Penulis: O. Hashem
Mengenai
sikap terhadap sahabat, kaum Syi'ah berpegang pada Al-Quran dan Sunnah serta catatan
sejarah. Bahwa diantara para sahabat ada juga yang lalim, seperti si munafik 'Abdullah
bin 'Ubay dengan kelompoknya yang berjumlah 300 orang yang melakukan desersi sebelum
perang Uhud.
Lihat
buku-buku sejarah Islam, seperti "Riwayat Hidup Rasulullah SAW"
karangan Abul Hasan Ali Al-Hasany an-Nadwy, terjemahan Bey Arifin dan Yunus Ali
Muhdhar, hal. 213 atau Ibnu Hisyam, "Sirah Nabawiyah" jilid II, hal.
213. Atau Mu'awiyah dan para jendralnya yang melakukan pembersihan etnis dengan
membunuh kaum Syi'ah secara berdarah dingin, shabran, menyembelih bayi-bayi
Syi'ah, memperbudak para muslimah dan membakar kebun dan membakar manusia
hidup-hidup, mengarak kepala dari kota ke kota, minum arak, berzina dan sengaja
merencanakan dan membuat haditshadits palsu yang bertentangan dengan hukum
syar'i. Mengapa saudara tidak membaca sejarah dan hadits-hadits kita sendiri?
Bila
saudara-saudara menganggap cerita-cerita yang membuka 'aib' para sahabat
sebagai kufur, maka tidak akan ada lagi ahli sejarah dan ahli hadits yang tidak
kafir. Syi'ah menolak hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat lalim. Mereka
heran mengapa kaum Sunnah keberatan bila mereka meriwayatkan hadits-hadits dari
keluarga Rasulullah sebab ayat-ayat Al-Qur'an turun dirumah mereka.
Dan
Rasulullah tinggal serumah dan mengajari mereka? Mengapa mereka harus mencari
hadits-hadits Abu Hurairah misalnya, yang meriwayatkan bahwa Allah menciptakan
Adam seperti wajah Allah dengan panjang 60 hasta (sittuna dzira), sedang
Al-Qur'an mengatakan bahwa tiada sesuatu pun yang menyerupaiNya, laisa
kamitslihi syai'un, atau Nabi Musa lari telanjang bulat karena bajunya dibawa
lari oleh batu, atau sapi berbahasa Arab, atau hadits yang menyatakan kalu
lalat masuk ke dalam kuah, maka seluruh lalat harus dimasukkan kedalamnya
sehingga menimbulkan 'perang lalat' di koran-koran Mesir karena dokter-dokter
muda menolak hadits yang 'berbahaya' tersebut? Dan Allah yang turun ke langit
bumi, sepertiga malam, sehingga Allah tidak punya kesempatan untuk kembali
karena kesiangan?
Mengapa
mereka harus berpegang pada Abu Hurairah yang oleh sahabat-sahabat besar seperti
ummul mu'minin Aisyah dan Umar bin Khattab dan ulama-ulama besar seperti Ibnu Qutaibah
menganggapnya sebagai pembohong? Bukankah Ibnu Qutaibah disebut sejarawan sebagai
nashibi atau pembenci Ahlul Bait dan bukan Syi'ah? Baca sejarah dan hadits-hadits
shahih Bukhari Muslim! Haruslah diakui bahwa pandangan Syi'ah ini berbeda dengan
kaum Sunni yang menganggap semua sahabat itu adil, 'udul, dan bila mereka
membunuh atau memerangi sesama muslim, mereka akan tetap mendapat pahala. Bila
tindakan mereka salah, mereka akan mendapat satu pahala dan kalau benar
mendapat dua pahala.
Malah
ada ulama Sunni, seperti Ibnu Katsir, Ibnu Hazm dan Ibnu Taymiyyah menganggap 'Abudrrahman
bin Muljam yang membacok Imam 'Ali bin Abi Thalib yang sedang shalat shubuh
sebagai mujtahid. Demikian pula pembantai Husain dan keluarganya di Karbala. Pembunuh-pembunuh
cucu Rasulullah ini dianggap mendapat pahala, satu bila salah dan dua bila benar!
Suatu hari, saya kedatangan tiga orang Afghanistan. Saya tanyakan, mengapa kaum
muslimin di Afghanistan saling berperang? Mereka menjawab: mereka berperang
karena berijtihad seperti ummul mu'minin 'Aisyah yang memerangi 'Ali dalam
perang Jamal. Kalau benar dapat dua pahala dan kalau salah dapat satu.
Dan
saya dengar, koran-koran Jakarta pun telah memuat keyakinan mereka ini. Kaum
Thaliban di Afghanistan, yang punya pendapat seperti ini, yang mengurung dan
tidak membolehkan wanita bekerja atau sekolah bukanlah Syi'ah, tetapi kaum
Wahabi! Sebaliknya kaum Syi'ah juga berpendapat bahwa banyak pula sahabat yang
mulia, yang harus diteladani kaum muslimin. Al-Qur'an juga menyebutkan bahwa
diantara para sahabat ada yang 'kufur' dan 'munafik'. (Termasuk ayat-ayat
terakhir bacalah At-Taubah ayat 48, 97).
Banyak sekali hadits-hadits seperti hadits Al-Haudh, diantaranya tercatat dalam Shahih Bukhari dan Muslim. Mereka membenarkan ayat Al-Qur'an tersebut dan menceritakan adanya sekelompok sahabat digiring ke neraka dan tatkala ditanya Rasul, ada suara yang menjawab "Engkau tidak mengetahui apa yang mereka lakukan sesudahmu". Ahli-ahli sejarah kita dengan gamblang menggambarkan ulah beberapa sahabat tersebut. Apakah pandangan Syi;ah tersebut 'kufur' atau 'sesat'? Apakah mereka harus dikafirkan karena keyakinan mereka itu? Kita boleh menyesali perbedaan itu, tetapi perbedaan ini menyangkut masalah cabang agama bukan pokok, bukan ushuluddin.
Berikan Komentar Anda