Pencegahan Penyakit Jantung Koroner (PJK) |
Agar jantung tetap sehat dan bekerja dengan baik, dianjurkan kepada setiap orang untuk mengetahui cara pencegahan penyakit jantung koroner (PJK) yang telah menjadi penyebab kematian utama di seluruh dunia.
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang disebabkan penyempitan arteri koroner, mulai dari terjadinya aterosklerosis (kekakuan arteri) maupun yang sudah terjadi penimbunan lemak atau plak (plague) pada dinding arteri koroner, baik disertai gejala klinis atau tanpa gejala sekalipun.
William Herderson adalah orang pertama yang menguraikan secara rinci mengenai gejala penyakit ini pada tahun 1768 sebagai berikut: “mereka yang terkena penyakit ini merasa tertekan (seized) saat berjalan, lebih-lebih jika mendaki atau segera setelah makan, oleh suatu sensasi yang bersifat nyeri dan tak terfokus, yang terjadi di dada dan tampak bisa berakibat fatal (menghentikan hidupnya) jika berlangsung terus-menerus atau intensitasnya meningkat. Bila moment penyebabnya menghilang, semua kesulitan itu juga ikut menghilang”.
Gejala ini oleh Herderson dinamakan angina pektoris. lstilah angina pektoris digunakan secara universal sampai hari ini sebagai gejala khas PJK. Namun, sebenarnya PJK sudah diketahui oleh bangsa Mesir tahun lalu, sebagaimana yang ditemukan dalam kitab kedokteran Mesir kuno (Egyptians’ Papyrus) di mana sudah ada uraian tentang iskemia koroner yang berbunyi sebagai berikut: “Jikalau kamu memeriksa seseorang karena penyakit jantung dan dia ada merasa nyeri di tangan, dan di dada dan juga di dalam jantung...... hal ini menunjukan hahwa kematian sudah mengancam dia.” (dikutip dari Willerson & Teaff, Texas Heart Institute Journal 1996)
Pada awal abad ke-20, angka kematian akibat PJK meningkat tajam. Tetapi, karena kurangnya data-data penelitian berskala besar, penyebab penyakit ini pada saat itu masih bersifat spekulatif.
Sampai pada pertengahan Abad ke-20, National Health Institute di Amerika melakukan sebuah studi di kota Framingham, Massachusetts, yang melibatkan 2.421 wanita dan 1.980 laki-laki yang ditinjaklanjuti selama 6 tahun. Ternyata hasilnya menunjukkan bahwa hipertensi (darah tinggi), merokok, dan kadar kolesterol yang tinggi merupakan faktor utama penyebab PJK.
Hasil studi ini kemudian dimuat di Annals of Internal Medicine 1961, dan memperkenalkan konsep baru mengenai faktor risiko di dunia kedokteran. Dalam kaitannya dengan PJK, faktor risiko adalah faktor yang memacu timbulnya aterosklerosis.
Manusia yang hidup dalam zaman modern sekarang ini harus melakukan perubahan pola hidup yang rawan terhadap terjadinya PJK. Menurut laporan American Heart Association, setiap tahun di USA ada sekitar 700.000 penderita harus masuk rumah sakit karena kejadian koroner (coronary event). Empat puluh persen (40%) dari jumlah ini akan meninggal dunia.
Persentase ini sama besarannya di beberapa negara maju. Di Indonesia Budiarso dkk., (1989) melaporkan prevalensi PJK adalah 18,3/100,000 penduduk pada golongan usia 15-24, meningkat menjadi 174,6/100,000 penduduk pada golongan usia 45-54, dan meningkat tajam menjadi 461,9/100,000 penduduk pada usia > 55 tahun (dikutip dari Tesis dr. Putra Gunardhi).
Dengan demikian, penelitian di bidang PJK sangat gencar dilakukan. Faktor risiko untuk PJK yang semula tiga buah terus bertambah. Saat ini, usia, jenis kelamin, stres, penyakit kencing manis, kegemukan, kurang gerak, asam urat, kekurangan esterogen, peningkatan fibrinogen, peradangan, dan masih banyak yang lain sudah tercatat sebagai faktor risiko.
Gambaran faktor risiko ini sangat membantu untuk mengidentifikasi orang-orang yang perlu mendapatkan tindakan pencegahan, dan juga termasuk penatalaksanaan bagi mereka yang sudah menderita PJK.
