Jangan terlalu sibuk mengurus dunia hingga lupa bahwa hidup punya batas waktu. Hidup harus seimbang, menabunglah sekarang demi akhiratmu.
Home » » Antara Zionisme dengan Rasisme

Antara Zionisme dengan Rasisme

Peperangan dan kejahatan dengan didukung ideologi distorsif selalu terjadi sepanjang sejarah. Contohnya, rasialisme Nazis telah membangkitkan Hitler menjadi penguasa berdarah dingin yang telah membantai jutaan orang. Dan kejahatan pasukan Zionis terhadap warga Palestina yang bermula dari pemikiran Zionisme. Orang-orang Zionis menganggap diri mereka sangat taat agama dan menilai aksi brutal mereka adalah dalam rangka realisasi tujuan tersebut. Padahal, pemikiran Zionisme itu sudah ditentang sejumlah cendikiawan Yahudi.

Beberapa tahun lalu digelar sebuah konferensi di London bertema ‘Anti-Zionis; Opini Yahudi’. Konferensi itu dihadiri oleh para tokoh Yahudi dan mereka memaparkan faktor kebatilan pemikiran Zionisme. Salah satunya adalah, Zionisme tidak bisa lepas dari unsur laik dan rasisme meski para pejabat tinggi Zionis selalu mengenalkan diri sebagai pembela ideologi Yahudi dan para penganut Yahudi. Namun fakta yang sebenarnya adalah bahwa sebagian besar mereka hanya menggunakan agama sebagai sarana untuk merealisasikan tujuan ilegal mereka. Israel Davood Wise seorang tokoh terkemuka Yahudi dan Juru Bicara Lembaga Anti-Zionis Neturei Karta, yang juga hadir dalam konferensi tersebut mengatakan, Zionisme adalah sebuah ideologi tanpa ketuhanan dan tujuannya adalah memisahkan orang-orang Yahudi dari agama mereka. Kedua tokoh Yahudi itu menegaskan bahwa diantara dampak buruk paling bahaya akibat pemikiran Zionisme adalah desakralisasi ketuhanan dan agama Yahudi, serta menyulut perang antara penganut Yahudi dan Islam.

Lembaga Neturei Karta dibentuk tahun 2002 dalam konferensi yang berlangsung tahun 2002 di Teheran dalam membela hak bangsa Palestina. Kelompok tersebut merilis pernyataan yang berisi bahwa Zionisme adalah ideologi nasionalisme materialis karya seorang teoritis Yahudi tak taat agama bernama Theodore Hertzel. Ungkapan para tokoh Yahudi tentang Zionis tersebut sudah cukup dijadikan bukti kebatilan Zionis. Berbeda dengan yang diklaim selama ini, Zionis tidak terbentuk berdasarkan ketaatan pada agama melainkan berlandaskan nasionalisme dan etnisitas. Selain itu, orang-orang Zionis menafsirkan dan mendefinisikan agama sesuai dengan kepentingan dan keinginan mereka. Salah satuya adalah aksi pendudukan terhadap Palestina.

Kaum Zionis berpendapat bahwa Palestina pada masa lalu adalah tanah orang-orang Yahudi dan dalam ajaran Yahudi disebutkan bahwa Allah berjanji akan mengembalikan orang-orang Yahudi ke tanah air mereka. Padahal seorang rabi Yahudi, Harun Cohen, yang hadir dalam konferensi anti-Zionis di London mengatakan, kaum Zionis melanggar ajaran agama dan tanpa ijin mereka angkat senjata dan melakukan pembantaian demi mendirikan sebuah negara di bumi Palestina. Menurutnya, pada awalnya Tuhan menyerahkan bumi Palestina kepada orang-orang Yahudi namun dengan syarat mereka mendapatkan ijin dan hidup dengan tetap menunjung tinggi etika. Namun karena kaum Yahudi terlampau banyak melanggar persyaratan itu, Allah mengeluarkan mereka dari bumi Palestina dan hidup tanpa memiliki sebuah pemerintahan.

