaan Allah. Maka, kau telah memilih
tempatmu di neraka."
Kemudian Imam as berpaling ke
arah Yazid dan berkata, "Apakah engkau mengizinkan aku naik ke mimbar ini?
Aku akan mengutarakan sebuah ucapan yang mengandung keridhaan Allah dan
menebarkan pahala kepada hadirin di sini."
Yazid menolaknya dan bergumam,
"Jikalau dia naik mimbar, dia tidak akan turun kecuali setelah membeberkan
kekejamanku serta kejahatan keluarga Abu Sufyân."
Setelah didesak oleh hadirin,
akhirnya Yazid mengizinkan Imam untuk berpidato.
Lalu Imam Ali Zainal Abidin as
naik mimbar. Setelah memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, beliau
berkata, "Wahai manusia, kami telah diberi enam perkara dan diunggulkan
dengan tujuh perkara; kami diberi ilmu pengetahuan, kesantunan, kedermawanan,
kefasihan bicara, keberanian, dan kecintaan di hati-hati kaum mukmin.
"Kami telah diunggulkan
karena di antara kami terdapat Nabi yang termulia, Ali As-Shiddiq yang
tepercaya, dan Ja‘far At-Thayyar yang terbang. Pada kamilah Singa Allah dan
Singa Rasul-Nya. Pada kamilah penghulu segenap kaum wanita, dan pada kami
pulalah dua cucu mulia umat ini.
"Wahai manusia, barangsiapa
mengenalku, maka sungguh dia telah mengenalku, dan barangsiapa tidak
mengenalku, akan kuperkenalkan asal-usul keturunanku.
"Aku adalah anak dari Makkah
dan Mina (Nabi Ibrahim as). Aku adalah anak air sumur Zamzam dan Shafa (Nabi
Ismail as). Aku adalah anak dari orang yang telah diisra’-mikrajkan dari Masjid
Haram ke Masjid Aqsha. Aku adalah anak dari orang yang ditemani Malaikat Jibril
ke Sidratul Muntaha (Nabi Muhammad saw). Aku adalah anak dari orang yang dekat
dan didekatkan sehingga berada di antara dua sisi atau lebih dekat lagi. Aku
adalah anak Muhammad Al-Musthafa. Aku adalah anak Al-Murtadha."
Mulailah Imam Ali Zainal Abidin
as menyebutkan silsilah keturunannya yang suci, sampai menjelaskan tragedi
pembantaian di Karbala secara rinci. Para hadirin terkejut menyimak kenyataan
yang sebenarnya terjadi sehingga ruangan itu bergemuruh dengan isak tangis
mereka.
Yazid khawatir akan terjadi
perubahan yang merugikan dirinya. Segera dia memberi isyarat kepada muazin
untuk mengumandangkan azan guna memotong pembicaraan Imam as.
Muazin mengumandangkan, "Asyhadu
alla ilaha illallah."
Imam lalu berkata dengan khusyuk,
"Aku bersaksi dengan darah dan dagingku."
Ketika muazin mengumandangkan, "Asyhadu
anna Muhammadan Rrasulullah."
Imam as menoleh ke Yazid dan
berkata kepadanya, "Muhammad ini, apakah kakekku atau kakekmu? Jika kau
katakan bahwa dia adalah kakekmu, maka engkau telah berdusta. Tetapi, jika kau
mengakuinya sebagai kakekku, lalu mengapa engkau membunuh keturunannya?"
Ternyata, dialog antara Imam Ali
Zainal Abidin as dan Yazid itu menciptakan perubahan besar di tengah masyarakat.
Bahkan, ada sebagian dari mereka yang meninggalkan masjid sebagai cara
penentangan mereka terhadap kekejaman pemerintahan Yazid.
Lagi-lagi Yazid kuatir keadaan
kota Syam akan bergejolak dan menentangnya. Secepat mungkin ia memerintahkan
agar para tawanan dikembalikan ke Madinah.
Kaum muslimin menyesal atas sikap
acuh mereka terhadap Imam Husain as ketika mereka melihat kezaliman dan
kejahatan Yazid terus berlangsung.
Tak lama kemudian, Yazid
mengirimkan pasukan untuk menyerang Madinah Al-Munawwarah. Selama tiga hari dia
membolehkan setiap rajuritnya di sana melakukan pembunuhan, penjarahan, dan
perampasan kehormatan wanita.
