Jangan terlalu sibuk mengurus dunia hingga lupa bahwa hidup punya batas waktu. Hidup harus seimbang, menabunglah sekarang demi akhiratmu.
Home » » Wilayah Al Faqih Dalam Pandangan Imam Khomeini

Wilayah Al Faqih Dalam Pandangan Imam Khomeini


A. Pendahuluan

Dewasa ini Islam memiliki banyak pandangan atau pendapat mengenai Kepemimpinan. Wacana kepemimpinan yang berkembang, ini di awali setelah Rasulullah SAW wafat. Masyarakat Islam telah terbagi-bagi kedalam banyak kelompok atau golongan. Kelompok-kelompok Islam ini terkadang satu sama lain saling menyalahkan atau bahkan mengkafirkan..
Kondisi seperti ini sangatlah tidak sehat bagi perkembangan Islam. Permasalahan perbedaan argumentasi harusnya dapat di selesaikan dengan mekanisme diskusi dengan menggunakan logika. persatuan haruslah dijunjung tinggi. Karena persatuan menjadikan kita kokoh dari berbagai intervensi asing (barat) yang berusaha memeca belah Islam, yang sekrang ini Islam berusaha mengejar ketertinggalannya dari dunia barat.

Melalui pemikiran Imam Khomeini yang terkenal dengan selogannya “Tidak timur dan Tidak pula barat semua adalah saudara” ini memberikan penjelasan bahwa beliau menginginkan sebuah umat Islam yang damai, tanpa rasa dengki dan mencaci maki, terbukti dari pemikiran beliau yang sangat berkualitas, yang mampu menggerakkan hati warga Iran untuk melawan pemimpin mereka yang merupakan antek atau tangan kanan Amerika di timur tengah sehingga bisa tumbang dan digantikan dengan sebuah sistem pemerintahan yang berdasarkan Islam. Nanti kita akan membahas lebih lanjut pemikiran-pemikiran beliau yang insyaAllah akan menambah sedikit pengetahuan kita.

B. Biografi Ayatullah Ruhullah Khomeini

Imam Khomeini, lahir di kota Khomein Tengah, Iran pada tahun 1902, dan pernah tinggal dan menjalani pendidikan di Najaf, Iraq selama 14 tahun, tapi menyelesaikan pendidikan tingginya di kota suci Qom di bidang teologi dan hukum Islam (fiqih)- memperoleh gambaran sejarah sebagai pemimpin Revolusi Islam Iran yang spektakuler. Dalam istilah yang kita kenal di Indonesia, ia menyandang gelar “Pemimpin Besar Revolusi”. Imam Khomeini adalah sosok ulama yang mumpuni sekaligus filosof dan pemikir futuristik. Ini bisa dilihat dari limpahan gagasan Imam khomeini mulai dari hal-hal kecil seperti tata cara ibadah hingga masalah besar seperti negara dan cetusan tentang ilmu humaniora yang Islami.

Pada tahun 1989, dunia Islam dan bangsa Iran kehilangan seorang pemimpin agung, bapak pendiri Republik Islam, Imam Khomeini. Ia adalah seorang pejuang besar yang memimpin perjuangan rakyat Iran melawan kediktatoran sebuah rezim yang zalim. Pasca kemenangan Revolusi Islam, ia memimpin Republik Islam Iran selama 10 tahun di tengah beragam tekanan dan kondisi yang sangat sulit. Suluk politik yang diterapkan Imam Khomeini menjadikannya sebagai model pemimpin Islam di era modern. Ia juga dikenal memiliki karakter khas yang luhur.

C. Konsep Politik

Jika kita berbicara tentang konsep pemikiran beliau tentu kita akan menilik latar belakang kehidupan beliau, siapa orang tua beliau, diamana beliau dibesarkan, dimana beliau menuntut ilmu, pasti kita akan menemukan konsep politik yang akan di gagas. Konsep politik beliau tentu saja tidak terlepas dari mazhab yang dianut, yaitu syiah imamiah (12 Imam). Menurut beliau kaum fuqaha ikut bertanggung-jawab dalam mengurus masalah negara dan pemerintahan. Dalam syiah Imamiah, masyarakat itu dipimpin oleh para imam, khususnya Imam yang 12, dan Imam yang terakhir (Imam Mahdi) masih dalam keadaan ghaib, tetapi akan muncul di akhir zaman nanti.

