Dalam seminar hari kamis yang lalu dengan bapak Prof. Dr. Ing. Baharudin Jusuf Habibie, Dalam seminar itu, Habibie memberikan nasihat pada ribuan mahasiswa UIN Jakarta tentang teknologi dan demokrasi. Dalam ceramahnya yang insyaAllah kurang lebih yang saya ketahui akan saya tulis dalam review ini, Mantan Presiden RI ke-3 itu menutur tentang pentingnya membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang terbaharukan dengan menitik beratkan beberapa poin. Terdiri dari pendidikan dan kebudayaan, pengembangan diri dan pengembangan IPTEK, produk nilai tambah perangkat keras dan lunak, dan produk nilai tambah pribadi. Serta, membangun lapangan kerja dan jam kerja, proses keterampilan, peningkatan produktivitas dan daya saing masyarakat
Beliau menjelaskan bahwa pendidikan di Indonesia masih mengandalkan nilai formalitas, sehingga tak heran masyarakat memandang orang yang bergelar sarjana lebih dipandang. Namun, mantan Presiden ketiga Indonesia Prof. Dr. Ing. Baharudin Jusuf Habibie memiliki pandangan berbeda, beliau mengatakan bahwa S1, S2, S3 tidak penting. Itu hanya berfungsi untuk orang yang akan melamar pekerjaan atau untuk menunjukkan tingkat pendidikan yang di tempuh. Beliau terus menjelaskan menyinggung persoalan pendidikan di Indonesia, dimana masyarakat masih menaruh nilai formalitas sebagai hal utama.
Yang penting bagi beliau, kita mampu menambah nilai baik perangkat keras atau lunak. (Sebanyak) 24 jam yang diberikan Allah SWT harus menghasilkan yang baik untuk diri kita dan baik juga untuk oranglain. Beliau melanjutkan mengatakan Tak bisa dipungkiri, biaya pendidikan tiap tahun kian mahal. Namun, menurut beliau, yang terpenting masyarakat bisa menerima perkembangan teknologi dengan pendidikan, riset, kebudayaan.
Beliau dalam pertengahan ceramahnya mengatakan, perkembangan dan pertumbuhan demokrasi suatu negara sangat tergantung pada sejauh mana teknologinya maju dan berkembang dalam artian bahwa semakin teknologi suatu negara itu maju, maka makin maju pula demokrasinya. Maka sangatlah penting sekali suatu bangsa menguasai dan memajukan teknologi.
Lebih lanjut ia mengatakan, seperti yang disebutkan diatas, agar teknologi dapat maju, maka harus ada prioritas-prioritas andalan. Ia menyebutkan antara lain pengembangan sumber daya manusia terbaharukan, pemerataan informasi, peningkatan hasil kerja, dan karya SDM dalam bentuk teknologi tepat guna dan produk-produk unggulan. Dengan demikian beliau optimis bangsa Indonesia mampu memajukan teknologinya. Lebih dari itu, Indonesia tidak hanya dikenal sebagai penikmat teknologi tapi mampu menjadi penghasil teknologi.
Setelah itu beliau mengatakan dengan lantang kepada semua mahasiswa bahwa volume otak manusia itu sebesar dunia ini. Kenapa? Karena manusialah yang menciptakan teknologi. Otak manusialah yang menciptakan berbagai teori hidup termasuk teori demokrasi, dan tentu saja, teori yang kita buat itu harus berpegang teguh pada Agama dan Al-Quran. Nah, kalau volume otak manusia saja sebesar dunia, bagaimana dengan volume 'otak' Tuhan? Betapa dahsyat dan luar biasanya pasti Allah SWT itu. Dalam pandangan beliau juga di jelaskan bahwa tidak akan ada demokrasi jika tidak ada manusia yang mengembangkannya hingga sekarang, dan juga tidak akan ada teknologi jika manusia tidak ada, jadi manusia dan teknologi berjalan secara beriringan dengan segala inovasinya.
Dalam seminar hari kamis yang lalu dengan bapak Prof. Dr. Ing. Baharudin Jusuf Habibie, Dalam seminar itu, Habibie memberikan nasihat pada ribuan mahasiswa UIN Jakarta tentang teknologi dan demokrasi. Dalam ceramahnya yang insyaAllah kurang lebih yang saya ketahui akan saya tulis dalam review ini, Mantan Presiden RI ke-3 itu menutur tentang pentingnya membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang terbaharukan dengan menitik beratkan beberapa poin. Terdiri dari pendidikan dan kebudayaan, pengembangan diri dan pengembangan IPTEK, produk nilai tambah perangkat keras dan lunak, dan produk nilai tambah pribadi. Serta, membangun lapangan kerja dan jam kerja, proses keterampilan, peningkatan produktivitas dan daya saing masyarakat
Beliau menjelaskan bahwa pendidikan di Indonesia masih mengandalkan nilai formalitas, sehingga tak heran masyarakat memandang orang yang bergelar sarjana lebih dipandang. Namun, mantan Presiden ketiga Indonesia Prof. Dr. Ing. Baharudin Jusuf Habibie memiliki pandangan berbeda, beliau mengatakan bahwa S1, S2, S3 tidak penting. Itu hanya berfungsi untuk orang yang akan melamar pekerjaan atau untuk menunjukkan tingkat pendidikan yang di tempuh. Beliau terus menjelaskan menyinggung persoalan pendidikan di Indonesia, dimana masyarakat masih menaruh nilai formalitas sebagai hal utama.
