Jangan terlalu sibuk mengurus dunia hingga lupa bahwa hidup punya batas waktu. Hidup harus seimbang, menabunglah sekarang demi akhiratmu.
Home » » Alasan Mengapa Timbul Kelompok Anti-Allah dan Anti-Mazhab?

Alasan Mengapa Timbul Kelompok Anti-Allah dan Anti-Mazhab?

Jawaban:

1.Seseorang tentunya bisa memperuleh pengetahuan serta kejelasan tentang keberadaan Allah hanya dengan cara memperhatikan sebuah sel, atom, ataupun sehelai daun. Asalkan, ia memang benar-benar memiliki keinginan untuk mengenal Allah.

Adapun seseorang yang tidak berkeinginan untuk mengenal Allah, sekalipun sering menyaksikan jejak dan tanda-tanda keberadaan-Nya, tidak akan pernah mengenal dan merasakan keberadaan-Nya. Agar mempermudah Pernahaman kita, perhatikanlah beberapa contoh di bawah ini.

a). Seorang penjual hati (hewan sembelihan), setiap harinya memotong dan mengiris-iris berpuluh-puluh potong hati, untuk kemudian dijual ke pasar. Namun, sesungguhnya ia tidak mengetahui adanya urat halus yang melekat pada jaringan hati tersebut. Wajar, ia memang tidak berminat untuk meneliti keberadaan urat halus tersebut.

b). Seorang penjual cermin yang rambutnya acak-acakan. Sekalipun sejak pagi sampai petang sudah ratusan kali memandangi cermin jualannya, tetap saja ia tidak merapikan rambutnya yang acak-acakan tersebut. Dalam keadaan itu, ia tidak akan sempat memikirkan kerapihan rambutnya, lantaran terlampau sibuk menjual cermin-cermin itu.

c). Cobalah Anda bertanya kepada seseorang yang tengah mengelap kaca sebuah jam, "Waktu azan dhuhur tinggal berapa menit lagi?" Tentu ia terlebih dahulu akan menengok kepada jam tersebut. Mengapa? Sebab, sampai saat itu, ia begitu sibuk membersihkan kaca jam tersebut dan tidak memiliki tujuan untuk mengetahui waktu yang ditunjukkannya.

d). Seorang tukang kayu yang senantiasa membuat tangga, belum tentu pernah memanjat tangga yang dibuatnya. Sementara boleh jadi, seorang tukang batu yang membeli tangga tersebut justru telah ribuan kali memanjatnya. Dari contoh-contoh di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa bila seseorang tidak berkeinginan untuk mengenal atau mengetahui sesuatu, mustahil ia dapat mengenal dan mengetahuinya. Pabila seseorang telah menyaksikan jejak dan tanda-tanda Allah, namun tetap saja tidak memiliki keimanan, itu tak lain dikarenakan tujuan atas kajian serta penelitiannya bukanlah untuk mengenal Allah.

2. Anda pasti telah mengetahui bahwa jika kehidupan kita sejak awal telah dipenuhi berbagai kenikmatan, tentu kita tidak akan Pernah merasakan adanya sesuatu yang baru (berkenaan dengan jenis kenikmatan—pent.). Dalam kehidupan ini, kita senantiasa melihat berbagai jejak dan tanda-tanda Allah. Namun, justru karena itulah kita tidak mengingat dan bersyukur kepada-Nya. Sebabnya, sudah sejak awal kita telah hidup dalam dan dengan berbagai kenikmatan. Sebagai contoh:

Sampai detik ini, Anda belum bersyukur kepada Allah atas keberadaan ibu jari Anda, dikarenakan sejak awal, ibu jari tersebut telah menyertai Anda. Namun, seandainya dalam beberapa saat ibu jari tersebut tidak berfungsi, atau terpotong, Anda tentu akan segera menyadari bahwa tanpanya, Anda tidak dapat memasukkan kancing baju ke dalam
lubangnya (sekarang ini juga Anda dapat mencoba dan membuktikan kebenaran ungkapan tersebut).