Belum puas memperlakukan Madinah
dan warganya, Yazid memerintahkan pasukan untuk mengepung kota Makkah dan
menghancurkan Ka’bah dengan lemparan batu dan membakar bagian dalamnya.
Sementara pasukan menghujani
Ka’bah dengan batu, Allah membalas perbuatan biadab Yazid hingga mati secara
mengenaskan.
Kematian Yazid membuat kedudukan
khilafah beralih kepada anaknya yang bernama Mu‘awiyah. Namun, Muawiyah sendiri
menolak kedudukan itu, sebab ia menyadari betapa kezaliman yang telah dilakukan
ayah dan kakeknya. Ia tahu benar bahwa mereka berdua telah merampas hak
kekhilafahan dari pemiliknya yang sah.
Dalam keadaan demikian, Marwan
bin Hakam mengangkat dirinya sendiri sebagai khalifah, lalu warga Syam
membaiatnya.
Sementara di Hijaz, Abdullah bin
Zubair memproklamirkan kekhalifahannya. Di sana ia senantiasa menjaga Ka’bah.
Pada tahun 73 H, anak Marwan yang
bernama Abdul Malik bersama pasukan besarnya bergerak menuju Makkah dan
mengepungnya. Seperti yang sudah dilakukan oleh Yazid, ia pun menghancurkan
Ka’bah dengan lemparan batu dan berhasil membunuh Abdullah bin Zubair.
Dalam usaha melanggengkan
pemerintahan, tak segan-segan Abdul Malik menggunakan ancaman dan tekanan
terhadap siapa saja yang menentangnya.
Ia mengangkat seorang lelaki
penumpah darah sebagai gubernurnya di Bashrah dan Kufah, yaitu Hajjaj bin Yusuf
Ats-Tsaqafi. Gubernur ini banyak membuat ladang penjagalan untuk nyawa-nyawa yang
tak berdosa, serta mengisi penjara-penjara dengan kaum laki-laki
dan—bahkan—perempuan.
Secara khusus, Abdul Malik
melakukan pengawasan ketat terhadap Imam Ali Zainal Abidin as. Mata-mata selalu
mengintai setiap gerak-gerik beliau.
Sampai akhirnya, dia memerintahkan
untuk menangkap Imam as, dan mengirimkan beliau ke pusat kekuasaannya di Syam.
Selang beberapa waktu, Abdul Malik membebaskan beliau.
Imam
Ali Zainal Abidin as
dan Hisyam
Abdul Malik meninggal setelah
menyerahkan tahta kekhalifahannya kepada Hisyam. Pada suatu hari, Hisyam
menunaikan ibadah haji dan tawaf di sekitar Ka’bah. Di sana dia bermaksud untuk
mencium Hajar Aswad, namun tidak berhasil karena banyaknya para jemaah haji
yang bersesakan.
Kemudian, Hisyam duduk
beristirahat sambil menunggu kesempatan, sementara warga Syam berkerumun di
sekitarnya. Tiba-tiba datanglah Imam Ali Zainal Abidin as menebarkan bau harum
semerbak, lalu tawaf di sekeliling Ka'bah.
Tatkala Imam as sampai di hadapan
Hajar Aswad, orang-orang berhenti dengan penuh hormat dan membukakan jalan
untuk beliau, sehingga beliau dapat dengan mudah mencium batu hitam itu.
Selekas itu, orang-orang kembali melanjutkan tawaf mereka.
Ketika menyaksikan peristiwa
tersebut, warga Syam yang tidak mengenal Imam as bertanya-tanya kepada Hisyam
tentang siapa gerangan laki-laki tersebut. Dengan berlagak bodoh bercampur rasa
kesal, ia menjawab, "Aku tidak mengenalnya."
Farazdaq, penyair yang berada di
tengah mereka, tak lagi kuasa menahan rasa hormatnya. Spontan ia melantunkan
bait-bait syair yang begitu indah, sebagai jawaban atas ketidaktahuan
orang-orang Syam tersebut.
Dialah
lelaki yang dikenal Makkah tapak kakinya.
Dikenal
Ka'bah, di dalam dan dan di luar tanah Haram.
Dialah
putra sebaik-baiknya hamba di antara semua hamba Allah.
Dialah
manusia yang bertakwa, tersuci, dan terkemuka.
Dialah
putra Fatimah jika kau tak lagi kenal.
Kakeknya
adalah penutup segenap nabi Allah.
