Jangan terlalu sibuk mengurus dunia hingga lupa bahwa hidup punya batas waktu. Hidup harus seimbang, menabunglah sekarang demi akhiratmu.
Home » » Perubahan / Amandemen UUD 1945

Perubahan / Amandemen UUD 1945

Oleh: jimly asshiddiqie

Bentuk Perubahan

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa dalam sejarah ketata- negaraan Indonesia merdeka, telah tercatat beberapa upaya (a) pem- bentukan Undang-Undang Dasar, (b) penggantian Undang-Undang Dasar, dan (c) perubahan dalam arti pembaruan Undang-Undang Dasar. Pada tahun  945, Undang-Undang Dasar  945 dibentuk atau disusun oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) se- bagai hukum dasar bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kemerdekaannya diproklamasikan pada tanggal  7 Agustus  945.

Pada tahun  949, ketika bentuk Negara Republik Indonesia diubah menjadi Negara Serikat (Federasi), diadakan penggantian konstitusi dari Undang-Undang Dasar  945 ke Konstitusi Republik Indonesia Serikat Tahun  949. Demikian pula pada tahun  950, ketika bentuk Negara Indonesia diubah lagi dari bentuk Negara Serikat menjadi Negara Kesatuan, Konstitusi RIS  949 diganti dengan Undang-Un- dang Dasar Sementara Tahun  950. Setelah itu, mulailah diadakan usaha untuk menyusun Undang- Undang Dasar baru sama sekali dengan dibentuknya lembaga Konsti- tuante yang secara khusus ditugaskan untuk menyusun konstitusi baru. Setelah Konstituante terbentuk, diadakanlah persidangan-per- sidangan yang sangat melelahkan mulai tahun  956 sampai tahun 959, dengan maksud menyusun Undang-Undang Dasar yang bersifat tetap. Akan tetapi, sejarah mencatat bahwa usaha ini gagal diselesaikan, sehingga pada tanggal 5 Juli  959, Presiden Soekarno mengeluarkan keputusannya yang dikenal dengan sebutan Dekrit Presiden 5 Juli  959 yang isinya antara lain membubarkan Konstitu- ante dan menetapkan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar  945 menjadi hukum dasar dalam Negara Kesatuan Republik Indo- nesia.

Perubahan dari Undang-Undang Dasar Sementara Tahun  950 ke Undang-Undang Dasar  945 ini tidak ubahnya bagaikan tindakan penggantian Undang-Undang Dasar juga. Karena itu, sampai dengan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar  945 itu, dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia modern belum pernah terjadi perubahan dalam arti pembaruan Undang-Undang Dasar, melainkan baru pe-rubahan dalam arti pembentukan, penyusunan, dan penggantian Undang-Undang Dasar. Perubahan dalam arti pembaruan Undang-Undang Dasar, baru terjadi setelah bangsa Indonesia memasuki era reformasi pada ta- hun  998, yaitu setelah Presiden Soeharto berhenti dan digantikan oleh Presiden B.J. Habibie, barulah pada tahun  999 dapat diadakan Perubahan terhadap Undang-Undang Dasar  945 sebagaimana mes- tinya.

Perubahan Pertama ditetapkan oleh Sidang Umum Majelis Per- musyawaratan Rakyat pada tahun  999, disusul dengan Perubahan Kedua dalam Sidang Tahunan Tahun 2000 dan Perubahan Ketiga dalam Sidang Tahunan Tahun 200 . Pada Sidang Tahunan Tahun 2002, disahkan pula naskah Perubahan Keempat yang melengkapi naskah-naskah Perubahan sebelumnya, sehingga keseluruhan materi perubahan itu dapat disusun kembali secara lebih utuh dalam satu naskah Undang-Undang Dasar yang mencakupi keseluruhan hukum dasar yang sistematis dan terpadu. Kedua bentuk perubahan Undang-Undang Dasar seperti tersebut, yaitu penggantian dan perubahan pada pokoknya sama-sama meru- pakan perubahan dalam arti luas. Perubahan dari Undang-Undang Dasar  945 ke Konstitusi RIS  949, dan begitu juga dari Undang-Un- dang Sementara Tahun  950 ke Undang-Undang Dasar  945 adalah contoh tindakan penggantian Undang-Undang Dasar.

