Jangan terlalu sibuk mengurus dunia hingga lupa bahwa hidup punya batas waktu. Hidup harus seimbang, menabunglah sekarang demi akhiratmu.
Home » » Perjuangan Politik Islam di Malaysia, Thailad dan Filipina

Perjuangan Politik Islam di Malaysia, Thailad dan Filipina

Jika berbicara bagaimana Islam di malaysia memperjuangkan kepentingan mereka melalui politik, sesungguhnya telah melalui masalah-masalah yang tidak sedikit. Meskipun sering kalah, namun para pendukung menjadikan PAS sebagai wadah perjuangan politik Islam mereka dan menjadikan semakin matang menghadapi berbagai tantangan. Kita melihat bahwa belakangan ini, dukungan rakyat  semakin meningkat kepada partai Islam PAS ( Partai Islam Semalaysia ), maka ini terjadi karena PAS yang notabene nya partai islam berubah menjadi partai nasionalis dalam merebut hati masyarakat yang non muslim. 

Agar Masyarakat Islam Malaysia dapat memperjuangkan kepntigan mereka dalam perpolitikan Malaysia, penulis berpendapat bahwa harus dimulai oleh generasi muda, karena generasi muda yang merupakan penerus bangsa harus siap dengan berbagai kemungkinan yang akan terjadi. Generasi muda seharusnya  Mempersiapkan diri dengan berbagai ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang, Generasi muda harus memperlihatkan perjuangan yang tidak akan kenal lelah dan tidak patah semangat, dalam artian tidak hanya semngat yang bersifat sementara semata dan berhenti memperjuangkan kepentingan mereka dikala dihadapkan dengan berbagai masalah, dan yang sangat penting adalah Mempelajari teknik-teknik dakwah yang terbaik untuk memastikan masyarakat memahami konsep penjuangan Islam yang sebenarnya. 

Untuk memperjuangkan kepentingan politik masyarakat islam Malaysia, Masayarakt Islam harus mempunyai suatu konsep baru agar non muslim mau menerima pemikiran mereka yang jelas berbeda baik dari segi kepercayaan maupun ideologi yang di anut. Saat ini perkembangan politik cukup baik saat non-muslim sudah berani mendekati anggota-anggota PAS dan menerima PAS itu sendiri. Ini dapat dibuktikan Pada muktamar yang dibicarakan adalah keanggotaan PAS yang dibuka untuk non-muslim. Isu ini telah dirujuk ke majelis syura sejak beberapa tahun. Pada muktamar kali ini akan dikeluarkan keputusan tersebut. Oleh itu masyarakat muslim pelu berpikiran terbuka dalam menerima kaum non-muslim ini. Apalagi dengan kondisi UMNO yang sudah mulai memudar dihati rakyat Malaysia, maka yang harus dilakukan oleh para pejuang PAS adalah mengambil kesempatan ini untuk mendekati atau  mengkaderkan anggota-anggota UMNO yang lemah dan  mulai kehilangan kepercayaan di masyarakat. 

Ada yang penting dari Partai ini, meskipun PAS dikenal sebagai penyuara negara Islam, ia menganggap demokrasi sejalan dengan Islam dan bertujuan untuk mendorong muslim agar menerapkan tuntutan Islam, yaitu demokrasi, keadilan sosial dan kemanusiaan.  Menurut penulis inilah dasar partai PAS ingin menentang UMNO (United Malay National Organization) yang dianggap nasionalis-sekuler. 

Harus diakui bahwa meskipun generasi pemimpin pertama UMNO adalah sekuler, mereka juga menaruh perhatian pada simbol-simbol Islam. Malah konstitusi partai yang didirikan oleh Dato Onn Jaafar ini menegaskan Islam sebagai dasar. Lebih jauh, untuk menunjukkan identitas keislaman, peruntukan pemerintah federal digelontorkan untuk mendukung kegiatan keagamaan, seperti lomba pembacaan al-Qur’an, pengembangan pendidikan Islam, pembangunan rumah ibadah, penegakan hukum keluarga Muslim dan subsidi haji bagi pegawai pemerintah. 

Selanjutnya, jika berbicara Islam dan perjuangan politik masyarakat muslim di Thailand Ada teori tentang masuknya Islam di Thailand yaitu pada abad ke-10 melalui para pedagang dari Arab. Di Thailad Budha adalah agama terbesar dan secara resmi menjadi agama kerajaan. Kehidupan Bhuda telah mewarnai hampir seluruh sisi kehidupan masyarakat di Thailand baik dari segi kurikulum pendidikan, hukum, dan lain sebagainya. Tidak jarang terjadi jonflik antar umat beragama disana. 