Imam Ali Zainal Abidin as
mengirimkan hadiah kepada Farazdaq sebagai penghargaan atas sikap yang
ditunjukkannya dalam bait-bait itu. Ia pun menerima hadiah tersebut dengan
berharap mendapatkan berkah darinya.
Kepedulian Imam Sajjad a.s.
terhadap Fakir dan Miskin Salah satu khidmat besar kepada masyarakat yang
pernah dilakukan oleh Imam Ali Zainal Abidin a.s. adalah kepeduliannya terhadap
anak yatim, fakir dan miskin serta hamba sahaya. Diriwayatkan bahwa ia
membiayai kehidupan seratus keluarga miskin. Sebagian penduduk Madinah selalu
menerima bahan pangan pada malam hari dan mereka pergunakan untuk menjalankan
kehidupan mereka. Akan tetapi, mereka tidak tahu bahan pangan tersebut berasal
dari mana. Setelah Imam Sajjad a.s. meninggal dunia, baru mereka mengetahui
siapa yang memberi bahan pangan kepada mereka setiap malam.
Imam Ali Zainal Abidin a.s.
setiap malam memikul goni-goni yang penuh dengan bahan pangan dan roti lalu ia
membagikannya kepada para fakir dan miskin seraya berbisik kepada dirinya:
"Bersedekah secara diam-diam akan memadamkan api murka Allah".
Setelah ia meninggal dunia, penduduk Madinah berkata: "kami telah
kehilangan sedekah secara diam-diam, karena Ali bin Husein telah meninggal
dunia".
Di sepanjang tahun karena
seringnya ia memikul bahan-bahan pangan, bahunya mengapal. Ketika ia
dimandikan, bahunya yang mengapal itu menarik perhatian khalayak ramai.
Ali bin Thawus dalam kitab
Iqbaalul A'maal ketika menjelaskan amalan-amalan bulan Ramadhan berkata:
"Ali bin Husein a.s. di malam terakhir bulan Ramadhan membebaskan dua
puluh orang budak seraya berkata: "Aku ingin Allah melihatku membebaskan budak-budakku
sehingga Ia akan membebaskanku dari api neraka kelak di hari kebangkitan
".
Ia tidak pernah menahan budak
lebih dari satu tahun. Ketika ia membawa seorang budak ke rumahnya di awal atau
pertengahan tahun, ia pasti membebaskannya pada malam hari raya Idul Fitri. Ia
sering membeli budak-budak berkulit hitam. Ketika musim haji tiba, ia membawa
mereka bersamanya ke padang Arafah. Setelah itu, ia membebaskan mereka di tanah
padang Masy'ar dan membekali mereka dengan hadiah uang. Dengan demikian, sangat
banyak budak-budak di kota Madinah yang telah dibebaskan oleh Imam Sajjad a.s.
Dan setelah bebas, mereka tidak memutuskan hubungan spiritual dengannya.
Hari
Kesyahidan Imam Ali Zainal Abidin as
Pada 25 Muharram 95 H, Imam Ali
Zainal Abidin as meninggal dunia sebagai syahid, tak lama setelah Hisyam bin
Abdul Malik membubuhkan racun ke dalam makanan beliau. Imam as wafat pada usia
57 tahun dan dimakamkan di Baqi‘, di samping makam pamannya, Imam Hasan bin Ali
as.
Mutiara
Hadis Imam Ali Zainal Abidin as
"Barang siapa memiliki jiwa yang mulia, maka dunia akan hina dalam pandangannya". "Sangat berbahaya bagi seseorang ketika ia tidak melihat dunia sebagai suatu bahaya bagi dirinya".
"Jauhilah berkata bohong,
baik untuk hal sepele maupun untuk hal yang besar, baik serius maupun
bergurau. Karena seseorang jika ia telah berani berbohong untuk hal-hal
kecil, ia akan berani untuk berbohong untuk hal yang besar".
"Hati-hatilah, jangan kau
bersahabat dengan orang pembohong, karena ia akan mendekatkan kepadamu suatu
yang jauh dan menjauhkan dalam pandanganmu sesuatu yang dekat. Hati-hatilah,
jangan kau bersahabat dengan orang fasik, karena ia akan memperjual-belikanmu
dengan sesuap nasi atau lebih sedikit dari itu. Hati-hatilah, jangan kau
bersahabat dengan orang kikir, karena ia akan meninggalkanmu ketika engkau
merasa membutuhkan bantuannya. Hati-hatilah, jangan kau bersahabat dengan
orang tolol, karena --menurut kata hatinya-- ia ingin membantumu, akan tetapi
malahan ia melakukan sesuatu yang membahayakanmu. Hati-hatilah, jangan kau
bersahabat dengan orang memutus tali silaturahmi, karena aku melihatnya terlaknat
di dalam kitab Allah".
