Jangan terlalu sibuk mengurus dunia hingga lupa bahwa hidup punya batas waktu. Hidup harus seimbang, menabunglah sekarang demi akhiratmu.
Home » » Demokrasi dan Anti Islam Di Eropa

Demokrasi dan Anti Islam Di Eropa

Ratifikasi larangan membangun menara masjid dalam referendum di Swiss menjadi gaya baru anti Islam dengan rasa demokrasi di Eropa. Sebelum penyelenggaraan referendum larangan pembangunan menara masjid di Swiss, sikap anti Islam di Eropa dilakukan dengan menerbitkan buku, mencetak karikatur menghina, memproduksi film-film penistaan dan membatasi aktivitas umat Islam oleh pemerintah seperti larangan jilbab di sekolah Perancis. Namun penyelenggaraan referendum guna melarang pembangunan menara masjid menceritakan semakin meluasnya sikap anti Islam di Eropa.

Sikap anti Islam dan Islamophobia di Eropa dalam bentuk lahiriahnya yang demokratis dan dimulai dari Swiss patut mendapat perhatian khusus. Swiss negara yang boleh dikata konsekuen dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip liberal demokrasi. Rakyat negara ini tidak pernah menyaksikan perang selama lebih dari seabad lalu dikarenakan politik yang netral dan sikap damai di hadapan segala etnis dan agama. Swiss sendiri menjadi pusat mayoritas lembaga-lembaga internasional dan banyak dari perjanjian baik di tingkat regional maupun internasional. Di negara dengan latar belakang seperti ini dilakukan referendum soal larangan pembangunan menara masjid.

Pertanyaannya, apa yang menyebabkan menara masjid menjadi begitu penting bagi golongan kanan dan anti Islam di negara ini? Seberapa banyak jumlah umat Islam di Swiss dan ada berapa jumlah menara di negara ini yang membuat kalangan anti Islam di negara ini mulai merasa khawatir yang berujung pada pengumpulan tanda tangan demi penyelenggaraan referendum?

Negara Swiss dengan jumlah penduduk 7,5 juta jiwa, diperkirakan jumlah umat Islam di negara ini hanya 400 ribu orang yang berarti hanya 6 persen populasi Swiss. Dengan jumlah yang cukup besar ini, ternyata umat Islam di sana hanya memiliki sejumlah masjid dan tempat-tempat ibadah yang terbatas. Akhirnya, umat Islam negara ini kebanyakan menyelenggarakan acara-acara ibadah dan keagamaan di taman-taman atau rumah pribadi. Hal yang patut dicermati, negara konfederasi Swiss terbagi dalam 26 kanton dari jumlah ini hanya ada 4 masjid.

Kini pertanyaannya adalah apa yang membuat sebagian orang menganggap menara masjid dapat menjadi ancaman bagi Swiss?

Sejatinya, kelompok anti Islam di Eropa saat ini tengah berusaha mencari alasan guna dapat membatasi lebih banyak aktivitas keagamaan, sosial dan kebudayaan masyarakat Islam di Eropa. Hal yang dilakukan oleh dua partai kanan dan ekstrim Swiss dalam mensosialisasikan ide larangan pembangunan menara masjid dengan bentuk referendum. Ulrich Schluer, anggota Partai Sayap Kanan Rakyat Swiss dalam menjustifikasi referendum larangan pembangunan masjid mengatakan, "Menara masjid tidak ada hubungannya dengan agama dan mutlak menjadi simbol politik."

Jelas, setiap agama pasti memiliki prinsip, nilai, budaya dan pandangan dunia yang khusus dan pada saat yang sama, tempat-tempat ibadah setiap agama juga memiliki ciri khas arsitektur yang memperkenalkan pengikutnya. Menara-menara masjid juga memiliki ciri khas seperti ini. Sejatinya, menara-menara masjid dalam Islam menjadi simbol arsitektur dan peradaban Islam.