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang disebabkan penyempitan arteri koroner, mulai dari terjadinya aterosklerosis (kekakuan arteri) maupun yang sudah terjadi penimbunan lemak atau plak (plague) pada dinding arteri koroner, baik disertai gejala klinis atau tanpa gejala sekalipun.
William Herderson adalah orang pertama yang menguraikan secara rinci mengenai gejala penyakit ini pada tahun 1768 sebagai berikut: “mereka yang terkena penyakit ini merasa tertekan (seized) saat berjalan, lebih-lebih jika mendaki atau segera setelah makan, oleh suatu sensasi yang bersifat nyeri dan tak terfokus, yang terjadi di dada dan tampak bisa berakibat fatal (menghentikan hidupnya) jika berlangsung terus-menerus atau intensitasnya meningkat. Bila moment penyebabnya menghilang, semua kesulitan itu juga ikut menghilang”.
Gejala ini oleh Herderson dinamakan angina pektoris. lstilah angina pektoris digunakan secara universal sampai hari ini sebagai gejala khas PJK. Namun, sebenarnya PJK sudah diketahui oleh bangsa Mesir tahun lalu, sebagaimana yang ditemukan dalam kitab kedokteran Mesir kuno (Egyptians’ Papyrus) di mana sudah ada uraian tentang iskemia koroner yang berbunyi sebagai berikut: “Jikalau kamu memeriksa seseorang karena penyakit jantung dan dia ada merasa nyeri di tangan, dan di dada dan juga di dalam jantung...... hal ini menunjukan hahwa kematian sudah mengancam dia.” (dikutip dari Willerson & Teaff, Texas Heart Institute Journal 1996)
Pada awal abad ke-20, angka kematian akibat PJK meningkat tajam. Tetapi, karena kurangnya data-data penelitian berskala besar, penyebab penyakit ini pada saat itu masih bersifat spekulatif.
Sampai pada pertengahan Abad ke-20, National Health Institute di Amerika melakukan sebuah studi di kota Framingham, Massachusetts, yang melibatkan 2.421 wanita dan 1.980 laki-laki yang ditinjaklanjuti selama 6 tahun. Ternyata hasilnya menunjukkan bahwa hipertensi (darah tinggi), merokok, dan kadar kolesterol yang tinggi merupakan faktor utama penyebab PJK.
Hasil studi ini kemudian dimuat di Annals of Internal Medicine 1961, dan memperkenalkan konsep baru mengenai faktor risiko di dunia kedokteran. Dalam kaitannya dengan PJK, faktor risiko adalah faktor yang memacu timbulnya aterosklerosis.
Manusia yang hidup dalam zaman modern sekarang ini harus melakukan perubahan pola hidup yang rawan terhadap terjadinya PJK. Menurut laporan American Heart Association, setiap tahun di USA ada sekitar 700.000 penderita harus masuk rumah sakit karena kejadian koroner (coronary event). Empat puluh persen (40%) dari jumlah ini akan meninggal dunia.
Persentase ini sama besarannya di beberapa negara maju. Di Indonesia Budiarso dkk., (1989) melaporkan prevalensi PJK adalah 18,3/100,000 penduduk pada golongan usia 15-24, meningkat menjadi 174,6/100,000 penduduk pada golongan usia 45-54, dan meningkat tajam menjadi 461,9/100,000 penduduk pada usia > 55 tahun (dikutip dari Tesis dr. Putra Gunardhi).
Dengan demikian, penelitian di bidang PJK sangat gencar dilakukan. Faktor risiko untuk PJK yang semula tiga buah terus bertambah. Saat ini, usia, jenis kelamin, stres, penyakit kencing manis, kegemukan, kurang gerak, asam urat, kekurangan esterogen, peningkatan fibrinogen, peradangan, dan masih banyak yang lain sudah tercatat sebagai faktor risiko.
Gambaran faktor risiko ini sangat membantu untuk mengidentifikasi orang-orang yang perlu mendapatkan tindakan pencegahan, dan juga termasuk penatalaksanaan bagi mereka yang sudah menderita PJK.
Baca juga:
Pencegahan penyakit jantung koroner (PJK) dapat dilakukan dengan menerapkan pola hidup sehat, menjauhi makanan yang memiliki kandungan kolestrol tinggi, berhenti merokok, kurangi stres, kurangi berat badan, dan berolahraga secara teratur.
Berikan Komentar Anda