Begitu besarnya dominasi buda di Thailand menurut penulis, maka faktor ini lah yang menimbulkan umat Islam disana sulit Berjuang melalui ranah politik dan memperjuagkan hak mereka. Mereka lebih memilih memisahkan diri dari pada hidup dibawah tekanan karena dominasi masyarakat yang menganut Budha. Agar konflik ini dapat dihindarkan menurut penulis lebih baik penguasa atau kerajaan menambah hak otonomi masyarakat Islam disana atau membuat semacam daerah khusus seprti yang ada di Indonesia agar masyarakat muslim mempertimbangkan untuk tidak memisahkan diri dan dapat memperluas penerapan hukum syariah di propinsi-propinsi Muslim. Dan pemerintah harus membuat kebijakan yang pro Islam memberikan bukti kepada rakyat di wilayah itu bahwa tidak akan ada lagi ketidakadilan. Agar Masyarakat mengaluarkan aspirasi politik mereka seperti yang diinginkan. 

Setelah berbagai konflik telah di alami, Islam di Thailand sedikit demi sedikit akan mengalami kemajuan baik dalam hal pendidikan dan sosial budaya hal ini atas perjuangan panjang masyarakat muslim Thailand. Pemerintah Thailand memperbolehkan warga muslim disana untuk menyelenggarakan pendidikan Islam. Kesempatan ini tidak dilewatkan oleh umat Islam untuk mengembangkan pendidikan Islam. Tercatat 200 lembaga pendidikan Islam dan 2000 masjid berdiri di Thailand. Bahkan beberapa dari 200 lembaga pendidikan itu menggunakan sistem pesantren yang sama persis di Indonesia. 

Menurut penulis Sudah seharusnya umat Islam memanfaatkan kemajuan pendidikan Islam sebesar-besarnya untuk kemajuan dalam bidang sosial agar dapat mempersiapkan diri dalam kancah pembangunan dimasa yang akan datang, Umat Islam disana dapat Menyalurkan aspirasinya kelak melalui para tokoh-tokoh pemikir Islam disana yang telah berkembang pemikirannya.

Bukti kemajuan pendidikan Islam di Thailand sudah mencapai level yang lebih dari sekedar nasional dan regional. Umat muslim Thailand bekerjasama dengan beberapa lembaga pendidikan Negara lain, baik yang nasional maupun internasional untuk mengadakan seminar internasional pendidikan Islam. 

Berbeda halnya dengan Islam di Filipina yang saat  ini dikenal melalui gerakan yang sangat radikal.  Orang Islam Filipina yang kebanyakan hidup bertani tak percaya pada pemerintah Filipina. Segala undang-undang dan hukum yang dikeluarkan pemerintah cenderung diabaikan. Mereka lebih percaya pada para datuk yang menjadi pemimpin lokal. Datuk pula yang berhak mengendalikan hukum adat, seperti tradisi peradilan agama, poligami, perkawinan, dan perceraian. 

Bila kita melihat kesejarah, perjuangan bangsa Moro dapat dibagi menjadi tiga fase: Pertama, Moro berjuang melawan penguasa Spanyol selama lebih dari 375 tahun (1521-1898). Kedua, Moro berusaha bebas dari kolonialisme Amerika selama 47 tahun (1898-1946). Ketiga, Moro melawan pemerintahFilipina (1970-sekarang). 

Namun perlu dipahami, alasan apa yang membuat gerakan Islam di Filipina itu mengambil jalur kekerasan. Minimal ada tiga alasan yang menjadi penyebab sulitnya bangsa Moro berintegrasi secara penuh kepada pemerintah Filipina. Pertama, bangsa Moro sulit menerima Undang-Undang Nasional karena jelas undang-undangtersebut berasal dari Barat dan Katolik dan bertentangan dengan ajaran Islam. Kedua , sistem sekolah yang menetapkan kurikulum yang sama tanpa membedakan perbedaan agama dan kultur membuat bangsa Moro malas untuk  belajar di sekolah yang didirikan oleh pemerintah.  Ketiga , adanya trauma dan kebencian yang mendalam pada bangsa Moro atas program perpindahan penduduk yang dilakukan oleh pemerintah Filipina ke wilayah mereka di Mindanao, karena program ini telah mengubah mereka dari mayoritas menjadiminoritas di segala bidang kehidupan. 