Sedangkan perubahan Undang-Undang Dasar  945 dengan naskah Perubahan Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat adalah contoh perubahan Undang-Undang Dasar melalui naskah Perubahan yang tersendiri. Di samping itu, ada pula bentuk perubahan lain seperti yang biasa dipraktekkan di beberapa negara Eropa, yaitu perubahan yang dila- kukan dengan cara memasukkan (insert) materi baru ke dalam naskah Undang-Undang Dasar. Cara terakhir ini, boleh jadi, lebih tepat dise- but sebagai pembaruan terhadap naskah lama menjadi naskah baru, yaitu setelah diadakan pembaruan dengan memasukkan tambahan materi baru tersebut. Berkenaan dengan prosedur perubahan Undang-Undang Dasar, dianut adanya tiga tradisi yang berbeda antara satu negara dengan negara lain. Pertama, kelompok negara yang mempunyai kebiasaan mengubah materi Undang-Undang Dasar dengan langsung mema- sukkan (insert) materi perubahan itu ke dalam naskah Undang-Un- dang Dasar.

Dalam kelompok ini dapat disebut, misalnya, Republik Perancis, Jerman, Belanda, dan sebagainya. Konstitusi Perancis, misalnya, terakhir kali diubah dengan cara pembaruan yang diadop- sikan ke dalam naskah aslinya pada tanggal 8 Juli  999 lalu, yaitu dengan mencantumkan tambahan ketentuan pada Article  , Article4 dan ketentuan baru Article 5 -273 naskah asli Konstitusi Perancis yang biasa disebut sebagai Konstitusi Tahun  958. Sebelum terakhir diamandemen pada tanggal 8 Juli  999, Konstitusi Tahun  958 itu juga pernah diubah beberapa kali, yaitu penambahan ketentuan mengenai pemilihan presiden secara langsung pada tahun  962, tambahan pasal mengenai pertanggungjawaban tindak pidana oleh pemerintah yaitu pada tahun  99 , dan diadakannya perluasan ketentuan mengenai pelaksanaan referendum, sehingga naskah Konstitusi Perancis men-jadi seperti sekarang. Keseluruhan materi perubahan itu langsung dimasukkan ke dalam teks konstitusi. Kedua, kelompok negara-negara yang mempunyai kebiasaan mengadakan penggantian naskah Undang-Undang Dasar.

Di lingkungan negara-negara ini, naskah konstitusi sama sekali diganti dengan naskah yang baru, seperti pengalaman Indonesia dengan Konstitusi RIS tahun  949 dan UUDS Tahun  950. Pada umumnya, negara-negara demikian ini terhitung sebagai negara yang sistem politiknya belum mapan. Sistem demokrasi yang dibangun masih bersifat jatuh bangun, dan masih bersifat 'trial and error'. Negara-ne- gara miskin dan yang sedang berkembang di Asia dan Afrika, banyak yang dapat dikategorikan masih berada dalam kondisi demikian ini. Tetapi pada umumnya, tradisi penggantian naskah konstitusi itu tidaklah dianggap ideal. Praktek penggantian konstitusi itu terjadi semata-mata karena keadaan keterpaksaan. Oleh karena itu, kita perlu menyebut secara khusus tradisi yang dikembangkan oleh Amerika Serikat sebagai model ketiga, yaitu per- ubahan konstitusi melalui naskah yang terpisah dari teks aslinya, yang disebut sebagai amandemen pertama, kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya. Dengan tradisi demikian, naskah asli Undang-Undang Dasar tetap utuh, tetapi kebutuhan akan perubahan hukum dasar dapat dipenuhi melalui naskah tersendiri yang dijadikan adendum tambahan terhadap naskah asli tersebut.

Dapat dikatakan, tradisi perubahan demikian memang dipelopori oleh Amerika Serikat, dan tidak ada salahnya negara-negara demokrasi yang lain, termasuk Indonesia untuk mengikuti prosedur yang baik seperti itu. Perubahan UUD  945 yang telah berlangsung empat kali berturut-turut sampai sekarang74, sesungguhnya, tidak lain juga mengikuti mekanisme perubahan gaya Amerika Serikat itu.

