Jangan terlalu sibuk mengurus dunia hingga lupa bahwa hidup punya batas waktu. Hidup harus seimbang, menabunglah sekarang demi akhiratmu.
Home » » Konsultan Politik : menggiurkan, tapi membahayakan

Konsultan Politik : menggiurkan, tapi membahayakan

Seorang yang sangat ingin menjadi presiden hingga rela menghabiskan dua tahun penuh mempersiapkan diri dan berkampanye, bukanlah orang yang pantas mendapatkan amanah kekuasaan. ( David Broder).

Apakah perbedaan antara Konsultan SDM (sumber daya manusia) dengan konsultan politik? Sederhana saja. Konsultan SDM bertugas membangun kliennya, sementara konsultan pilitik bertugas memoles citra kliennya. Konsultan SDM bertugas membenahi penyakit yang ada di dalam organisasi kliennya. Seorang konsultan SDM berusaha menyadarkan, membangunkan, dan mengubah paradigma yang ada dalam kepala setiap orang agar sesuai dengan hukum alam. SDM melatih keahlian setiap orang agar menjadi lebih efektif lagi.

Sebaliknya, konsultan politik membenahi citra kliennya. Ia merubah orang dari bukan siapa-siapa menjadi kandidat yang diperhitungkan. Tujuannya tentu saja adalah memenangkan si kandidat dalam pemilu. Konsultan politik ini merumuskan iklan dan strategi kampanye, melakukan survey, jejak pendapat untuk memasarkan sang kandidat, mengukur popularitas seorang kandidat, juga bisa memilihkan pasangan si kandidat. Tak hanya itu, mereka juga dapat membantu mengurusi tata rambut hingga cara berjalan sang kandidat.

Peluang bisnis ini memang besar. Bayangkan, dalam lima tahun digelar 500 lebih pemilihan, pilkada maupun pemulu nasional. Dengan hitungan minimal tiap pemilihan ada dua calon saja, paling tidak ada 1.000 klien yang bisa di perebutkan. Untuk satu calon kepala daerah, biayanya minimal Rp5 miliar.

Bisnis ini memang menggiurkan, tetapi marilah pikirkan dengan kritis. Apakah para konsultan politik ini peduli dengan kualitas si kandidat? Apakah yang menjadi dasar bagi konsultan politik ini untuk membantu si kandidat? Bagaimana kalau si kandidat adalah orang yang kurang bersih, kurang terjaga integritasnya, mementingkan diri sendiri, tidak peduli pada rakyat, dan sebagainya? Apakah konsultan politik akan menolak apabila kandidat seperti ini dating meminta bantuannya?

Di sinilah letak perbedaan yang penting antara konsultan SDM dengan konsultan politik. Konsultan SDM justru harus menerima klien yang bermasalah, namun konsultan politik harus menolak klien-klien yang bermasalah.

Tapi disini letak duduk persoalannya. Sebuah konsultan politik seringkali hanya peduli pada usaha untuk memoles klien, membuatnya kliatan bagus sehingga dapat menang dalam pemilihan. Jika asumsi ini benar, maka inilah masalah yang saat ini di hadapai oleh Indonesia: kandidat yang menang bukanlah kandidat yang terbaik bagi rakyat, tetapi kandidat yang kelihatannya lebih bagus. Apabila ini yang terjadi, maka rakyatlah yang akan dirugikan karena mereka hanya akan mendapatkan pemimpin yang kurang kualitasnya walaupun diluarnya kelihatan gemerlap.

Tapi, bukankah di mana-mana yang namanya penipu itu selalu looks good? Kalau dia tidak bisa membuat tampilan yang bagus, tentu bukan penipu namanya. Seorang penipu yang berhasil itu memang seseorang yang bisa menyembunyikan keburukannya di dalam dengan kebaikan dan keindahan di luar.

Secara bisnis dia memang berhasil. Tetapi bagaimana secara spiritual? Bagaimana kalau orang-orang yang dia menangkan itu sebetulnya bukan orang-orang yang baik? Bagaimana kalau dia telah berhasil menyingkirkan lawan politik kliennya yang sebetulnya jauh lebih baik, jauh lebih bersih, dan jauh lebih tulus?

Bukankah itu berarti konsultan ini telah memberikan kontribusi terhadap kepalsuan? Apalagi namanya kalau bukan kepalsuan? Dia telah memoles citra orang-orang yang kurang baik menjadi baik. Dia telah membuat orang itu menang. Orang itu membayarnya dengan biaya tinggi. Modal yang pasti yang telah diperhitungkan return on investment-nya oleh si klien dengan sangat hati-hati.

Previous
« Prev Post

1 Komentar

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.