Berakhirnya kolonialis Spanyol dan Amerika pada saat itu, membuat suatu yang sangat tak terduga kenapa penulis beranggapan demikian? Karena kedatangan penjajah tersebut merupakan malapetaka bagi Filipina yang  meninggalkan agama kristen pada masyarakat Filipina. Kristen yang dianut kebanyakan warga di Filipina Utara telah membantu warga utara itu memperoleh kekuasaan atas seluruh kepulauan Filipina. Radikalisme ini pada hakikatnya merupakan sebuah artikulasi konflik antara Filipina Utara-Kristen dengan Filipina Selatan-Islam.

Kekecewaan terhadap kebijakan pemerintah pada akhirnya melahirkan perlawanan atau perjuangan baru. Dibentuklah apa yang disebut sebagai Muslim Independent Movement (MIM) pada 1968 dan Moro Liberation Front (MLF) pada 1971. Perkembangan berikutnya, MLF sebagai induk perjuangan Bangsa Moro akhirnya terpecah: Moro National Liberation Front (MNLF) pimpinan Nurulhaj Misuari dan Moro Islamic Liberation Front (MILF) pimpinan Salamat Hashim. Namun, dalam perjalanannya, ternyata MNLF pimpinan Nur Misuari mengalami perpecahan kembali menjadi kelompok MNLF-Reformis pimpinan Dimas Pundato (1981) dan kelompok Abu Sayyaf pimpinan Abdurrazak Janjalani (1993). 

Disamping perjuangan bersenjata melalui organisasi seperti MNLF, masyarakat sipil juga melakukan pendekatan damai dan demokratis dibawah pengawasan PBB, melalui Bangsa Moro People’s Consultative Assembly yang melakukan pertemuan pada tahun 1996dan 2001. Pertemuan pertama, yang menurut laporan dihadiri lebih dari satu juta orang, menghasilkan pernyataan untuk mendirikan kembali negara dan pemerintahan Bangsa Moro. Hal ini semakin nyata dalam pernyataan bersama yang dideklarasikan oleh ratusan ribu Bangsa Moro yang ikut serta dalam Rapat Umum untuk Perdamaian dan Keadilan in Cotabato City dan Davao City pada 23 Oktober 1999, di Marawi City pada 24 Oktober 1999,dan di Basilan pada 7 Desember 1999. Dalam serangkaian rapat umum mereka mengeluarkan pernyataan sikap terhadap pemerintah Filipina: ”…kami percaya bahwa satu-satunya solusi berguna dan abadi bagi hubungan yang tidak sehat dengan pemerintah Filipina adalah pengembalian kebebasan kami yang secara ilegal dan imoral telah dicuri dari kami, dan kami diberi kesempatan untuk mendirikan pemerintahan sesuai dengan nilai-nilai sosial, relijius dan budaya kami”. Sikap ini dipertegas dalam pertemuan kedua, yang dilaksanakan pada tahun 2001 dan dihadiri sekitar dua setengah juta orang, yang menyatakan ”Satu-satunya solusi yang adil, bermakna dan permanen untuk persoalan Mindanao adalah kemerdekaan rakyat dan wilayah Bangsa Moro sepenuhnya”.

Hubungan problematis antara Bangsa Moro dan pemerintah pusat di Manila, yang dalam banyak kasus berarti konfrontasi kekerasan, harus dipahami dalam konteks keinginan untuk merdeka. Masyarakat Bangsa Moro meyakini bahwa jaminan terbaik untuk keamanan mereka dan satu-satunya kesempatan untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai yang merekayakini adalah ketika mereka memiliki kekuasaan untuk mengatur nasib sendiri, yang menjadi inti permasalahan dalam konflik berkepanjangan yang terjadi.

Menurut penulis solusi logis dan sederhana untuk mengakhiri konflik agar Islam di Filipina selatan dapat berkontestasi dengan baik dalam politik yaitu dengan diberikan otonomi khusus terhadap kelompok-kelompok separatis muslim radikal di selatan yang sudah berlangsung puluhan tahun. Dengan hal ini  diharapkan bisa meyakinkan kelompok Front Pembebasan Islam Moro guna menandatangani kesepakatan damai antara pusat dan Filipina selatan. Otonomi bebas itu meliputi kewenangan untuk mengontrol sumber daya alam di Filipina Selatan yang diklaim Muslim Filipina sebagai warisan nenekmoyang mereka.

Previous
« Prev Post

Berikan Komentar Anda

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.