Prosedur Perubahan

Mudah tidaknya prosedur perubahan dilaksanakan, mendapat perhatian yang penting dalam studi hukum tata negara. Bahkan, telah mengenai tipologi konstitusi dikaitkan oleh para ahli dengan sifat rigid atau fleksibelnya suatu naskah Undang-Undang Dasar mengha- dapi tuntutan perubahan. Jika suatu konstitusi mudah diubah, maka konstitusi itu disebut bersifat 'fleksibel', tetapi jika sulit mengubahnya maka konstitusi tersebut disebut 'rigid' atau kaku. Kadang-kadang, kekakuan suatu undang-undang dasar dikaitkan dengan tingkat ab- straksi perumusannya ataupun dengan rinci tidaknya norma aturan dalam konstitusi itu dirumuskan. Kalau Undang-Undang Dasar itu hanya memuat garis besar ketentuan yang bersifat umum, maka konstitusi itu juga kadang-kadang disebut 'soepel' dalam arti lentur dalam penafsirannya. Makin ringkas susunan suatu Undang-Undang  Dasar, makin umum dan abstrak perumusannya, maka makin 'soepel' dan 'fleksibel' penafsiran Undang-Undang Dasar itu sebagai hukum dasar.

Namun, karena tingkat abstraksi perumusan hukum dasar dianggap sebagai sesuatu yang niscaya, maka soal prosedur perubahanlah yang dianggap lebih penting dan lebih menentukan kaku atau 'rigid' tidaknya suatu Undang-Undang Dasar. Makin ketat prosedur dan makin rumit mekanisme perubahan, makin 'rigid' tipe konstitusi itu disebut.  

Konstitusi Perancis Tahun  958 sebagaimana terakhir diubah pada bulan Juli tahun  999, dapat dinilai jauh lebih rumit menentu- kan prosedur perubahannya. Dalam Article 89 tentang perubahan, Konstitusi Perancis menentukan76: "The President of the Republic, on a proposal by the Prime Minister, and Members of Parliament alike shall have the right to initiate amend- ment of the Constitution. A government or a Member's bill to amend the Constitution shall be passed by the two assemblies in identical terms. The amendment shall have effect after approval by referendum. However, a government bill to amend the Constitution shall not be submitted to referendum where the President of the Republic decides to submit it to Parliament convened in Congress; the government bill to amend the Constitution shall then be approved only if it is adopted by a three-fifths majority of the votes cast. The Bureau of the Congress shall be that of the National Assembly. No amendment procedure shall be commenced or continued where the integrity of the territory is jeopardized. The republican form of government shall not be the object of an amendment."

Dari ketentuan di atas, dapat diketahui bahwa usul perubahan Undang-Undang Dasar dapat datang dari inisiatif Presiden, atas usul Perdana Menteri dan Anggota Parlemen. Jika yang mengajukan usul itu adalah pemerintah atau perorangan anggota parlemen, maka rancangan perubahan itu harus mendapat persetujuan di kedua kamar parlemen. Akan tetapi perubahan itu baru dinyatakan berlaku secara resmi apabila telah mendapat persetujuan langsung dari rak- yat melalui referendum. Rancangan Perubahan yang datang dari pemerintah, tidak akan diajukan ke referendum apabila Presiden menghendaki untuk mengajukan rancangan itu kepada parlemen. Dalam hal demikian, perubahan dinyatakan sah apabila mendapat dukungan mayoritas  5 suara dalam kongres. Prosedur perubahan ini dinyatakan tidak berlaku atau tidak dapat dilaksanakan jika integritas wilayah negara dianggap terancam. Di samping itu, ben- tuk pemerintahan republik, menurut ketentuan Article 89 tersebut, dikecualikan atau tidak boleh dijadikan objek perubahan.

Mirip dengan Perancis, Konstitusi Irlandia juga 'rigid' dan su- kar untuk diubah. Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar Irlandia sebagaimana terakhir diubah pada tahun  9 7, perubahan Undang-Undang Dasar hanya dapat dilakukan oleh 'constituent power'. Perubahan dapat disahkan apabila disetujui oleh kedua kamar parlemen Irlandia, dan selanjutnya, sebelum dinyatakan berlaku secara resmi harus terlebih dulu mendapat dukungan persetujuan dari rakyat secara langsung melalui referendum77. Dalam hubungan mekanisme dan prosedur perubahannya itu, maka, baik Konstitusi Perancis maupun Konstitusi Irlandia, sama-sama dapat dinilai lebih 'rigid' daripada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun  945.

