Isu mengenai energi, lingkungan hidup, dan pemanasan global menjadi isu yang penting untuk dibahas karena melibatkan banyak aktor dan kepentingan. Ini tercermin dari alotnya perundingan dan negosiasi penguragan emisi gas rumah kaca dalam banyak perundingan yang diselenggarakan oleh badan-badan di lingkungan PBB ataupun berbagai perundingan multilateral lainnya. Dalam kasus energi dan lingkungan hidup justru negara-negara majulah yang tampaknya enggan menaati setiap kesepakatan yang sebenarnya sangat merugikan semua pihak. Amerika Serikat sebagai negara penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia menolak meratifikasi Protokol Kyoto karena komitmen pengurangan emisi CO berarti pula mengurangi laju industrialisasi dan konsumsi.
Menurut Owen Green, isu lingkungan hidup menjadi isu global karena beberapa alasan. Pertama, beberapa persoalan hidup lingkungan hidup secara inherent berada dalam lingkup global.CFCs yang dilepaskan ke udara ke atmosfer memberikan kontribusi atas persoalan global dalam bentuk menipisnya lapisan ozon dan perubahan iklam. Persoalan ini secara otomatis menjadi isu global dengan sendirinya. Kedua, beberapa persoalan berhubungan dengan pengeksploitasian global commons: sumber-sumber yang dieksploitasi semua anggota komunitas internasional seperti laut, atmosfer, dan ruang angkasa.
Penurunan industrialisasi dan laju konsumsi akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran. Hal yang sama juga terjadi di China dan India. Kedua negara ini telah mendorong peningkatan penggunaan bahan bakar fosil dan batu bara sehingga meningkatkan kontribusi dalam menyumbangkan emisi CO2. Saat ini China adalah negara penymbang emisi terbesar kedua setelah Amerika Serikat.
Andre Gorz dengan tajam menyatakan, dalam masyarakat industri lanjut, orang tidak selamanya miskin karena kesenjangan akan persediaan barang-barang konsumsi yang cukup besar, tetapi karena iklim dan cara barang-barang tersebut diproduksi. Sangat jelas apa yang dikemukakan oleh Gorz tampaknya tidak berlebihan. Di negara-negara seperti AS, banyak orang meninggal bukan karena kelaparan, tetapi menjadi korban karena bencana alam. Begitu juga jika melihat banjir terbesar yang melanda Australia dan Brazil pada januari 2011 merupakan faktor dari peubahan iklim dan pemanasan Global.
Kerusakan lingkungan tidak hanya berasal dari akumulasi dan produksi secara berlebihan sebagaimana disinyalir oleh Andre Gorz, tetapi juga berasal dari proses produksi dan konsumsi itu sendiri. Ilustrasi mengenai hal ini dapat kita lihat dalam industri mobil. Mobil merupakan salah satu inovasi teknologi yang pada awalnya sangat membantu kegiatan manusia. Namun, sekarang ini, mobil telah menjadi sumber masalah karena menyebabkan kemacetan di kota-kota besar seperti Jakarta dan Tokyo. Di kota-kota besar masyarakat berlomba-lomba membeli mobil untuk digunakan sebagai sarana transportasi. Ini berarti konsumsi minyak. Semakin banyak mobil beroprasi maka semakin banyak liter minyak yang digunakan, dan ini berarti semakin banyak gas CO2 dibuang ke udara. Oleh karenanya, di kota-kota metropolitan, pencemaran udara banyak melampaui ambang batas karena banyaknya orang berkendara menggunakan mobil. Situasi ini akan terus berkembang hingga akhirnya menciptakan krisis.
Sebagai akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya, para ilmuwan dan pemimpin dunia mulai mengembangkan teknologi alternatif. Beberapa negara, seperti jerman dan brazil serta negara-negara lain berusaha mengembangkan bahan energi alternatif dalam bentuk bahan bakar hayati. Meskipun dalam kasus sumber hayati ini telah menciptakan kekhawatiran beralihnya fungsi-fungsi bahan pangan untuk industri bermotor. Ini akan mengancam, pada tataran tertentu, keamanan pangan.
Para peneliti dari Postdam Institute for Climate Impact Research di jerman mengemukakan bahwa musim dingin ekstrem yang terjadi berturut-turut di benua Eropa adalah akibat pemanasan global yang mencairkan lapisan es di kawasan Artik, dekat Kutub Utara. Meningkatnya suhu udara yang diakibatkan oleh pemanasan global ini akan mempunyai implikasi serius bagi kehidupan umat manusia. Suhu yang meningkat akan berpengaruh terhadap iklim dunia. Sebuah penelitian internasional menyebutkan jika es di kutub bumi mencair maka sebanyak 634 juta orang yang tinggal di deket pantai akan tenggelam.
Untuk mengatasi masalah pemanasan global ini Uni Eropa, misalnya, dalam usahanya mengurangi emisi gas rumah kaca berencana melakukan langkah-langkah mengerem laju emisi gas rumah kaca melalui pajak emisi penerbangan. Atas nama pengurangan emisi karbon, komisi Uni Eropa akan melanjutkan rencana menarik pajak emisi penerbangan udara yang akan berimbas pada semakin mahalnya harga tiket.
Ada pula Konferensi Stockholm merupakan konfrensi besar pertama yang diselenggarakan PBB mengenai lingkungan hidup. Pertemuan tersebut menghasilkan 26 prinsip yang berhubungan dengan lingkungan dan pembangunan, rencana tindakan dengan 209 rekomendasi dalam enam wilayah, yakni human settlement, pengelolaan sumber daya alam, polusi, pendidikan dan aspek-aspek sosial lingkungan, pembangunan dan lingkungan, serta organisasi internasional.
Tidak hanya itu, pada tuhun 1992, diselenggarakan Konferensi Rio, di Rio De jeneiro, Brazil. Dalam pertemuan tersebut , disepakati deklarasi Rio, agenda 21, Deklarasi Dasar kehutanan, dan konvensi mengenai perubahan iklim dan biodeversity. Sedangkan di Indonesia sendiri diadakan Bali Roadmap yang berisi beberapa poin pokok yang disepakati oleh negara-negara peserta. Pertama, perlu kiranya ada kesamaan visi dan tindakan kerja sama jangka panjang, termasuk di dalamnya, reduksi gas rumah kaca dalam tingkat global, selainitu, penting untuk mendorong adanya mitigasi, adaptasi, transfer teknologi, dan bantuan keuangan terhadap proyek-proyek pengurangan gas rumah kaca. Kedua, keseluruhan proses untuk melaksanakan rekomendasi konvensi hendaknya dilakukan dengan segera, dan dilaksanakan di bawah Ad Hoc Working Group On Long-term Cooperative di bawah Konvensi.
Berikan Komentar Anda