Yang penting bagi beliau, kita mampu menambah nilai baik perangkat keras atau lunak. (Sebanyak) 24 jam yang diberikan Allah SWT harus menghasilkan yang baik untuk diri kita dan baik juga untuk oranglain. Beliau melanjutkan mengatakan Tak bisa dipungkiri, biaya pendidikan tiap tahun kian mahal. Namun, menurut beliau, yang terpenting masyarakat bisa menerima perkembangan teknologi dengan pendidikan, riset, kebudayaan.
Beliau dalam pertengahan ceramahnya mengatakan, perkembangan dan pertumbuhan demokrasi suatu negara sangat tergantung pada sejauh mana teknologinya maju dan berkembang dalam artian bahwa semakin teknologi suatu negara itu maju, maka makin maju pula demokrasinya. Maka sangatlah penting sekali suatu bangsa menguasai dan memajukan teknologi.
Lebih lanjut ia mengatakan, seperti yang disebutkan diatas, agar teknologi dapat maju, maka harus ada prioritas-prioritas andalan. Ia menyebutkan antara lain pengembangan sumber daya manusia terbaharukan, pemerataan informasi, peningkatan hasil kerja, dan karya SDM dalam bentuk teknologi tepat guna dan produk-produk unggulan. Dengan demikian beliau optimis bangsa Indonesia mampu memajukan teknologinya. Lebih dari itu, Indonesia tidak hanya dikenal sebagai penikmat teknologi tapi mampu menjadi penghasil teknologi.
Setelah itu beliau mengatakan dengan lantang kepada semua mahasiswa bahwa volume otak manusia itu sebesar dunia ini. Kenapa? Karena manusialah yang menciptakan teknologi. Otak manusialah yang menciptakan berbagai teori hidup termasuk teori demokrasi, dan tentu saja, teori yang kita buat itu harus berpegang teguh pada Agama dan Al-Quran. Nah, kalau volume otak manusia saja sebesar dunia, bagaimana dengan volume 'otak' Tuhan? Betapa dahsyat dan luar biasanya pasti Allah SWT itu. Dalam pandangan beliau juga di jelaskan bahwa tidak akan ada demokrasi jika tidak ada manusia yang mengembangkannya hingga sekarang, dan juga tidak akan ada teknologi jika manusia tidak ada, jadi manusia dan teknologi berjalan secara beriringan dengan segala inovasinya. Agil asshofie 03:32:00 Admin Tangerang Indonesia
Beliau menjelaskan bahwa pendidikan di Indonesia masih mengandalkan nilai formalitas, sehingga tak heran masyarakat memandang orang yang bergelar sarjana lebih dipandang. Namun, mantan Presiden ketiga Indonesia Prof. Dr. Ing. Baharudin Jusuf Habibie memiliki pandangan berbeda, beliau mengatakan bahwa S1, S2, S3 tidak penting. Itu hanya berfungsi untuk orang yang akan melamar pekerjaan atau untuk menunjukkan tingkat pendidikan yang di tempuh. Beliau terus menjelaskan menyinggung persoalan pendidikan di Indonesia, dimana masyarakat masih menaruh nilai formalitas sebagai hal utama.
Yang penting bagi beliau, kita mampu menambah nilai baik perangkat keras atau lunak. (Sebanyak) 24 jam yang diberikan Allah SWT harus menghasilkan yang baik untuk diri kita dan baik juga untuk oranglain. Beliau melanjutkan mengatakan Tak bisa dipungkiri, biaya pendidikan tiap tahun kian mahal. Namun, menurut beliau, yang terpenting masyarakat bisa menerima perkembangan teknologi dengan pendidikan, riset, kebudayaan.
Beliau dalam pertengahan ceramahnya mengatakan, perkembangan dan pertumbuhan demokrasi suatu negara sangat tergantung pada sejauh mana teknologinya maju dan berkembang dalam artian bahwa semakin teknologi suatu negara itu maju, maka makin maju pula demokrasinya. Maka sangatlah penting sekali suatu bangsa menguasai dan memajukan teknologi.
Lebih lanjut ia mengatakan, seperti yang disebutkan diatas, agar teknologi dapat maju, maka harus ada prioritas-prioritas andalan. Ia menyebutkan antara lain pengembangan sumber daya manusia terbaharukan, pemerataan informasi, peningkatan hasil kerja, dan karya SDM dalam bentuk teknologi tepat guna dan produk-produk unggulan. Dengan demikian beliau optimis bangsa Indonesia mampu memajukan teknologinya. Lebih dari itu, Indonesia tidak hanya dikenal sebagai penikmat teknologi tapi mampu menjadi penghasil teknologi.
Setelah itu beliau mengatakan dengan lantang kepada semua mahasiswa bahwa volume otak manusia itu sebesar dunia ini. Kenapa? Karena manusialah yang menciptakan teknologi. Otak manusialah yang menciptakan berbagai teori hidup termasuk teori demokrasi, dan tentu saja, teori yang kita buat itu harus berpegang teguh pada Agama dan Al-Quran. Nah, kalau volume otak manusia saja sebesar dunia, bagaimana dengan volume 'otak' Tuhan? Betapa dahsyat dan luar biasanya pasti Allah SWT itu. Dalam pandangan beliau juga di jelaskan bahwa tidak akan ada demokrasi jika tidak ada manusia yang mengembangkannya hingga sekarang, dan juga tidak akan ada teknologi jika manusia tidak ada, jadi manusia dan teknologi berjalan secara beriringan dengan segala inovasinya. Agil asshofie 03:32:00 Admin Tangerang Indonesia
Hubungan Teknologi dan Demokrasi
Posted by Agil Asshofie
on 03:32:00
Previous
« Prev Post
« Prev Post
Next
Next Post »
Next Post »
Berikan Komentar Anda