Jangan terlalu sibuk mengurus dunia hingga lupa bahwa hidup punya batas waktu. Hidup harus seimbang, menabunglah sekarang demi akhiratmu.

Peran Perempuan dalam Revolusi Asyura

Sejarah membuktikan, terdapat dua kelompok perempuan yang memegang peranan penting di balik keberhasilan manusia-manusia agung. Pertama adalah kalangan ibu yang berhasil mendidik dan membesarkan anak-anaknya hingga menjadi generasi yang berjasa besar terhadap kemajuan umat manusia. Kedua adalah para istri yang senantiasa mendampingi dan mendukung perjuangan suami-suaminya menghadapi beragam tantangan. Salah satu tonggak penting dalam sejarah Islam adalah peristiwa kebangkitan Imam Husein as. Sebagaimana peristiwa-peristiwa monumental lainnya, dalam kebangkitan suci ini pun perempuan memegang peranan penting. Mereka telah berhasil membuktikan bahwa kaum hawa pun bisa menjadi mitra sepadan kaum Adam dalam berjuang untuk menegakkan keadilan dan kebenaran.

Kehadiran perempuan dalam kebangkitan Asyura bisa disebut sebagai faktor penyempurna gerak perjuangan Imam Husein as. Tentu saja mereka yang hadir mendampingi Imam Husein di padang Karbala adalah manusia-manusia beriman dan pemberani yang tak gentar menghadapi kepungan dan serangan ribuan tentara batil. Di antara para pendukung pendukung Imam Husein as itu terdapat dua kelompok manusia. Pertama, mereka yang sejak awal meyakini kebenaran dan menaati misi perjuangan Imam Husein as. Sementara kelompok kedua adalah segolongan orang yang awal sempat meragukan perjuangan Imam Husein, namun akhirnya bergabung dan turut berjuang bersama cucu kesayangan Rasulullah itu hingga darah penghabisan. Salah satunya adalah Zuhair bin Qain. Awalnya, ia menjauhi Imam Husein, namun berkat dorongan dan semangat istrinya yang bernama Dailam binti Amr, hatinya pun tergerak dan akhirnya bergabung membela Imam Husein as.

Salah seorang sahabat Zuhair menuturkan, "Pada tahun 60 H kami berangkat menuju Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Lantaran kami mendapat banyak laporan mengenai perjalanan rombongan Imam Husein yang penuh bahaya, kami pun berusaha menjauh dari rombongan beliau supaya terhindar. Kemudian kami singgah sejenak di sebuah rumah. Namun Imam Husein as dan sahabat-sahabatnya juga telah tiba di sana".

Lebih lanjut sang perawi menceritakan, "Setelah menikmati makanan, tiba-tiba utusan Imam Husein as menjumpai kami. Setelah mengucapkan salam, ia berkata kepada Zuhair bahwa Imam ingin menemuinya. Mendengar ucapan itu, Zuhair pun terperanjat keheranan. Suasana pun menjadi hening seketika hingga menjadi pecah kembali saat suara istri Zuhair mengemuka. Ia berkata, "Subhanallah, Putra Rasulullah saw menginginkanmu pergi menghadapnya, namun engkau menolaknya? Apa salahnya jika engkau datang kepadanya terlebih dahulu untuk mendengar apa yang dituturkannya? Ucapan istri Zuhair yang terdengar begitu tulus dan muncul dari kedalaman hati itu membuat hati Zuhair tergerak sadar hingga ia pun akhirnya bersedia menemui Imam Husein as".

Barangkali, kalau saja Zuhair tidak memiliki seorang istri seperti Dailam, tentu ia tidak akan mungkin bisa memperoleh derajad syahadat dan tercatat sebagai pahlawan pembela Imam Husein as dalam peristiwa Asyura. Sedemikian luhurnya keimanan istrinya itu, sampai-sampai ketika ia melepas kepergian Zuhair ia berpesan untuk memintakan syafaat untuknya kepada Imam Husein as pada Hari Kiamat kelak.

Tokoh lainnya yang menjadi sosok perempuan pemberani dalam peristiwa Asyura adalah Ummu Wahab. Suatu ketika dalam suatu perjalanan, ia bersama putranya, Wahab dan menantunya berpapasan dengan rombongan Imam Husein as. Melihat budi pekerti dan daya tarik spiritual Imam Husein as yang begitu luhur, ia pun memutuskan untuk bergabung bersama rombongan beliau dan turut mendampingi perjuangannya. Ketika tragedi di padang Karbala berlangsung, Ummu Wahab tak henti-hentinya terus menyemangati putranya untuk terus berjuang di medan perang membela Imam Husein as hingga meneguk madu kesyahidan. Saat Wahab telah gugur, ibunya yang pengasih itu pun datang membersihkan buncahan darah yang membasahi wajah Wahab sembari berkata, ."Segala puji bagi Allah, yang telah membahagiakanku dengan kesyahadanmu bersama kafilah Husein bin Ali as".

