Konten yang terlihat profesional mempermudah mereka untuk menjaring simpatisan sekaligus mengumpulkan donasi yang jumlahnya miliaran rupiah.
Sejauh ini mereka adalah kelompok teror yang paling berhasil memanfaatkan teknologi dan media sosial untuk keuntungan mereka.
Twitter sempat terjebak dalam kontroversi. Pasalnya, platform mereka dipakai sebagai alat komunikasi para teroris.
Karena itu, sejak tahun 2015, twitter telah menutup 46.000 akun yang beroperasi atas nama Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Kemudian bertambah menjadi 360.000 akun di tahun 2016.
Laporan dari Brooking Institute menyebutkan disetiap akun tersebut rata-rata memiliki 1000 pengikut.
Kita dapat membayangkan betapa luas jangkauan mereka meyasar jutaan pengguna media sosial di seluruh dunia untuk dicuci otaknya agar ikut mendukung pembentukan negara bersyariat Islam sekalipun dengan cara-cara teror dan melawan hukum.
Belakangan diketahui mereka lebih banyak memanfaatkan aplikasi percakapan seperti WhatsApp, Telegram, Skype, dan Zello, yang bersifat lebih tertutup untuk berkomunikasi sekaligus merekrut langsung para anggota baru dari seluruh dunia.
Hasilnya ribuan pejihad asing yang sangat jauh dari medan perang, jauh dari pengalaman radikalisme, tiba-tiba menjadi tertarik bergabung di medan perang Irak dan Suriah.