Tapi selama Imam Mahdi masih ghaib, kaum ulama, kaum fuqaha harus tampil mengambil alih kepemimpinan. Dengan demikian, kepemimpinan kontemporer, yaitu kaum fuqaha, adalah wakil atau khalifah dari para imam yang ghaib. Atas dasar kepercayaan itu, maka Imam Khomeini menciptakan konsep “Wilayah al-Faqih” yang menjadi garda (guardian) terhadap hukum Islam. Konsep inilah yang menimbulkan kharisma terhadap kaum fuqaha yang diwakili oleh Imam Khomeini. Agaknya Imam Khomeini menyadari kepemimpinan semacam itu, yaitu kepemimpinan itu bisa hilang setelah ia meninggal. Karena itu, maka kharisma kemimpinan atau Imamah itu dilembagakannya dalam konsep Wilayah al-Faqih, sehingga keimaman itu dapat dilanjutkan dari waktu ke waktu. Sementara itu kefuqahaan itu dibibitkan dan dikembangkan melalui hauzah-fuqaha, yaitu lembaga pendidikan dan penelitian sebagaimana terdapat dan berkonsentrasi di kota suci Qom Iran atau Najef Iraq, di mana Imam Khomeini sendiri dididik dan dibesarkan.

Menurut Imam Khomeini, fuqaha bukan hanya ahli di bidang hukum Islam atau hanya merupakan tokoh spriritual. Fuqaha yang paripurna harus juga ahli d bidang-bidang lain, misalnya filsafat, politik, sosial dan ekonomi. Ayatullah Rafsanjani umpamanya, adalah juga seorang ahli ekonomi yang piawai. Demikian pula ulama ahli tafsir besar Tabataba’i yang menulis buku mengenai sistem ekonomi Islam. Sedangkan Ayatullah Murtadha Mutahhari adalah juga ahili sejarah, ahli sosiologi dan filsuf sosial yang sangat produktif menulis buku di berbagai bidang dan sudah banyak diterjemahkan dan diterbitkan di Indonesia.

Sejalan dengan pemikiran itu, maka Imam Khomeini sangat menentang sekularisme yang memisahkan agama dari negara atau politik. Pandangan ini tidak semata-mata bersifat normatif, tetapi juga empiris, sebagaimana diperlihatkan dalam gerakan revolusioner Iran.

Imam Khomeini, lahir di kota Khomein Tengah, Iran pada tahun 1902, dan pernah tinggal dan menjalani pendidikan di Najaf, Iraq selama 14 tahun, tapi menyelesaikan pendidikan tingginya di kota suci Qom di bidang teologi dan hukum Islam (fiqih)- memperoleh gambaran sejarah sebagai pemimpin Revolusi Islam Iran yang spektakuler. Dalam istilah yang kita kenal di Indonesia, ia menyandang gelar “Pemimpin Besar Revolusi”. Imam Khomeini adalah sosok ulama yang mumpuni sekaligus filosof dan pemikir futuristik. Ini bisa dilihat dari limpahan gagasan Imam khomeini mulai dari hal-hal kecil seperti tata cara ibadah hingga masalah besar seperti negara dan cetusan tentang ilmu humaniora yang Islami.

Pada tahun 1989, dunia Islam dan bangsa Iran kehilangan seorang pemimpin agung, bapak pendiri Republik Islam, Imam Khomeini. Ia adalah seorang pejuang besar yang memimpin perjuangan rakyat Iran melawan kediktatoran sebuah rezim yang zalim. Pasca kemenangan Revolusi Islam, ia memimpin Republik Islam Iran selama 10 tahun di tengah beragam tekanan dan kondisi yang sangat sulit. Suluk politik yang diterapkan Imam Khomeini menjadikannya sebagai model pemimpin Islam di era modern. Ia juga dikenal memiliki karakter khas yang luhur.

D. Kesatuan Umat Islam


Revitalisasi Islam yang dilakukan Imam Khomeini bukan hanya sebatas pada tataran teori dan analisa tapi bahkan pada tataran praktis. Revolusi Islam yang dipimpin Imam Khomeini telah menciptakan rasa kemuliaan dan identitas bagi umat Islam di seluruh belahan dunia. Tidak hanya saja itu, Revolusi Islam juga berhasil mengobarkan semangat kebangkitan Islam di tengah masyarakat muslim. Rahbar menjelaskan, “Masyarakat muslim di timur dan barat dunia Islam telah bangkit. Begitu juga dengan kaum minoritas muslim di negara-negara Eropa dan lainnya yang memiliki pemerintahan kafir dan ateis juga merasa menemukan kembali harga dirinya. Identitas dan kepribadian Islam di kalangan umatnya hidup kembali.