Meski ideologi Zionis jelas bukan termasuk agama, namun kaum Zionis berusaha menyetarakan antara Zionisme dan agama Yahudi. Dengan demikian, jika ada pihak yang menentang Zionisme akan dilabel sebagai penentang agama. Seorang mantan Menteri Rezim Zionis Israel, Manakhem Begin, yang punya masa lalu hitam terkait kejahatan Rezim Zionis mengatakan, tidak ada perbedaan antara perasaan anti-Israel, anti-Zionis, dan anti-Yahudi. Pada hakikatnya, Zionisme banyak dikenal setelah cerita Derifuss. Derifuss adalah seorang Yahudi asal Perancis yang pada akhir abad ke-19 dituding sebagai pengkhianat negara. Namun, setelah itu ketidak-benaran tuduhan itu terbukti setelah sekian lama.

Zionisme berkembang dengan bantuan anti-semitisme atau anti-Yahudi. Artinya, Zionisme mendapat sambutan hangat dengan berusaha menunjukkan kaum Yahudi adalah orang-orang lemah yang selalu tertindas. Kaum Zionis juga memanfaatkan mitos Holocaust atau tragedi pembantaian enam juta orang Yahudi oleh Nazi pada era perang dunia kedua, sebagai sarana untuk menunjukkan ketertindasan mereka. Dalam hal ini kaum Zionis meraih sukses besar. Betapa tidak, kini di Eropa hukuman penjara dan denda akan mengancam setiap yang hanya meragukan kebenaran Holocaust.

Azrail Davod Wisel, salah satu pembicara dalam konferensi anti-Zionis London menilai anti-semitisme merupakan sebuah pemikiran rasialis dan irasional, namun pada saat yang sama, anti-Zionis merupakan tindakan logis karena dalam rangka memerangi kebijakan aparthid dan anti-Yahudi oleh Rezim Zionis. Konferensi London juga merilis pernyataan yang berisi keterangan bahwa Rezim Zionis merupakan biang munculnya anti-semitisme di dunia. Karena kinerja Rezim Zionis-lah yang membuat pihak yang membenci Israel menisbatkan kebenciannya kepada orang-orang Yahudi.

Salah satu kriteria paling menonjol Zionisme adalah diskriminasi. Hal ini dapat disaksikan dalam sikap Rezim Zionis Israel terhadap pemerintahan Otorita Palestina. Aksi pembantaian, penangkapan, dan penyiksaan terhadap warga Palestina oleh Rezim Zionis Israel merupakan pemandangan rutin di bumi Palestina. Seorang aktivis Yahudi dalam Serikat Buruh Inggris, Roland Rons mengatakan, Rezim Zionis adalah penganut ideologi rasisme dan kecenderungan sikap seperti ini akan membahayakan orang-orang Yahudi.

Bukti lain dari rasisme Rezim Zionis adalah banyaknya jumlah UUD Israel yang ditetapkan berdasarkan unsur rasis, ketidakadilan, dan sangat diskriminatif. Oleh karena itu, pada tahun 1975, Majelis Umum PBB secara eksplisit menyetarakan Rezim Zionis Israel dengan rasialisme. Denga demikian, demokrasi yang diklaim oleh para pejabat tinggi Tel Aviv pun tidak dapat dipercaya kebenarannya. Karena bagaimana mungkin demokrasi dapat terwujud jika sejak awal implementasinya sudah terbentur dengan diskriminasi dan rasisme. Direktur Komisi Riset HAM Islam Inggris, Arezu Mir-Ali mengatakan, ungkapan bahwa Rezim Zionis sebagai negara paling demokratis di dunia hanya slogan belaka dan tak pernah ada buktinya.

Dari sini sudah dapat kita petakan faktor apa saja yang melandasi serangan pasukan Zionis ke Lebanon dan Palestina. Di saat Rezim Zionis menilai dirinya sebagai kaum atau ras paling tinggi di muka bumi, tak mengherankan jika pasukan Zionis tak punya secuil perasaan kemanusiaan ketika membantai warga tak berdosa termasuk anak kecil. Bahkan aksi brutal tersebut sudah menjadi kewajiban.[IRIB]

Previous
« Prev Post

Berikan Komentar Anda

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.