Kebanyakan masjid terkenal dan besar di negara-negara Islam dan bahkan di negara-negara non-Islam memiliki menara. Sekalipun masjid yang memiliki menara dan tidak tidak punya perbedaan dari sisi agama dan spiritual. Namun bagaimanapun juga, puluhan tahun berlalu di mana umat Islam melaksanakan ibadah dan aktivitas keagamaannya di masjid-masjid Eropa tanpa pernah masalah ini dianggap melanggar undang-undang negara-negara ini. Dengan bersandarkan pada data dan lembaga polling Eropa, umat Islam termasuk warga yang paling taat hukum.

Larangan pembangunan menara masjid lewat referendum adalah aksi puncak dari kalangan anti Islam di Eropa. Referendum soal pembangunan masjid di Eropa bertentangan dengan Liberalisme Barat. Karena para pendukung Liberalisme menghormati nilai-nilai dan keyakinan agama. Namun ini bukan pertama kalinya Barat menerapkan standar ganda dalam menghadapi umat Islam dan negara-negara Islam soal hak asasi manusia (HAM) dan kebebasan berpendapat. Standar ganda yang diberlakukan negara-negara dan partai-partai politik Barat dalam membela HAM dan kebebasan berpendapat membuktikan tema-tema semacam ini hanya akan dihormati bila berada dalam bingkai kepentingan negara-negara Barat. Bila tidak demikian, dengan enteng mereka menistakan hak-hak jutaan umat Islam dengan alasan demokrasi dan membela liberalisme.

Jujur saja, bagaimana mungkin berbicara mengenai kebebasan dan dalam kondisi yang sama tidak mampu melihat adanya empat menara masjid? Bila di negara-negara Islam dilaksanakan referendum soal larangan pemanfaatan menara gereja tempat membunyikan lonceng, apakah negara-negara Barat bersikap pasif seperti ini?

Menghormati hak-hak minoritas termasuk senjata ampuh yang biasa digunakan negara-negara Barat guna membela HAM. Dengan mengklaim membela HAM, negara-negara ini mencela dan menekan negara-negara lain. Di mana negara-negara yang bersikap bertentangan dengan kepentingan dan politik mereka, dengan alasan membela HAM negara-negara tersebut ditekan secara politik dan ekonomi. Sekalipun klaim yang demikian, umat Islam masih saja menyaksikan betapa negara-negara Barat tidak mengindahkan hak-hak minoritas umat Islam di Eropa dan melarang pemanfaatan simbol-simbol keagamaannya.

Hasil referendum larangan membangun menara di Swiss menunjukkan gaya baru dalam menghadapi Islam di Eropa. Fenomena ini dapat menjadi ketegangan politik dan perilaku rasis terhadap umat Islam. Padahal Islam adalah agama yang menuntut kebebasan dan keadilan. Sekalipun seluruh langkah politik dan propaganda negatif negara-negara dan media-media Barat berusaha menampilkan wajah buruk Islam yang suka melakukan aksi kekerasan, namun agama Islam secara bertahap malah semakin meluas. Dengan dasar ini, kecenderungan opini publik untuk lebih mengenal Islam juga semakin luas.

Data statistik yang ada menunjukkan semakin banyaknya warga Eropa yang memeluk agama Islam. Pada prinsipnya, satu dari sikap anti Islam yang diterapkan untuk membatasi aktivitas sosial dan keagamaan umat Islam adalah pertumbuhan cepat Islam di benua ini. Referendum di Swiss membuat negara-negara Islam tersadar betapa Barat dengan segala kekuatan politik dan propaganda berusaha keras menghadapi Islam dan umat Islam. Dalam kondisi yang demikian, penting bagi negara-negara Islam untuk mengurangi perselisihan mereka guna melakukan konsolidasi menghadapi tekanan politik dan propaganda Barat yang anti keyakinan dan nilai-nilai Islam.


SUMBER: http://indonesian.irib.ir

 

Previous
« Prev Post

Berikan Komentar Anda

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.