Empat Perubahan Pertama

UUD  1945 telah mengalami empat kali perubahan, yaitu Perubahan Pertama pada tahun  999, Perubahan Kedua Tahun 2000, Perubahan Ketiga Tahun 200 , dan Perubahan Keempat Tahun 200278. Dalam empat kali perubahan itu, materi UUD  945 yang asli telah mengalami perubahan besar-besaran dan dengan perubahan materi yang dapat dikatakan sangat mendasar. Secara substantif, perubahan yang telah terjadi atas UUD  945 telah menjadikan konstitusi proklamasi itu menjadi konstitusi yang baru sama sekali, meskipun tetap dinamakan sebagai Undang-Undang Dasar  945. Perubahan Pertama UUD  945 disahkan dalam Sidang Umum MPR-RI yang diselenggarakan antara tanggal  2 sampai dengan tanggal 9 Oktober  999. Pengesahan naskah Perubahan Pertama itu tepatnya dilakukan pada tanggal  9 Oktober  999 yang dapat disebut sebagai tonggak sejarah yang berhasil mematahkan semangat konservatisme dan romantisme di sebagian kalangan masyarakat yang cenderung menyakralkan atau menjadikan UUD  945 bagaikan sesuatu yang suci dan tidak boleh disentuh oleh ide perubahan sama sekali.

Perubahan Pertama ini mencakup perubahan atas 9 pasal UUD  945, yaitu atas Pasal 5 ayat ( ), Pasal 7, Pasal 9 ayat ( ) dan ayat (2), Pasal    ayat (2) dan ayat ( ), Pasal  4 ayat ( ) dan ayat (2), Pasal  5, Pasal  7 ayat (2) dan ayat ( ), Pasal 20 ayat ( ) sampai dengan ayat (4), dan Pasal 2 . Kesembilan pasal yang mengalami perubahan atau penambahan tersebut seluruhnya berisi  6 ayat atau dapat disebut ekuivalen den- gan  6 butir ketentuan dasar. Setelah tembok romantisme dan sakralisme berhasil diroboh- kan, gelombang perubahan atas naskah UUD  945 terus berlanjut, sehingga dalam Sidang Tahunan pada tahun 2000, MPR-RI sekali lagi menetapkan Perubahan Kedua yaitu pada tanggal  8 Agustus 2000. Cakupan materi yang diubah pada naskah Perubahan Kedua ini lebih luas dan lebih banyak lagi, yaitu mencakup 27 pasal yang tersebar dalam 7 bab, yaitu Bab VI tentang Pemerintah Daerah, Bab VII ten- tang Dewan Perwakilan Rakyat, Bab IXA tentang Wilayah Negara, Bab X tentang Warga Negara dan Penduduk, Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, Bab XII tentang Pertahanan dan Keamanan Negara, dan Bab XV tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Jika ke-27 pasal tersebut dirinci jumlah ayat atau butir ketentuan yang diaturnya, maka isinya mencakup 59 butir keten- tuan yang mengalami perubahan atau bertambah dengan rumusan ketentuan baru sama sekali.

Setelah itu, agenda perubahan dilanjutkan lagi dalam Sidang Ta- hunan MPR-RI tahun 200  yang berhasil menetapkan naskah Peruba- han Ketiga UUD  945 pada tanggal 9 November 200 . Bab-bab UUD 945 yang mengalami perubahan dalam naskah Perubahan Ketiga ini adalah Bab I tentang Bentuk dan Kedaulatan, Bab II tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Bab III tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara, Bab V tentang Kementerian Negara, Bab VIIA tentang Dewan Perwakilan Daerah, Bab VIIB tentang Pemilihan Umum, dan Bab VIIIA tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Seluruhnya terdiri atas 7 bab, 2  pasal, dan 68 butir ketentuan atau ayat. Dari segi jumlahnya dapat dikatakan naskah Perubahan Ketiga ini memang paling luas cakupan materinya. Tapi di samping itu, substansi yang diaturnya juga sebagian besar sangat mendasar. Materi yang tergolong sukar mendapat kesepakatan cenderung ditunda pembahasannya dalam sidang-sidang terdahulu. Karena itu, selain secara kuantitatif materi Perubahan Ketiga ini lebih banyak muatannya, juga dari segi isinya, secara kualitatif materi Perubahan Ketiga ini dapat dikatakan sangat mendasar pula.

