Di sisi lain, Syi'ah, menyatakan bahwa seluruh Nabi dan Rasulullah, tanpa kecuali, maksum adanya. Bahkan jauh-jauh hari sebelum mereka menjadi para Nabi dan Rasul. Misalnya, kendatipun Nabi Muhammad SAW menjadi Rasul pada usia 40 tahun, Syi' ah menegaskan bahwa bahkan dalam 40 tahun dalam kehidupannya, beliau sudah maksum-sebuah penegasan bahwa sejarah membenarkan juga. Pertama-tama, mari kita definisikan konsep kemaksuman! Menurut Muhammad Jawad Mughniyyah dalam al-Islam wa al-Aql, konsep ishmah (kemaksuman) sangat sering disalah pahami. Apa yang kita maksudkan dengan konsep tersebut adalah bahwa seorang Nabi, karena keNabiannya, mempunyai jiwa yang suci. Sebagaimana Quran katakan, Sesungguhnya nafsu (manusia) itu selalu menyuruh kepada kejahatan, keeurali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku (QS. Yusuf : 53). Secara gamblang, Allah SWT telah melakukan suatu pengecualian (dengan menggunakan istilah 'kecuali' kepada jiwa manusia yang cenderung kepada kejahatan. Kita bisa memahami, berdasarkan filsafat Syiah, bahwa keterpautan jiwa (nafs) kepada Wujud laksana sebuah hubungan kendali dengan pengendalian. Oleh sebab itu, jiwa bisa cenderung pada kejahatan. Sekiranya individu tersebut menerima ajakan kepada kejahatan, ia menjadi bertanggung jawab atas kejahatan yang ia lakukan. Ini merupakan uraian yang disederhanakan, namun memenuhi tujuan yang dimaksud. Sekarang, para Nabi atau Rasul termasuk pada pengecualian sebagaimana Allah SWT telah isyaratkan. Yakni, ada sesuatu dalam jiwa dari manusia-manusia mulia ini yang mencegah kecendrungan pada kejahatan, dan karenanya mereka tidak pernah berpikir melakukan dosa sekalipun. Bukan berarti jika seorang Nabi atau Rasul ingin melakukan dosa, ia tidak bisa. Sebaliknya adalah rahmat, yang disebutkan dalam ayat di atas, yang dilimpahkan kepadanya dari Allah SWT yang mencegahnya dari melakukan demikian. Dengan demikian, ia maksum kendatipun mereka memiliki kemampuan penuh melakukan setiap jenis dosa apapun. Ketika setan menolak bersujud kepada Adam, dia terusir dan menjadi seorang makhluk terkutuk. Quran menyatakan bahwa seketika itu juga Iblis berkata, "Ya Tuhanku, karena Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan memandang baik (perbuatan rnaksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka. " Allah berfirman, "Ini. adalah jalan yang lurus. Kewajiban Akulah menjaganya. Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikuti kamu, yaitu orang-orang yang sesat. Dan sesungguhnya jahanam itu benarbenar tempat yang telah diancamkan kepada mereka (pengikutpengikut setan) semtcanya (QS. al-Hijr : 39). Nyatalah dari dialog di atas Allah SWT telah menjanjikan bahwa dan tidak punya cara menjerumuskan hamba-hamba Tuhan yang ikhlas. Para pelaku kejahatan yang akan mengikuti setan. Dengan demikian Hamba -hamba Allah SWT yang ikhlas bukanlah para pelaku dosa dan tidak dan terperdaya. Allah juga membenarkan bahwa jalan hamba-hamba yang ikhlas merupakan suatu jalan yang mengantarkan kepada-Nya. Semua fakta ini membuktikan bahwa para hamba Allah yang ikhlas tidak akan pernah terjerembab ke dalam perangkap setan, dan dengan sendirinya mereka maksum, berkat rahmat Allah. Yang perlu diperhatikan di sini bahwa tidak ada penyebutan Nabi atau Rasul dalam ayat-ayat di atas. Dalam madah lain, hamba-hamba Allah yang ikhlas yang maksum tidak mesti para Nabi ataupun Rasul. Adapun tema kemaksuman para imam akan dikupas dalam bab tersendiri. |