Ya, lantaran terus tenggelam dalam samudera berbagai kenikmatan, kita menjadi lalai terhadap keberadaan Allah. Salah satu filosofi dari terjadiriya bencana adalah sebagai wahana peringatan serta penyadaran. Al-Quran mengatakan bahwa terkadang Tuhan menimpakan berhagai kejadian yang tidak menyenangkan kepada sekelompok orang, “....supaya mereka tunduk merendahkan diri,” (la’allahum yatadharra’ûn) (al-A'raf: 94), yakni agar mereka sadar dan merendahkan diri. Al-Quran senantiasa memerintahkan manusia untuk senantiasa mengingat berbagai kenikmatan dan pertolongan llahi. Kita sendiri menyaksikan bagaimana dalam memanjatkan doanya, para wali Allah senantiasa mengungkapkan secara satu persatu berbagai kenikmatan yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka.

Misalnya dikatakan, "Engkaulah Yang mengubah kami dari kecil menjadi besar, bodoh menjadi pintar, sedikit menjadi banyak, miskin menjadi kaya, sakit menjadi sehat, dan...." Sebelumnya telah dikemukakan sekitas pembahasan berkenaan dengan mengingat Allah. Karenanya, dalam kesempatan ini saya tidak akan mengulanginya kembali.

3. Penyebab larinya sebagian pihak dari agama dan mazhah adalah adanya berbagai khurafat yang dijejalkan ke dalam agama oleh sejumlah sahabat yang bodoh dan culas. Sebagai contoh, jika kita memberi segelas air yang ada lalatnya kepada seseorang yang sedang kehausan, tentu ia tidak akan bersedia meminum air tersebut, hahkan mungkin langsung membuangnya. Begitu pula halnya dengan keberadaan agama. Apabila sebuah agama dipenuhi khurafat, tentu orang akan enggan menganut dan mengikutinya. Karena itu, Janganlah kita sampai lengah terhadap segenap ulah sebagian Muslimin yang menyusupkan pelbagai khurafat ke dalam agama. Sebab, semua itu akan menyebabkan masyarakat kabur dari agama.

4. Pengaruh lingkungan merupakan salah satu faktor penyebab terjadiriya penyimpangan manusia dari ajaran agama. Secara fitriah, manusia tidak menyukai, bahkan amat membenci, tindak pencurian. Selain pula memandang buruk berbagai bentuk pengkhianatan. Namun, jika seseorang hidup dalam sebuah lingkungan atau habitat di mana masyarakat sekelilingnya rata-rata “berprofesi” sebagai maling dan suka berkhianat, niscaya ia akan terpengaruh juga.

5. Lari dari tanggung jawah. Adakalanya ketidakpedulian seseorang terhadap agama disebabkan adanya keinginan untuk menghindar dari tanggungjawab. Hal ini memang masuk akal.

Sebab, tatkala menerima dan memeluk agama, seseorang juga mesti menerima sederetan ikatan dan kekangan. Konsekuensi semacam ini tentu bertolak-belakang dengan keinginan orang-orang yang tergila-gila pada prinsip kebebasan mutlak dalam menjalani kehidupannya. Orang semacam itu tentu tidak akan mau peduli dan bersikap curiga terhadap agama. Padahal, mereka tidak menyadari bahwa dengan tidak mengindahkan berbagai perintah Allah, berarti mereka telah menerima bentuk lain dari pengekangan dan perbudakan.

Seseorang yang enggan menjadi hamba-Nya, pada saat yang sama akan menjadi hamba sesuatu yang lain. “Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung...” (al-Hajj: 31) Seseorang yang bergerak menuju kepada Selain Allah diibaratkan seolah-olah terhempas dari tahta langit ke permukaan bumi, untuk kemudian dikelilingi burung pemakan bangkai yang masing-masingnya mencabik-cabik tubuhnya dan membawanya terbang jauh.

6. Pembangkangan. Dorongan fanatisme, nafsu, dan egosime yang berkobar-kobar dan menghanguskan jiwa, akan menjadikan seseorang gemar melancarkan penolakan, pembangkangan, serta meremehkan ajaran agama samawi.

7. Tidak adanya penyampaian (tablîgh) secara benar. Pelbagai bentuk penyampaian yang keliru atau sesat menjadi salah satu faktor kuat yang bisa mendorong orang-orang tidak bersimpati kepada agama.

Previous
« Prev Post

Berikan Komentar Anda

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.