Di mata Imam Khomeini, seluruh masyarakat muslim merupakan bagian dari umat yang satu. Karenanya, ia senantiasa berusaha menebarkan semangat persaudaraan dan persatuan Islam. Sebab, persatuan Islam merupakan salah satu tujuan terbesar perjuangan Imam Khomeini yang bisa dijadikan sumber kekuatan untuk menghadapi musuh. Mengomentari pemikiran Imam mengenai urgensi persatuan dan kesatuan Islam, Ayatollah Ali Khamenei menjelaskan, “Kini, seluruh kaum muslimin di berbagai penjuru Asia hingga jantung Afrika, dari seluruh Timur tengah hingga Eropa dan Amerika, telah merasa menjadi bagian dari sebuah masyarakat global yang besar bernama umat Islam. Imam Khomeini telah menciptakan semangat kecintaan untuk menjadi bagian umat Islam sebagai taktik terbesar untuk membela kaum muslimin melawan imperialisme”.

Di mata Imam Khomeini rakyat hanya bisa memainkan peran strategisnya jika mereka bersatu dan satu suara. Karena itu, faktor persatuan memerankan peranan penting dalam gerak perjuangan politik umat islam. Saat menerangkan masalah ini, Rahbar menuturkan, “Ingatlah selalu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan. Ia meyakini bahwa rahasia seluruh keberhasilan adalah kesatuan suara dan hadir langsung di medan perjuangan. Jika persatuan dan kehadiran rakyat di medan perjuangan tidak ada, maka bangsa Iran pun tidak akan bisa melangkah maju. Namun jika seluruh rakyat mengenal rahasia ini dan menjaganya, niscaya Sang Maha Kuasa akan menolongnya” .

E. Wilayah Faqih

Secara umum wilayah al-faqih adalah sebuah konsep pemerintahan yang berada dibawah para ulama-ulama, otoritas tertinggi negara berada dibawah ulama atau lebih khusus-nya adalah seorang rahbar. Tujuan Imam Khomeini dalam konsep Wilayah al-Faqih adalah menuntut keadilan sosial, pembagian kekayaan yang adil, ekonomi yang produktif yang berdasar kepada kekuatan nasional dan gaya hidup yang sederhana serta berdasarkan konsepsi yang akan mengurangi jurang perbedaan antara yang kaya dan miskin dan antara yang memerintah dan diperintah. Imam Khomeni memang lebih percaya kepada kaum fuqaha dalam memimpin pemerintahan, tetapi ia juga menekankan bahwa dalam Republik Islam, pemerintah harus bertanggung-jawab kepada rakyat, melalui mekanisme pemilihan umum dan adanya dewan perwakilan rakyat.

Pandangan Imam Khomeini itu sebenarnya sudah didahului oleh ulama-ulama sebelumnya, misalnya Mulla Ahmad Naraqu (wafat tahun 1629) dan Syaikh Muhammad Husain Naimi (wafat tahun 1936) dua tokoh yang memiliki pandangan yang sama mengenai hak prerogatif kaum fukaha di bidang politik, kendali keduanya tidak mengembangkan suatu tema sentral teori politik. Bagi Imam Khomeini, kaum fukaha harus memegang kekuasaan, menggantikan para raja atau penguasa, kendati masalah-masalah teknis bisa diserahkan pada para ahlinya, namun pemegang kekuasaan tertinggi di bidang sosia-politik harus tetap berada di tangan para faqih yang adil.

F Wilayah Faqih Dalam Negara

Walapun kaum fuqaha tetap memegang kedaulatan tertinggi dalam lembaga Wilayah al-Faqih, namun sistem politiknya dijalankan melalui demokrasi, dengan indikator utama, adanya pemilihan umum, baik untuk badan lagislatif maupun presiden. Sistem demokrasi itu ditandai pula oleh adanya berbagai kelompok dengan aliran-aliran yang berbeda-beda. Pertama aliran fundamentalis konservatif yang diwakili oleh Ayatullah Khamenei, murid utama ayatullah Khomeini sendiri. Kedua, aliran fudamentalis moderat dan pragmatis yang diwakili oleh Ayatullah Rafsanjani yang pernah menjabat sebagai PM Iran. Ketiga adalah aliran reformis liberal yang dulu diwakili oleh Dr. Mehdi Bazargan yang pernah menjabat sebagai PM Iran tunjukan Imam Khomeini langsung.