Di sisi lain, Syi'ah, menyatakan bahwa seluruh Nabi dan Rasulullah, tanpa kecuali, maksum adanya. Bahkan jauh-jauh hari sebelum mereka menjadi para Nabi dan Rasul. Misalnya, kendatipun Nabi Muhammad SAW menjadi Rasul pada usia 40 tahun, Syi' ah menegaskan bahwa bahkan dalam 40 tahun dalam kehidupannya, beliau sudah maksum-sebuah penegasan bahwa sejarah membenarkan juga. Pertama-tama, mari kita definisikan konsep kemaksuman! Menurut Muhammad Jawad Mughniyyah dalam al-Islam wa al-Aql, konsep ishmah (kemaksuman) sangat sering disalah pahami. Apa yang kita maksudkan dengan konsep tersebut adalah bahwa seorang Nabi, karena keNabiannya, mempunyai jiwa yang suci. Sebagaimana Quran katakan, Sesungguhnya nafsu (manusia) itu selalu menyuruh kepada kejahatan, keeurali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku (QS. Yusuf : 53). Secara gamblang, Allah SWT telah melakukan suatu pengecualian (dengan menggunakan istilah 'kecuali' kepada jiwa manusia yang cenderung kepada kejahatan. Kita bisa memahami, berdasarkan filsafat Syiah, bahwa keterpautan jiwa (nafs) kepada Wujud laksana sebuah hubungan kendali dengan pengendalian. Oleh sebab itu, jiwa bisa cenderung pada kejahatan. Sekiranya individu tersebut menerima ajakan kepada kejahatan, ia menjadi bertanggung jawab atas kejahatan yang ia lakukan. Ini merupakan uraian yang disederhanakan, namun memenuhi tujuan yang dimaksud. Sekarang, para Nabi atau Rasul termasuk pada pengecualian sebagaimana Allah SWT telah isyaratkan. Yakni, ada sesuatu dalam jiwa dari manusia-manusia mulia ini yang mencegah kecendrungan pada kejahatan, dan karenanya mereka tidak pernah berpikir melakukan dosa sekalipun. Bukan berarti jika seorang Nabi atau Rasul ingin melakukan dosa, ia tidak bisa. Sebaliknya adalah rahmat, yang disebutkan dalam ayat di atas, yang dilimpahkan kepadanya dari Allah SWT yang mencegahnya dari melakukan demikian. Dengan demikian, ia maksum kendatipun mereka memiliki kemampuan penuh melakukan setiap jenis dosa apapun. Ketika setan menolak bersujud kepada Adam, dia terusir dan menjadi seorang makhluk terkutuk. Quran menyatakan bahwa seketika itu juga Iblis berkata, "Ya Tuhanku, karena Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan memandang baik (perbuatan rnaksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka. " Allah berfirman, "Ini. adalah jalan yang lurus. Kewajiban Akulah menjaganya. Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikuti kamu, yaitu orang-orang yang sesat. Dan sesungguhnya jahanam itu benarbenar tempat yang telah diancamkan kepada mereka (pengikutpengikut setan) semtcanya (QS. al-Hijr : 39). Nyatalah dari dialog di atas Allah SWT telah menjanjikan bahwa dan tidak punya cara menjerumuskan hamba-hamba Tuhan yang ikhlas. Para pelaku kejahatan yang akan mengikuti setan. Dengan demikian Hamba -hamba Allah SWT yang ikhlas bukanlah para pelaku dosa dan tidak dan terperdaya. Allah juga membenarkan bahwa jalan hamba-hamba yang ikhlas merupakan suatu jalan yang mengantarkan kepada-Nya. Semua fakta ini membuktikan bahwa para hamba Allah yang ikhlas tidak akan pernah terjerembab ke dalam perangkap setan, dan dengan sendirinya mereka maksum, berkat rahmat Allah. Yang perlu diperhatikan di sini bahwa tidak ada penyebutan Nabi atau Rasul dalam ayat-ayat di atas. Dalam madah lain, hamba-hamba Allah yang ikhlas yang maksum tidak mesti para Nabi ataupun Rasul. Adapun tema kemaksuman para imam akan dikupas dalam bab tersendiri. |
Kemaksuman Nabi Menurut Syiah
« Prev Post
Next Post »
Berikan Komentar Anda