Begitu juga dengan ibundanya Amr bin Junadah. Ia pun adalah satu di antara para perempuan pemberani Karbala lainnya yang setia membela perjuangan Imam Husein as. Ketika Amr gugur syahid, musuh pun mengantarkan kepala putranya itu kepada sang ibunda. Melihat kepala putranya yang telah terpenggal itu, Ibunda Amr pun segera melemparkan kembali penggalan kepala putranya itu ke medan laga seraya berkata, "Aku tidak akan mengambil kembali apa yang telah aku korbankan di jalan Allah".

Di antara sekian wanita-wanita agung dalam kafilah Asyura itu, Sayyidah Zainab as, adalah sosok perempuan suci yang paling berperan penting dalam mengemban dan melanjutkan misi perjuangan Imam Husein as. Tragedi Karbala benar-benar menjadi ujian Ilahi bagi Zainab untuk mencapai derajad keimanan tertinggi. Putri didikan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah al-Zahra ini berhasil menunjukkan bagaimana manifestasi keikhlasan yang sebenarnya kepada sejarah. Ketika ia digiring bersama tawanan lainnya di hadapan Yazid yang berniat melecehkannya, saudari Imam Husein as itu berteriak lantang, "Tiada yang kusaksikan di Karbala kecuali keindahan".

Kesabaran dan ketabahan yang ditunjukkan Sayyidah Zainab dalam peristiwa Asyura sungguh tiada bandingannya. Hanya dalam setengah hari, ia harus menyaksikan bagaimana saudara-saudaranya, keponakan-keponakannya dan dua putranya dibantai di depan mata. Hingga puncaknya ketika ia berada di samping jenazah Imam Husein as yang tercabik-cabik oleh senjata musuh, ia pun dengan lantang berkata, "Ya Allah! terimalah pengorbanan dari kami ini!"

Sejatinya, misi yang diemban Sayyidah Zainab pasca tragedi Karbala tak kalah pentingnya dengan perjuangan para sahabat Imam Husein di medan perang, yaitu melanjutkan misi perjuangan Imam Husein dan menyebarkan pesan kebangkitan Asyura. Karena itu, Imam Husein as senantiasa berpesan kepada para perempuan Karbala untuk tidak terlena dengan kesedihan yang ada dan tetap tegar melanjutkan perjuangan.

Pada malam terakhir menjelang Asyura, Imam as berkata: Wahai Zainab, Wahai Ummu Kultsum, Wahai Fatimah, Wahai Rubab! Dengarkanlah, ketika aku telah gugur, jangan robek-robek baju kalian, jangan kau tampar wajah-wajah kalian dan jangan tuturkan ucapan yang tak layak tentangku".

Ketika berpamitan, Imam Hussein as menuturkan, "Persiapkanlah diri kalian untuk mengadapi bala-cobaan dan ketahuilah Allah swt adalah penolong dan pelindung kalian serta akan menyelamatkan kalian dari kejahatan musuh. Pada akhirnya, Dia akan mengakhiri perkara kalian dengan kebaikan dan membalas musuh-musuh kalian dengan beragam azab. Allah swt akan mengganjar seluruh bala dan kesulitan yang kalian hadapi dengan beragam kenikmatan. Karena itu janganlah kalian mengeluh dan jangan menuturkan hal-hal yang membuat derajad dan kedudukan kalian menjadi terhina".

Usai mendampingi perjuangan kafilah Imam Husein as di padang Karbala, kini para perempuan pahlawan Asyura mengemban misi lain yang tak kalah penting yaitu menyebarkan risalah Karbala. Segera setelah Imam Husein dan para sahabatnya dibantai, kaum perempuan, keluarga, dan anak-anak kafilah Imam Husein yang masih hidup ditawan dan digiring menuju Syam.

Di sepanjang perjalanan menuju Syam, setiap kali ada kesempatan, Sayyidah Zainab dan tawanan lainnya senantiasa memanfaatkannya untuk menyampaikan apa yang telah terjadi di padang Karbala dan bagaimana misi perjuangan Imam Husein as.

Kesaksian dan pengungkapan sejarah perjuangan Imam Husein as di padang Karbala oleh para perempuan Ahlul Bait dan sahabatnya merupakan upaya untuk menyadarkan dan membangkitkan umat agar bangkit menentang kezaliman. Upaya itu sekaligus untuk menghalau pelbagai penyimpangan dan propaganda musuh mengenai peristiwa dan tujuan di balik kebangkitan Asyura. Mereka memiliki peran penting dalam menyadarkan umat Islam tentang hakikat perjuangan Imam Husein terutama di hadapan kaum muslimin di tiga kota penting Islam di masa itu yaitu: Syam, Kufah, dan Madinah.

Selain itu, kendati kebangkitan Imam Husein as memiliki banyak dimensi dan landasan agama yang kuat, namun dimensi emosional dan psikologis yang dibangkitkan para perempuan Asyura berhasil menggugah kesadaran umat untuk bangkit menegakkan keadilan. Perempuan-perempuan agung itu bukan hanya menyadarkan umat akan misi perjuangan Imam Husein dengan dalil-dalil aqli dan naqli tetapi juga memperdalamnya dengan sentuhan emosi keagamaan yang membuat kalbu setiap insan beriman menjadi luluh dan tersadarkan.

SUMBER : http://indonesian.irib.ir

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.