Yang menarik dari Republik Islam Iran adalah komitmen negara dan pemerintah dalam menjalankan syari’at Islam tetapi sekaligus juga berusaha mencari bentuk demokrasi dalam pemerintahan maupun dalam sistem politik. Dalam sistem ekonomi, Iran berusaha untuk menerapkan prinsip-prinsip syar’ah dalam berekonomi. Secagai contoh pemerintah Iran secara total mengkonversi sistem bank konvensional menjadi sepenuhnya bank Islam atau bank syari’ah. Pemerintah Iran juga berusaha untuk menjalin hubungan dagang terutama dengan negara-negara Muslim.

Dalam pandangan Iran sekarang, pemerintahan Islam adalah pemerintahan rakyat dengan berpegang pada hukum Tuhan, di mana kepala pemerintahan tertinggi harus dipegang seorang faqih, yang ahli di bidang hukum Islam yang harus dilaksanakan oleh pemerintah. Dalam pemerintahan wali al-faqih, kaum ulama menduduki posisi, baik sebagai pengawal (guardian atau wali), penafsir (interpreter) maupun pelaksana (executor) hukum-hukum Tuhan. Oleh sebab itu maka pemerintahan yang demikian itu merupakan pemerintahan yang benar dan adil. Pemerntahan Islam harus bertindak sesuai dengan syari’at. Syarat-syarat tersebut asumsinya hanya bisa dipenuhi oleh para faqih. Kerenanya para faqih adalah figur yang dianggap paling siap memerintah masyarakat.

F. Republik Islam Iran Sebuah Model Teodemokrasi

Landasan pemikiran Imam Khomeini untuk membentuk sebuah pemerintahan teodemokrasi dapat kita lihat dari pandangan belliau : menurut Imam khomeini Manusia harus dipimpin oleh kepemimpinan Ilahiyah. Sistem hidup yang bersumber pada sistem ini disebut sistem Islam, sedangkan sistem yang tidak bersumber pada kepemimpinan Ilahiyah disebut kepemimpinan Jahiliyah. Hanya ada dua pilihan kepemimpinan Allah atau kepemimpinan Thagut.

Menurut Imam Khomeini. Para Nabi diutus untuk menegakkan keadilan, menyelamatkan masyarakat manusia dari penindasan. Nabi telah menegakkan pemerintahan Islam dan Imamah keagamaan sekaligus.

Setelah zaman Nabi berakhir dengan wafatnya Rasulullah SAW, kepemimpinan ummat dilanjutkan oleh para imam yang diwasiatkan oleh Rasulullah SAW dan Ahlul Baitnya. Setelah lewat zaman Nabi, maka datanglah zaman Imam. Sekarang menurut Imam Khomeini Imam ke 12 masih dalam ghaib, pada Pada ghaibah inilah kepemimpinan dilanjutkan oleh para faqih, hingga akhir zaman tiba. Para faqih diberikan beban menjadi khalifah. Kepemimpinan Islam berdasarkan atas hukum Allah. Oleh karena seorang faqih haruslah orang yang lebih tahu tentang hukum Illahi.




Daftar Pustaka

• Khomeini, Sistem Pemerintahan Islam, Pustaka Zahra, Jakarta, 2002.
• Ibrahim Amini, Para Pemimpin Teladan, Al-huda, Jakarta 2005
• Jalaluddin Rakhmat dalam Yamani, Filsafat politik Islam antara Al-Farabi dan Khomeini, Mizan, Bandung, 2003
• Andi Anas, Konsep Wilayah Al-Faqih menurut Imam Khomeini, Skripsi pada Fakultas Ushuluddin Jurusan Perbandingan Agama UNISBA, 2006
• www.icas-indonesia.org
• Pandangan DR. Muhammad Supraja dalam acara peringatan wafatnya Imam Kkomeini ke-21, radio Melayu suara Republik Islam Iran
• http://syiahali.wordpress.com
• www.al-shia.org/html/id/service/maqalat/01/75.htm

Previous
« Prev Post

Berikan Komentar Anda

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.