"Sesungguhnya pengetahuan
dan kesempurnaan agama seorang muslim (dapat dilihat ketika) ia meninggalkan
setiap ucapan yang tidak penting, jarang berdebat, sabar dan berakhlak yang
terpuji".
"Wahai anak Adam, kebaikan
akan selalu bersamamu selama engkau memiliki penasihat dari dalam dirimu,
mengintrospeksi diri, rasa takut (kepada Allah) menjadi syiarmu dan bertindak
hati-hati menjadi bagian dari hidupmu. Wahai anak Adam, engkau akan mati,
dibangkitkan dan disidang di hadapan Allah azza wa jalla. Oleh karena itu,
persiapkanlah jawaban untuk-Nya".
"Seorang mukmin ketika
berdoa akan mendapatkan salah satu dari tiga hal ini: doa itu akan disimpan
untuknya di akhirat, dikabulkan saat itu juga atau satu bala` yang akan menimpanya
dijauhkan darinya".
"Tiga hal yang dapat
menyelamatkan seorang mukmin: menutup mulut untuk tidak mengghibah orang
lain, menyibukkan diri dengan segala sesuatu yang bermanfaat bagi akhirat dan
dunianya, dan banyak menangis karena mengenang kesalahan-kesalahannya".
"Barang siapa yang rindu
kepada surga, ia akan bergegas mengerjakan kebajikan dan mengekang hawa
nafsunya, dan barang siapa yang takut siksa neraka, ia akan bergegas untuk
bertaubat kepada Allah dari dosa-dosanya dan tidak mengerjakan kembali
hal-hal yang haram".
"Seorang mukmin yang
melihat wajah saudara seimannya karena ia mencintainya adalah ibadah".
"Sesuatu yang paling
disukai oleh Allah setelah mengenal-Nya adalah menjaga perut dan kemaluan,
dan sesuatu yang paling dicintainya adalah doa seorang hamba
kepada-Nya".
"Jika seseorang mencelamu
dari sebelah kananmu, lalu ia berpindah mencela dari samping kirimu, kemudian
ia meminta maaf kepadamu, maka terimalah permintaan maafnya".
"Hak Allah yang paling
besar adalah hendaknya engkau menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya
dengan selain-Nya. Jika engkau telah melaksanakannya dengan penuh ikhlas, Dia
telah berjanji kepada diri-Nya untuk mencukupi segala urusan dunia dan
akhiratmu serta menjaga segala yang kau cintai".
"Hak seorang ayah adalah
hendaknya engkau tahu bahwa ia adalah asal-muasalmu dan engkau adalah
cabangnya (baca : keturunannya). Jika ia tidak ada, niscaya engkau pun tidak
akan pernah ada. Oleh karena itu, jika engkau melihat dalam dirimu sesuatu
yang membuatmu bahagia, ketahuilah bahwa ayahmu adalah asal nikmat tersebut,
bersyukurlah kepada Allah dan berterima kasihlah kepada ayahmu karena
itu".
"Dahulukanlah menaati
Allah dan orang-orang yang diwajibkan oleh-Nya untuk menaati mereka atas
segala urusan".
"Hak ibumu adalah
hendaknya engkau tahu bahwa ia telah:
- mengandungmu,
- memberimu makan dari buah
hatinya ketika tidak seorang pun siap untuk melakukan hal itu, dan
- menjagamu dengan telinga,
mata, tangan, kaki, rambut, kulit dan seluruh anggota badannya.
