Jangan terlalu sibuk mengurus dunia hingga lupa bahwa hidup punya batas waktu. Hidup harus seimbang, menabunglah sekarang demi akhiratmu.
Home » » Peran Cendilkiawan atau intelektual Dalam Dunia Politik

Peran Cendilkiawan atau intelektual Dalam Dunia Politik

Pengertian Cendilkiawan

Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai cendikiawan dan peranan mereka terhadap suatu bangsa, alangkah baiknya kita mendengar pengertian-pengertiannya dari para pemikir sosial politik yang akan di tulis pemakalah dibawah ini:
Kata dari intelektual, intelegensia, maupun cendikiawan memiliki keseamaan dan fungsi yang sama.

Cendekiawan adalah orang yang memiliki ciri-ciri bermoral tinggi (termasuk di dalamnya orang yang bergelar akademik), beriman, berilmu, ahli/pakar, memiliki kepekaan sosial, peduli terhadap lingkungan, hati-hati penuh pertimbangan, jujur, rendah hati, adil, dan bijaksana. Oleh beberapa pemikir sosial dan politik dijelaskan dalam bahasa masing-masing, misalnya seperti dilakukan oleh Julien Benda, Karl Mannheim,Bung Hatta, dan A.Gramsci, dll.

Julien Benda menulis bahwa cendekiawan sejati merupakan "semua orang yang kegiatannya pada intinya bukanlah mengejar tujuan praktis, tetapi yang mencari kegembiraan dalam mengolah seni atau ilmu atau renungan metafisik. Mereka menolak gairah politik dan komersialisasi. Antonio Gramsci memberi istilah Intelektual Tradisional dan Intelektual Organik. Intelektual Tradisioanal merupakan Intelektualnya telah terkontaminasi atau tidak lagi bersifat murni demi rakyat banyak karena tidak mampu menyampainkan suatu kebenaran yang menjadi tugasnya karena telah terkooptasi kedalam ranah kekuasaan. Sedangkan Intelektual organik merupakan pemikir yang dihasilkan oleh setiap kelas secara alamiah walaupun tidak melalui jenjang-jenjang pendidikan Formal.
PENGERTIAN INTELEKTUAL

•Dalam kamus oxford andvend learner’s dictinory orang-orang yang mempunyai kemampuan nalar yang baik, yang tertarik pada hal-hal rohani.

•Ciri khas dari seorang intilektual adalah kemampuan berpikir bebas dan mengemukaan kebenaran.

Fungsi dan Peran Cendikiawan

Dalam Pidatonya Bung Hatta menggambarkan fungsi dan peran Cendikiawan yaitu sebagai kaum intelektual yang mempunyai tanggung jawab moril terhadap perkembangan masyarakat. Apakah ia duduk di dalam pimpinan negara dan masyarakat atau tidak, ia tidak akan terlepas dari tanggungjawab itu. Sekalipun berdiri di luar pimpinan, sebagai rakyat-demokrat ia harus menegur dan menentang perbuatan yang salah, dengan menunjukkan perbaikan menurut keyakinannya.

Disini cendekiawan harus dituntut menjadi agen perubahan dan pengontrol kebijakan pemerintah agar selau berpihak pada rakyat kecil dan menjadi moral oracle (orang bijaksana penjaga moral) sekaligus menjadi penyambung lidah rakyat untuk menyampaikan prinsip-prinsip moral. Kaum cendikiawan mengambil jarak dengan proses-proses politik, bukan sebaliknya menggunakan kemampuan intelektualnya untuk mendukung kubu politik tertentu. Cendekiawan memainkan peranannya secara profesional bebas dari keberpihakan kepentingan individual dan kelompok. Satu-satunya keberpihakan cendekiawan adalah kepada nilai-nilai keadilan, keobyektifan/ keapa-adaan, konsistensi, kesistematikan, kearifan, dan nilai-nilai normatif keilmuan lainnya yang bebas dari interes-interesan.

Edward W Said lebih menegaskan bahwa Secara ideal cendekiawan mewakili emansipasi dan pencerahan, peran cendekiawan senantiasa terikat pada dan harus tetap jadi bagian organik dari pengalaman masyarakat, dan menolak bekerja sama dengan kekuatan yang masih saya pandang sebagai biang penderitaan rakyat. Dosa paling besar cendekiawan adalah apabila ia tahu apa yang seharusnya dikatakan tetapi menghindari mengatakannya.

Cendikiawan Dan Kekuasaan

Disini perlu dijelaskan bahwa ada kaitannya antara cendikiawan dan kekuasaan yang pada akhirnya menentukan arah sebuah kebijakan pemerintah. Banyak dari para pemikir yang justru ragu akan ke kritisan dan kepedulian para intelektual atau cendikiawan ketika mereka menduduki suatu jabatan di pemerintah. Di situ kemungkinan besar kaum intelektual kehilangan spirit dan karakternya yang khusus, yaitu sebagai orang-orang yang bertanya dan kritis. Terlihat kecenderungan di mana peran para cendikiawan itu berubah menjadi pelaksana-pelaksana tertentu dari sebuah mesin politik yang besar . Di sana dia bisa berperan menjadi seorang teknokrat , birokrat atau professional .

Ada pula kemungkinan mereka melakukan kompromi politik terhadap suatau kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat ramai, sehingga ruang gerak untuk melakukan wacana intelektual menjadi sempit dan terbatas Padahal wacana semacam itu bisa mengikutsertakan keseluruhan masyarakat serta menjadi sarana bagi pendidikan politik mereka . Kehadiran kaum cendikiawan dalam ranah politik kecil kemungkinannya dapat menggulirkan ide-ide perubahan. Sebaliknya, hal ini akan membuatnya tenggelam, sekedar menjadi kaki tangan kekuasaan politik alias budak-budak kekuasaan (servants of power). Itulah salah satu alasan dari Soedjatmoko mengatakan bahwa bagaimanapun para cendikiawan harus tetap berada di luar kekuasaan, agar mereka tidak terkooptasi kedalam ranah kekuasaan yang pada akhirnya menjauhkan merekan dari membela rakyat menjadi membela partai politik yang di ikutinya. Takbisa terhindarkan mereka akan melegitimasi kebijakan-kebijakan tersebut, meskipun kebijakan tersebut merugikan atau menguntungkan masyarakat umum.

Sebaliknya jika posisi mereka bebas atau diluar sistem atau pemerintah maka dengan posisi yang bebas itulah, seorang intelektual memiliki kekuatan (daya tawar) untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang akan dibuat pemerintah. Posisi seorang intelektuak adalah diatas menara yang paling tinggi yang tak boleh terjangkau oleh siapaun, kecuali dirinya sendiri. Artinya, bahwa siapapun tidak boleh mempengaruhi apalagi membeli pemikiran seorang intelektual dalam menyampaikan kebenaran.

Sumber power
• Kebebasan pengungkapan gagasan,
• pandangan dan
• pemikiran yang benar.

Previous
« Prev Post

Berikan Komentar Anda

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.