Perubahan yang terakhir dalam rangkaian gelombang reformasi nasional sejak tahun  998 sampai tahun 2002, adalah perubahan yang ditetapkan dalam Sidang Tahunan MPR-RI tahun 2002. Pengesahan naskah Perubahan Keempat ditetapkan pada tanggal  0 Agustus 2002. Dalam naskah Perubahan Keempat ini, ditetapkan bahwa

(a) Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun  945 sebagaimana telah diubah dengan perubahan pertama, kedua, ketiga, dan perubahan keempat ini adalah Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun  945 yang ditetapkan pada tanggal  8 Agustus  945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli  959 serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 Juli  959 oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

(b) Penambahan bagian akhir pada Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun  945 dengan kalimat "Perubahan tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-9 tanggal  8 Agustus 2000 Sidang Tahunan Majelis permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

(c) pengubahan penomoran Pasal   ayat ( ) dan ayat (4) Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun  945 menjadi Pasal   ayat (2) dan ( ); Pasal 25E Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun  945 menjadi Pasal 25A.

(d) penghapusan judul Bab IV tentang Dewan Pertimbangan Agung dan pengubahan substansi Pasal  6 serta penempatannya ke dalam Bab III tentang Kekuasaan Pemerintahan negara; (e) pengubahan dan/atau penambahan Pasal 2 ayat ( ); Pasal 6A ayat (4); Pasal 8 ayat ( ), Pasal    ayat ( ); Pasal 6; Pasal 2 B; Pasal 2 D; Pasal 24 ayat ( ); Bab XIII, Pasal    ayat ( ), ayat (2), ayat ( ), ayat (4), dan ayat (5); Pasal  2 ayat ( ) dan ayat (2); Bab XIV, Pasal    ayat (4) dan ayat (5); Pasal  4 ayat ( ), ayat (2), ayat ( ) dan ayat (4); Pasal  7 ayat ( ), ayat (2), ayat ( ), ayat (4), dan ayat (5); Aturan Peralihan Pasal I, II, dan III; Aturan Tambahan Pasal I dan II Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun  945.

Dengan demikian secara keseluruhan naskah Perubahan Keempat UUD  945 mencakup  9 pasal, termasuk satu pasal yang dihapus dari naskah UUD. Ke- 9 pasal tersebut terdiri atas    butir ketentuan yang mengalami perubahan, ditambah   butir yang dihapuskan dari naskah UUD. Dari segi kuantitatif saja sudah dapat disimpulkan bahwa sesung- guhnya UUD  945 setelah mengalami empat kali perubahan, sudah berubah sama sekali menjadi satu konstitusi yang baru. Hanya nama saja yang dipertahankan sebagai UUD Negara Republik Indonesia Tahun  945, sedangkan isinya sudah berubah secara besar-besaran. Seperti dapat diketahui dari uraian saya dalam bagian lain buku ini, paradigma pemikiran atau pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam rumusan pasal-pasal UUD  945 setelah mengalami empat kali perubahan itu benar-benar berbeda dari pokok pikiran yang terkandung dalam naskah asli ketika UUD  945 pertama kali disahkan pada tanggal  8 Agustus  945. Bahkan dalam Pasal II Aturan Tambahan Perubahan Keempat UUD  945 ditegaskan, "Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun  945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal".

Dengan demikian, jelaslah bahwa sejak tanggal  0 Agustus 2002, status Penjelasan UUD  945 yang selama ini dijadikan lampiran tak terpisahkan dari naskah UUD  945, tidak lagi diakui sebagai bagian dari naskah UUD. Jikapun isi Penjelasan itu dibandingkan dengan isi UUD  945 setelah empat kali berubah, jelas satu sama lain sudah tidak lagi bersesuaian, karena pokok pikiran yang terkandung di dalam keempat naskah perubahan itu sama sekali berbeda dari apa yang tercantum dalam Penjelasan UUD  945 tersebut

Previous
« Prev Post

1 Komentar

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.