Ia melakukan itu semua dengan
penuh bahagia, gembira, dan rela menanggung segala derita dan susah-payah
yang ada di dalamnya sehingga engkau lahir di dunia. Ia rela engkau kenyang
meskipun ia sendiri kelaparan, engkau berpakaian meskipun ia sendiri
telanjang, engkau tidak kehausan meskipun ia sendiri menahan dahaga, dan
engkau bernaung meskipun ia sendiri kepanasan. Ia rela menyediakan kehidupan
berlimpah nikmat bagimu dengan segala kesusahan yang dideritanya dan
menidurkanmu meskipun ia harus berjaga sepanjang malam. Perutnya adalah
tempat wujudmu, buiannya adalah tempatmu bermanja-manja, susunya adalah
penebus dahagamu, dan jiwanya adalah tempat kamu berlindung. Ia rela menahan
panas dan dinginnya dunia demi kamu dan untukmu. Dengan demikian,
bersyukurlah kepadanya atas semua itu, dan engkau tidak akan dapat melakukan
itu kecuali dengan pertolongan dan taufik dari Allah".
"Jika seluruh manusia
mengetahui keistimewaan yang tersembunyi di balik mencari ilmu, niscaya
mereka akan mencarinya meskipun dengan mencurahkan darah dan menantang
ombak".
"Duduk bersama orang-orang
saleh akan mengajak kepada kebajikan dan tata krama ulama dapat menambah
akal".
"Dosa-dosa yang menghambat
terkabulnya doa adalah jeleknya niat, kotornya hati, bersikap munafik
terhadap saudara seiman, tidak yakin dengan diterimanya doa, mengakhirkan
shalat wajib hingga waktunya habis, tidak mendekatkan diri kepada Allah
dengan perbuatan baik dan sedekah, mencela dan mempergunakan kata-kata yang
tidak senonoh dalam ucapan".
"Sangatlah aneh seseorang
yang beramal untuk dunia yang fana ini dan tidak memperdulikan dunia yang
kekal".
"Barang siapa yang menuduh
orang lain dengan aib yang dimilikinya, maka ia akan dituduh dengan aib yang
tidak pernah dimilikinya".
"Para wali Allah tidak
pernah melelahkan diri di dunia untuk kepentingan dunia. Akan tetapi, mereka
melakukan itu untuk kepentingan akhirat"
"Ya Allah, aku berlindung
kepada-Mu dari tamak, kemarahan, kedengkian, ... dan kebejatan memimpin atas
orang-orang yang berada di bawah wilayah kami".
"Hati-hatilah, jangan bersahabat
dengan orang-orang yang berlumuran maksiat, jangan membantu orang-orang
zalim, dan jangan mendekati orang-orang fasik. Hati-hatilah akan fitnah mereka
dan menjauhlah dari mereka".
"Ketahuilah bahwa barang
siapa yang menentang wali-wali Allah, memeluk selain agama-Nya dan ingin
pendapatnya selalu diikuti, bukan perintah wali-Nya, maka ia akan masuk ke
dalam neraka yang membara".
"Takutlah kepada Allah
karena kekuasaan-Nya atas dirimu dan malulah kepada-Nya karena ia dekat
darimu".
"Setiap sesuatu memiliki
buah, dan buah untuk telinga adalah ucapan yang baik".
"Tidak mengganggu orang
lain dapat dilakukan dengan meninggalkan ucapan yang tidak senonoh. Cegahlah
ucapanmu dengan diam, karena setiap ucapan memiliki intonasi beraneka ragam
yang membahayakan. Oleh karena itu, waspadalah terhadap orang yang
tolol".
"Kunci yang terbaik bagi
setiap urusan adalah kejujuran, dan amalan penutup yang terbaik baginya
adalah menepati janji".
"Jauhilah hibah, karena
ghibah adalah makanan anjing neraka".
"Orang yang mulia akan
bahagia dengan derma yang diberikannya dan orang yang hina akan berbangga
dengan hartanya"
"Barang siapa yang memberi
pakaian kepada seorang mukmin, maka Allah akan memberikan kepadanya pakaian
dari surga".
"Di antara akhlak seorang
mukmin adalah ia akan berinfak sesuai dengan kadar kemiskinannya,
memperbanyak (infak) sesuai kekayaan yang dimilikinya, memahami orang lain
dan mengucapkan salam terlebih dahulu kepadanya".
"Sesungguhnya aku tidak
suka seseorang selalu nyaman hidup di dunia dan tidak pernah ditimpa satu
musibah pun".
"Pahala kebaikan yang
paling cepat diberikan adalah berbuat kebajikan dan azab yang paling cepat
tiba adalah bertindak lalim".
"Sesungguhnya doa dapat
mencegah bala` meskipun bala` itu sudah ditentukan dengan pasti, dan doa
dapat mencegah bala`, baik yang sudah turun maupun belum turun".
|
Berikan Komentar Anda